Pengantar
Krisis iklim global bukan lagi isu masa depan, melainkan tantangan yang nyata hari ini. Banjir besar, gelombang panas, dan kekeringan ekstrem telah memicu kerusakan parah pada infrastruktur vital di seluruh dunia. Laporan OECD (2024), Infrastructure for a Climate-Resilient Future, menegaskan bahwa hanya dengan mengarusutamakan ketahanan iklim dalam siklus hidup infrastruktur, dunia dapat menghindari kerugian sosial dan ekonomi yang masif.
Mengapa Infrastruktur Harus Tahan Iklim?
Infrastruktur seperti jalan, pelabuhan, pembangkit listrik, dan jaringan air menjadi tulang punggung ekonomi dan layanan publik. Namun, mereka juga rentan terhadap gangguan iklim, dari banjir yang menghancurkan jembatan hingga kekeringan yang melumpuhkan PLTA. OECD mencatat bahwa setiap dolar yang diinvestasikan dalam infrastruktur tangguh iklim menghasilkan manfaat empat kali lipat, termasuk menekan biaya perbaikan, meningkatkan ketahanan layanan, dan memperpanjang umur aset.
Kerugian Nyata Akibat Bencana Iklim
Contoh konkret:
- Hurricane Sandy (2012) menyebabkan kerusakan USD 17,1 miliar pada jaringan infrastruktur New York-New Jersey.
- Banjir Jerman (2021): rusaknya lebih dari 50 jembatan, 600 km rel, dan 3 jalan nasional dengan nilai kerugian hingga EUR 14 miliar.
- Kekeringan Eropa (2022): menurunnya produksi listrik Prancis dan hilangnya pengangkutan sungai menyebabkan kerugian miliaran Euro.
Langkah Menuju Infrastruktur Tangguh Iklim
OECD menawarkan empat tahapan utama:
- Penilaian risiko iklim saat ini dan masa depan
- Integrasi risiko ke dalam perencanaan infrastruktur
- Pendanaan dan pembangunan fisik/operasional
- Pemantauan dan penyesuaian operasional berkelanjutan
Langkah ini memerlukan data spasial terperinci, koordinasi lintas sektor, dan pendekatan adaptif berbasis skenario.
Kesenjangan Finansial dan Peluang Ekonomi
OECD memperkirakan dunia perlu menginvestasikan USD 6,9 triliun per tahun hingga 2030 agar infrastruktur mendukung Tujuan Pembangunan Berkelanjutan dan Paris Agreement. Namun, arus pembiayaan masih kurang, terutama di negara berkembang. OECD merekomendasikan:
- Reformasi kebijakan fiskal dan insentif investasi swasta
- Pendekatan blended finance (paduan publik-swasta)
- Pengungkapan risiko fisik iklim dalam proyek
- Penggunaan teknik seperti capture value lahan
Nature-Based Solutions (NbS) sebagai Solusi Efisien
NbS seperti restorasi hutan, pemulihan lahan basah, dan pembangunan terumbu tiruan terbukti efisien dalam:
- Mengurangi energi gelombang (contoh: 6 km terumbu tiruan di Alabama kurangi gelombang hingga 91%)
- Menurunkan nitrogen dan karbon
- Meningkatkan produktivitas (seperti panen tiram)
Namun, NbS memerlukan dukungan regulasi dan pelatihan teknis agar setara dengan solusi abu-abu (grey infrastructure).
Kasus Filipina: Integrasi Ketahanan dalam Perencanaan Nasional
Dalam Philippine Development Plan 2023–28, pemerintah mengintegrasikan ketahanan iklim sebagai bagian dari prioritas pembangunan dan infrastruktur. Dengan dukungan OECD, strategi ini menjadi contoh bagaimana perencanaan nasional dapat memperkuat ketahanan proyek lokal.
Risiko Tertunda: Biaya Menunda Adaptasi
Menunda aksi ketahanan berarti memperbesar biaya jangka panjang:
- Di negara berpenghasilan rendah-menengah, penundaan 10 tahun bisa menambah USD 1 triliun kerugian.
- Di AS, tanpa adaptasi, perbaikan jalan bisa menelan USD 300 miliar hingga 2100.
- Di China, investasi CNY 1 pada infrastruktur tangguh bisa hasilkan CNY 2–20 dalam 30 tahun.
Peran Pemerintah Daerah dan Kota
Subnasional government bertanggung jawab atas 69% dari investasi publik terkait iklim di negara OECD. Mereka berperan penting dalam:
- Menentukan perencanaan lokal berbasis risiko spasial
- Mengakses pendanaan subnasional dan internasional
- Mengintegrasikan masyarakat lokal melalui pendekatan berbasis tempat (place-based)
Sinergi Global: Kolaborasi Internasional untuk Negara Berkembang
Untuk negara berkembang, OECD menekankan:
- Transfer pengetahuan, pembaruan regulasi, dan pelatihan
- Keterlibatan Lembaga Keuangan Pembangunan (DFI)
- Kemitraan Selatan-Selatan dan Utara-Selatan
- Integrasi adaptasi dalam mekanisme kerjasama multilateral
Kesimpulan
Membangun infrastruktur tangguh iklim bukan sekadar proyek teknis, melainkan investasi sosial, ekonomi, dan ekologis jangka panjang. OECD menegaskan bahwa resiliensi harus menjadi standar baru dalam semua tahapan pembangunan infrastruktur, mulai dari desain hingga pembiayaan. Tanpa itu, dunia akan terus terjebak dalam siklus kerusakan dan biaya tinggi.
Sumber: OECD. (2024). Infrastructure for a Climate-Resilient Future. OECD Publishing, Paris.