JAKARTA, KOMPAS.com - Industri pertahanan dalam negeri kian berkembang. Dalam beberapa tahun belakangan, Indonesia sudah mengembangkan hingga memproduksi alat utama sistem persenjataan (alutsista).
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2012 tentang industri pertahanan menitikberatkan pada pengadaan alutsista yang berasal dari produsen dalam negeri, seperti PT PAL Indonesia, PT Pindad, dan PT Dirgantara Indonesia.
Saat upacara peringatan HUT ke-76 TNI, Selasa (5/10/2021), Presiden Joko Widodo menekankan, kebijakan di sektor pertahanan harus bergeser dari belanja ke investasi untuk jangka panjang.
Menurut Jokowi, kebijakan investasi pertahanan harus dirancang sistematis dan dijalankan secara konsisten serta berkelanjutan.
"Saya tegaskan kembali, kita harus bergeser dari kebijakan belanja pertahanan menjadi kebijakan investasi pertahanan yang berpikir jangka panjang," ujar Jokowi di Istana Merdeka, dikutip dari siaran YouTube Sekretariat Presiden.
Dikutip dari Kompas.id, meski persentase impor alutsista masih terbilang tinggi, namun kerja sama Indonesia dengan negara lain tidak hanya sekadar pengadaan langsung.
Metode transfer of technology memungkinkan Indonesia untuk memproduksi alutsista sendiri, walaupun teknologinya masih berasal dari negara lain.
Pada 22 Januari 2015 misalnya, Indonesia mulai melakukan pemotongan pelat utama kapal perang strategic sealift vessel (SSV) yang dipesan oleh Kementerian Pertahanan Filipina.
Kapal tersebut berukuran panjang 123 meter dan lebar 21,8 meter dengan kapasitas 10.300 ton, berdaya angkut empat tank, satu ambulans, dua mobil jip dan dua helikopter. Sebanyak 121 kru kapal dan 500 pasukan juga bisa diangkut. Kapal ini juga mampu melaju selama 30 hari dengan kecepatan 9.360 mil laut, kecepatan maksimal 16 knot.
Alutsista ini menjadi yang pertama merambah dunia ekspor. Kapal tersebut diluncurkan pada 18 Januari 2016 dan diberi nama Tarlac.
Tahun yang sama, PT PAL berhasil membuat kapal KRI-592 Banjarmasin.
Kapal ini berhasil menuntaskan Ekspedisi Kartika Jala Karida dengan rute 170.000 nautical mile atau 30.600 kilometer ke Milan, Italia, pada 22 Juli 2016.
Ekspedisi tersebut dilakukan sebagai bentuk uji coba, sekaligus melaksanakan misi diplomasi.
Sebulan kemudian, tepatnya 22 Agustus, Indonesia meluncurkan enam roket R-Han 122B hasil penyempurnaan di Pameungpeuk, Garut, Jawa Barat.
Roket itu dibuat oleh Kementerian Pertahanan, Kementerian Riset dan Teknologi, Pendidikan Tinggi, Lapan, PT Dirgantara Indonesia.
PT Pindad, PT Dahana, PT Krakatau Steel, Institut Teknologi Bandung, serta Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya juga ikut terlibat.
Adapun sistem peluncur juga dipasangkan dengan truk Perkasa buatan dalam negeri. Program dimulai sejak 2014 dengan biaya dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Selain itu, PT Pindad melakukan pendatanganan nota kesepahaman (MoU) dengan industri pertahanan Uni Emirat Arab (UEA) Continental Aviation Service.
Kerja sama tersebut mencakup rencana transfer teknologi dan lisensi dari senapan serbu SS2 serta distribusi dan pemasaran berbagai amunisi buatan PT Pindad ke negara-negara Timur Tengah.
Indonesia juga bekerja sama dengan Kementerian Pertahanan Korea Selatan dan Korea Aeospace Industry (KAI).
Kerjasama ini meliputi penyertaan modal Kementerian Pertahanan Indonesia dengan KAI serta kontrak PT Dirgantara Indonesia dengan KAI.
Kontrak kerja ini terkait perkembangan proyek jet tempur Korea Fighter Experimental (KF-X) oleh Pemerintah Korea dan Indonesia.
Kapal perusak rudal PT PAL pernah memproduksi kapal perusak rudal atau perusak kawal rudal (PKR) pesanan Kementerian Pertahanan.
Kapal ini merupakan jenis kapal canggih fregat hasil kerja sama dengan perusahaan perkapalan asal Belanda, Damen Schelde Naval Shipbuilding (DSNS).
Kapal PKR dibangun dengan pendekatan modular karena lebih efisien dan fleksibel. Dari enam modul sebanyak empat modul dikerjakan Indonesia dan sisanya Belanda.
Kapal yang diberi nama KRI I Gusti Ngurah Rai-332 itu merupakan kapal kedua setelah kapal RE Martadinata yang diterima TNI Angkatan Laut pada 2017.
Kemudian, PT PAL membuat KRI Semarang-594 yang diresmikan pada 21 Januari 2019 di Dermaga Ujung Koarmada II Surabaya.
Kapal tersebut memiliki fungsi untuk membantu distribusi militer baik logistik, peralatan dan perlengkapan militer serta difungsikan sebagai kapal rumah sakit untuk bantuan bencana alam.
KRI Semarang-594 adalah pesanan ketiga dari TNI Angkatan Laut. Dua pesanan sebelumnya adalah KRI Banjarmasin-592 dan KRI Banda Aceh-593.
Kapal selam PT PAL juga merambah ke bisnis perawatan kapal selam pada 25 Januari 2018.
KRI Cakra 401 menjadi kapal selam pertama yang melakukan perawatan. Perawatan dimulai Maret 2018 dan dirawat selama 28 bulan.
Selanjutnya, PT PAL turut andil dalam pembuatan kapal selam Daewoo Shipbuilding and Marine Engineering (DSME) 209/1400.
Indonesia memesan tiga kapal selam dari Daewoo Shipbuilding, Korea Selatan. Namun sebagai bagian dari alih teknologi, pemasangan bagian kapal selam ketiga dilakukan Indonesia.
Pada 20 Januari 2020 kapal selam itu berhasil menjalani tahapan Nominal Diving Depth (NDD) di Perairan Utara Pulau Bali. Kapal selam yang diberi nama Alugoro itu berhasil menyelam sampai ke dalaman 250 meter.
Spesifikasinya, panjang 61,3 meter, kecepatan maksimal saat menyelam 21 knot, kecepatan maksimal ketika di permukaan 12 knot. Kapal selam Alugoro juga mendapat gelar zero defect atau tanpa cacat dari tim DSME Korea Selatan.
Keberhasilan pembangunan kapal selam ini juga membuat Indonesia menjadi satu-satunya negara di Asia Tenggara yang mampu membuat kapal selam.
Pesawat nirawak Indonesia juga memproduksi pesawat nirawak atau drone.
Produksi massal pesawat nirawak Wulung dengan kode registrasi NW01 dimulai pada Mei 2016 oleh PT Dirgantara Indonesia.
Wulung dirancang dengan kemampuan autopilot yang menggunakan konsep modular composite structure, ruang akses yang luas dan perakitan yang mudah serta cepat.
Pesawat itu berbobot maksimal 125 kilogram, kapasitas tangki 35 liter dan menggunakan single piston engine tipe pusher, bertenaga 22 horsepower (Hp).
Selain pesawat nirawak, PT Dirgantara Indonesia kini tengah mengerjakan tahap akhir dua pesawat NC212i pesanan Filipina dan tiga pesawat pesanan Vietnam.
Pesawat itu sebelumnya dibuat oleh perusahaan Airbus Defence and Space.
Pada 31 Desember 2019, Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pertahanan memperkenalkan pesawat udara nirawak jenis medium altitude long endurance yang diberi bernama Elang Hitam.
Pesawat tersebut dikerjakan konsorsium yang terdiri dari tujuh lembaga. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) bertugas merancang dan menguji pesawatnya, sementera PT Dirgantara Indonesia memproduksi dan mengintegrasikan sistem.
Prototipe tank medium Pada 2017, PT Pindad dan FNNS Turki bekerja sama membuat prototipe pertama tank tempur medium.
Prototipe kedua akan dikerjakan di Bandung, Jawa Barat dan kala itu ditargetkan dapat dipoduksi masal pada 2018.
Tank tempur medium diketahui cocok digunakan di Indonesia terutama untuk di daerah Sumatera dan Jawa. Namun, rata-rata jembatan di Indonesia hanya mampu menopang berat 40 ton sementara tank tempur umumnya lebih dari 60 ton.
Modernisasi KRI Malahayati-362 Tidak hanya membuat kapal selam dan pesawat, Indonesia juga memodernisasi kapal selam KRI Malahayati-362.
Modernisasi yang dilakukan PT PAL mencakup peremajaan ship platform, CCP dan sensor senjata, penggantian propulsi CODOG, CODAD dan diesel generator.
Ada pula pembaruan CMS dan training pada pengawak kapal TNI Angkatan Laut dalam pengoperasian dan pemeliharaan tingkat organik.
Setelah dimodernisasi, KRI Malahayati-362 mampu melakukan fungsi peperangan laut modern dengan estimasi operasional selama 15 tahun ke depan.
Sumber: https://nasional.kompas.com/