Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Lestari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Agus Justianto, menyatakan bahwa revitalisasi mesin industri akan mengoptimalkan potensi dan meningkatkan nilai tambah produk hasil hutan.
“Kami terbuka jika investor Tiongkok bersedia mendukung revitalisasi industri pengolahan kayu Indonesia,” ujarnya saat audiensi dengan Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) dan China National Machinery Association (CNFMA) di Indonesia International Furniture Expo (IFEX) 2024 yang diselenggarakan di Jakarta International Expo pada Jumat, 1 Maret 2024.
Menurut data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, industri penggergajian kayu dan pertukangan terdiri dari 3.485 unit, termasuk 391 unit berskala besar (berkapasitas lebih dari 6.000 m3/tahun) dan 3.094 unit berskala kecil dan menengah (berkapasitas kurang dari 6.000 m3/tahun).
Total kapasitas terpasang industri penggergajian kayu dan woodworking mencapai 9,5 juta m3/tahun untuk skala besar dan 10,5 juta m3/tahun untuk skala kecil dan menengah.
Agus menyebutkan bahwa tingkat utilisasi industri saat ini sangat rendah, terutama karena dampak pandemi Covid-19 yang masih berlangsung dan mesin-mesin yang sudah tua. “Sebagian besar mesin industri penggergajian kayu dan perkayuan membutuhkan revitalisasi,” kata Agus.
Sebanyak 24% industri masih menggunakan mesin yang dipasang sebelum tahun 2000, sementara hanya 37% industri yang menggunakan mesin yang dipasang setelah tahun 2010.
Menurut Agus, dukungan investor, termasuk dari China, sangat penting untuk merevitalisasi mesin pengolahan kayu. Upaya lebih lanjut diperlukan untuk mendapatkan dukungan pembiayaan untuk pelaksanaan revitalisasi mesin.
Dalam pertemuan tersebut, Agus juga menekankan komitmen Indonesia untuk menggunakan kayu legal dan lestari yang tersertifikasi dalam Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) untuk memastikan ketelusuran.
Terkait hal ini, Agus menyatakan bahwa Indonesia mengajak Tiongkok untuk menindaklanjuti inisiatif “Mutual Recognition of Wood Product Legality” yang telah ditetapkan oleh kedua negara sebelum pandemi Covid-19, untuk lebih mempromosikan penggunaan kayu legal dan lestari dalam perdagangan global.
Sekretaris Jenderal CNMFA, Wei Jian, menjelaskan bahwa industri pengolahan kayu di China berkembang pesat berkat dukungan mesin-mesin yang handal, mulai dari hulu hingga hilir.
Menurut Wei, industri kehutanan di China mampu menghasilkan 9 triliun RMB dan berkontribusi hingga 8% dari total PDB China.
“Industri kehutanan di China mempekerjakan hingga 60 juta pekerja,” katanya.
Beberapa perusahaan pengolahan kayu asal Tiongkok juga hadir dalam pertemuan tersebut dan menyatakan kesiapannya untuk berinvestasi di Indonesia.
Disadur dari: forestinsights.id