How is water security conceptualized and practiced for rural livelihoods in the global South? A systematic scoping review

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah

17 Juni 2025, 10.41

pixabay.com

Isu keamanan air (water security) kini menjadi perhatian utama dalam wacana pembangunan berkelanjutan, terutama di negara-negara Global Selatan yang sangat bergantung pada sumber daya alam untuk menopang kehidupan pedesaan. Paper karya Sameer H. Shah ini melakukan telaah sistematis terhadap 99 artikel jurnal internasional (2000–2019) untuk menjawab pertanyaan mendasar: Bagaimana konsep water security didefinisikan, didorong, dan dipraktikkan dalam konteks penghidupan pedesaan di Global Selatan? Dengan pendekatan scoping review, Shah menyoroti kekuatan, kelemahan, dan peluang riset water security, serta menawarkan agenda riset baru yang sangat relevan untuk kebijakan, riset, dan praktik pembangunan pedesaan.

Konsep Water Security: Dari Ketahanan Fisik ke Dimensi Sosial-Ekologis

Awal mula konsep water security berakar dari upaya negara-negara mengamankan pasokan air demi pertanian, pemukiman, dan keamanan nasional. Namun, sejak Deklarasi Den Haag (2000), definisi water security berkembang menjadi kondisi di mana setiap orang memiliki akses air yang cukup, aman, terjangkau, serta terlindungi dari risiko bencana air. Water security kini dipahami sebagai kerangka yang mengintegrasikan kebutuhan manusia dan ekologi secara simultan, dengan pendekatan sistem sosial-ekologis yang menekankan keterkaitan antara ketersediaan, kualitas, akses, dan risiko air12.

Metodologi Review: Cakupan, Seleksi, dan Analisis

Penulis menelusuri empat basis data besar, menyeleksi artikel peer-reviewed berbahasa Inggris yang terbit antara 2000–2019, dan secara eksplisit membahas water security dalam kaitan dengan penghidupan pedesaan di Global Selatan. Dari 2.359 publikasi awal, setelah proses penyaringan ketat, terpilih 99 artikel yang dianalisis secara tematik dan metodologis. Hasilnya, mayoritas artikel terbit setelah 2010, menandakan meningkatnya perhatian terhadap isu ini seiring menguatnya diskursus nexus air–energi–pangan dan perubahan iklim1.

Bagaimana Water Security Didefinisikan?

Hanya 30,3% publikasi yang secara eksplisit mendefinisikan water security. Mayoritas definisi berfokus pada ketersediaan air yang “memadai”, “cukup”, dan “dapat diterima” untuk kebutuhan kesehatan, penghidupan, ekosistem, dan produksi. Definisi yang benar-benar mengaitkan water security dengan peningkatan produktivitas, kesejahteraan, dan kapabilitas manusia sangat sedikit (hanya 16,7% dari definisi yang ada)12. Sebagian besar publikasi masih menempatkan water security sebagai upaya menghindari risiko atau kekurangan air, bukan sebagai alat untuk membangun kapasitas dan kemakmuran masyarakat pedesaan.

Studi Kasus dan Angka-Angka Kunci

  • Distribusi Geografis: 86 negara Global Selatan menjadi fokus, dengan dominasi studi di India (21 publikasi), Afrika Selatan (15), dan Tiongkok (13). Sekitar 42,4% artikel menyoroti salah satu dari tiga negara ini, sementara Afrika Utara dan Amerika Selatan Tengah relatif kurang terwakili.
  • Fokus Livelihood: Hampir semua artikel menyoroti pertanian, dari subsisten hingga komoditas ekspor. Hanya 24,2% yang membahas peternakan, dan sangat sedikit yang mengupas perikanan (8,1%) atau akuakultur. Padahal, pastoralism mendukung sekitar 200 juta rumah tangga secara global.
  • Aktor Kunci: Pemerintah menjadi aktor utama yang dianggap bertanggung jawab dalam 81,8% publikasi, diikuti komunitas lokal (20,2%) dan individu (21,2%). Peran LSM dan donor kurang menonjol1.

Dinamika dan Penyebab Water Insecurity

Faktor Penyebab Utama

  • Perubahan Iklim dan Variabilitas Cuaca: 64,7% publikasi menyoroti perubahan pola curah hujan, kekeringan, dan banjir sebagai penyebab utama risiko air.
  • Persaingan Antar Sektor: Kompetisi air antara sektor pertanian, industri, dan kebutuhan domestik muncul di 36,4% publikasi.
  • Ekstraksi dan Degradasi: 32,3% publikasi membahas eksploitasi air tanah berlebihan dan degradasi sumber air akibat pertanian intensif dan ekspansi perkotaan.
  • Ketimpangan Sosial-Ekonomi: Sekitar 20,2% publikasi mengaitkan water insecurity dengan kemiskinan, marginalisasi, dan eksklusi sosial, namun hanya sedikit yang benar-benar menganalisis akar sistemik ketidakadilan distribusi air12.

Studi Kasus Nyata

  • India: Studi di Hyderabad menunjukkan bahwa peningkatan efisiensi distribusi air perkotaan, pemanfaatan air limpasan, dan 500.000 unit panen air hujan rumah tangga dapat secara signifikan meningkatkan keamanan air pertanian dan rumah tangga.
  • Brazil: Di Western Bahia, irigasi meningkat 150 kali lipat dalam beberapa dekade, sementara curah hujan dan aliran sungai menurun. Solusi yang diusulkan adalah pembatasan irigasi saat musim kering dan investasi sistem pemantauan hidroklimatik.
  • Lebanon: Petani di DAS Sungai Litani bersedia membayar lebih untuk pemasangan irigasi tetes dan sistem meter air guna meningkatkan efisiensi dan mengurangi ketidakpastian pasokan air1.

Solusi yang Ditemukan: Antara Teknikal dan Transformasi Sosial

Strategi Umum

  • Peningkatan Pasokan Air: 45,5% publikasi mengusulkan pembangunan bendungan, transfer antar-basin, dan panen air hujan skala rumah tangga sebagai solusi utama.
  • Efisiensi dan Produktivitas: 38,4% publikasi menyoroti irigasi hemat air, varietas tanaman tahan kering, dan pengelolaan lahan sebagai respons terhadap kelangkaan air.
  • Perbaikan Tata Kelola dan Manajemen: 75,8% publikasi menekankan pentingnya tata kelola multi-level, penguatan regulasi, pemantauan, dan transparansi. Namun, solusi yang benar-benar menargetkan perubahan struktural atau pemberdayaan kelompok marginal masih sangat terbatas.
  • Pengurangan Ketimpangan Sosial: Hanya 14,1% publikasi yang secara eksplisit membahas strategi membangun hak atas air, distribusi air yang adil, dan penguatan representasi kelompok termarjinalkan12.

Skala Intervensi

Solusi yang diusulkan tersebar di berbagai level: individu/rumah tangga (24,2%), komunitas (21,2%), DAS (37,4%), negara bagian (21,2%), nasional (35,4%), hingga internasional (23,2%). Namun, intervensi di tingkat internasional sering terbatas pada perjanjian lintas batas atau integrasi pada nexus air–energi–pangan, bukan pada transformasi sistemik1.

Analisis Kritis dan Agenda Riset Masa Depan

Empat Temuan Kunci

  1. Fokus pada “Cukup”, Bukan Kemakmuran: Definisi water security cenderung konservatif, hanya menekankan kecukupan dan pengurangan risiko, bukan peningkatan kapabilitas dan kesejahteraan masyarakat. Padahal, penghidupan berkelanjutan menuntut lebih dari sekadar kecukupan—yaitu kemampuan untuk berkembang dan beradaptasi.
  2. Representasi Livelihood Sempit: Studi terlalu fokus pada pertanian, mengabaikan keberagaman penghidupan seperti peternakan, akuakultur, dan kerja musiman. Padahal, rumah tangga pedesaan sering mengandalkan portofolio livelihood yang kompleks dan saling terkait.
  3. Kurangnya Transformasi Struktural: Solusi yang diusulkan lebih banyak bersifat teknikal dan manajerial, kurang menyasar akar ketidakadilan sosial, ekonomi, dan politik yang melanggengkan water insecurity. Transformasi sistem distribusi, hak atas air, dan pemberdayaan kelompok rentan masih minim.
  4. Kurang Memahami Dinamika Global: Studi tentang dampak globalisasi, perubahan politik, dan interaksi lintas level (local-global) terhadap water security masih sangat terbatas. Padahal, perubahan di satu skala dapat berdampak luas pada sistem penghidupan pedesaan12.

Kritik dan Perbandingan dengan Studi Lain

Temuan Shah sejalan dengan kritik literatur lain yang menilai pendekatan water security masih terlalu teknokratik dan kurang integratif. Studi Jepson et al. (2017) dan Zeitoun et al. (2016) juga menyoroti lemahnya fokus pada kapabilitas dan keadilan sosial dalam program water security. Sementara itu, pendekatan “hydro-social” yang menggabungkan dimensi sosial, ekonomi, dan ekologi mulai berkembang, namun belum menjadi arus utama dalam kebijakan maupun riset di Global Selatan.

Relevansi dengan Tren Industri dan Kebijakan

Isu water security kini menjadi perhatian utama dalam agenda pembangunan berkelanjutan (SDGs), terutama SDG 6 (air bersih dan sanitasi) dan SDG 2 (pengentasan kelaparan). Industri pertanian, pangan, dan energi kini dituntut untuk mengadopsi pendekatan efisiensi air, circular economy, serta pemberdayaan petani kecil. Namun, tanpa transformasi tata kelola dan distribusi air yang adil, inovasi teknologi saja tidak cukup untuk menjamin water security yang inklusif dan berkelanjutan.

Rekomendasi Praktis dan Agenda Riset ke Depan

  1. Redefinisi Water Security: Perlu menggeser fokus dari kecukupan dan mitigasi risiko ke pembangunan kapabilitas, kesejahteraan, dan keadilan sosial.
  2. Diversifikasi Studi Livelihood: Riset dan kebijakan harus memperhitungkan keberagaman penghidupan pedesaan, termasuk peternakan, akuakultur, dan kerja musiman.
  3. Transformasi Tata Kelola: Diperlukan intervensi yang menyasar akar ketidakadilan distribusi air, penguatan hak atas air, dan pemberdayaan kelompok marginal.
  4. Integrasi Skala Lokal-Global: Studi dan kebijakan harus memahami interaksi antara perubahan global (iklim, pasar, politik) dengan dinamika lokal penghidupan pedesaan.
  5. Kolaborasi Multi-Aktor: Pemerintah, komunitas lokal, sektor swasta, dan LSM perlu bersinergi dalam perencanaan, implementasi, dan evaluasi program water security.

 Menuju Water Security yang Inklusif dan Berkeadilan

Paper ini memberikan kontribusi penting dalam memahami bagaimana konsep water security dipraktikkan di Global Selatan. Kelemahan utama terletak pada definisi yang konservatif, fokus livelihood yang sempit, dan minimnya transformasi struktural. Untuk menjawab tantangan masa depan, water security harus didefinisikan ulang sebagai alat untuk membangun kapabilitas, kesejahteraan, dan keadilan sosial, bukan sekadar menghindari risiko. Agenda riset dan kebijakan ke depan harus lebih inklusif, integratif, dan transformatif, agar penghidupan pedesaan di Global Selatan benar-benar tangguh menghadapi krisis air dan perubahan zaman.

Sumber artikel :
Sameer H. Shah. "How is water security conceptualized and practiced for rural livelihoods in the global South? A systematic scoping review." Water Policy, Vol 23 No 5, 2021, pp. 1129–1152.