2 Februari, adalah Hari Lahan Basah Sedunia. Lahan basah adalah lahan di mana air bertemu dengan tanah. Contoh lahan basah antara lain hutan bakau, lahan gambut, rawa, sungai, danau, delta, dataran banjir, sawah, dan terumbu karang. Lahan basah ada di setiap negara dan di setiap zona iklim, dari daerah kutub hingga daerah tropis. Bahkan daerah perkotaan pun memiliki lahan basah.
Jika diibaratkan, lahan basah seperti sistem pembuluh darah yang menghubungkan seluruh lanskap. Lahan basah sangat penting. Tanpa lahan basah, dunia akan kekurangan air. Lahan basah memenuhi kebutuhan air bersih. Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk, permintaan air pun meningkat dua kali lipat.
Lahan basah juga dapat diibaratkan sebagai spons raksasa yang dapat menyerap dan menyimpan air dari hujan lebat, kemudian melepaskannya perlahan-lahan ke lingkungan sekitar. Itulah mengapa lahan basah dapat mengurangi risiko banjir.
Salah satu contoh lahan basah di Indonesia adalah hutan rawa gambut di Taman Nasional Sebangau. Dengan total luas lahan mencapai 568.700 hektar, kawasan hutan rawa gambut di taman nasional ini merupakan yang terluas di dunia. Kawasan ini memiliki fungsi penting sebagai daerah tangkapan air dan mampu menyuplai kebutuhan air bersih bagi penduduk di sekitarnya. Kawasan ini juga merupakan rumah bagi orangutan Kalimantan. Ketika tata kelola air di lahan basah ini rusak, maka berbagai masalah pun muncul. Kebakaran hutan mudah terjadi di kawasan ini dan menyumbang polusi kabut asap. Dalam rangka menyelamatkan ekosistem gambut di Indonesia, Badan Restorasi Gambut (BRG) dan WWF-Indonesia bekerja sama untuk memperkuat pelaksanaan program restorasi gambut di lima Kesatuan Hidrologis Gambut (KHG) yang berada di empat provinsi, yaitu KHG Sungai (S). Mendahara-S. Batanghari di Jambi; KHG S. Siak Kecil-S. Rokan di Riau; KHG S. Kahayan-S. Sebangau dan KHG S. Katingan-S. Sebangau di Kalimantan Tengah; dan KHG S.Ambawang-S. Kubu di Kalimantan Barat.
Contoh jenis lahan basah lain yang juga menjadi fokus upaya konservasi WWF-Indonesia adalah daerah aliran sungai (DAS). Program penanaman pohon gencar dilakukan di daerah hulu. Dengan melakukan upaya restorasi di daerah aliran sungai, konservasi untuk keanekaragaman hayati, hutan, dan satwa payung juga dapat dilakukan karena ketiganya saling terkait. Selain itu, upaya pemantauan kualitas air secara rutin juga telah dan terus dilakukan oleh WWF-Indonesia di Sungai Subayang yang merupakan urat nadi kehidupan masyarakat di sekitar kawasan Suaka Margasatwa Bukit Rimbang Bukit Baling, Provinsi Riau.
Selama ini, daerah aliran sungai (DAS) hanya sering dilihat sebagai tempat mengalirnya air dari hulu ke hilir, hingga bermuara di pantai. Padahal, daerah aliran sungai merupakan suatu sistem ekologi dan hidrologi yang sangat kompleks yang mengandung berbagai sumber daya alam. DAS Kampar (Sub DAS Kampar Kanan), khususnya aliran air dari Sungai Kampar Kanan dan Sungai Batang Mahat, misalnya, merupakan sumber tenaga bagi turbin-turbin PLTA Koto Panjang.
Pada saat itu, Daerah Aliran Sungai (DAS) Kampar dibendung dengan tujuan sebagai sumber air untuk Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Koto Panjang. Proses pembangunan dan pengoperasiannya telah mengganggu ekosistem darat dan sungai. Untuk mengembalikan keseimbangan ekosistem di lahan basah ini, WWF-Indonesia akan melakukan program restorasi hutan di sekitar bendungan untuk mengembalikan daerah tangkapan air yang rusak. Selain upaya restorasi hutan, WWF juga mendorong pendekatan Pengelolaan Sumber Daya Daerah Aliran Sungai Terpadu dan Berkelanjutan dalam pelaksanaan revitalisasi tersebut. WWF mendorong para pengelola PLTA untuk mengikuti praktik-praktik terbaik dalam operasionalnya dengan menerapkan Protokol Penilaian Keberlanjutan PLTA.
This World Wetlands Day moment reminds us of the importance of wetlands that are often forgotten. Wherever wetlands are located, whether in the middle of the forest, in the upper reaches of rivers, or in the middle of urban hustle and bustle, they all need to be cared for, maintained, and managed properly in an integrated manner so that we avoid the problem of water crisis (in various forms). Wetlands are precious and not something without meaning.
Disadur dari: www.wwf.id