Hambatan Perdagangan Uni Eropa 2025 (Bagian 2): SPS, Bioteknologi, Produk Hewan, Regulasi Digital, dan Sektor Layanan

Dipublikasikan oleh Guard Ganesia Wahyuwidayat

02 Desember 2025, 22.23

Sebagai pasar tunggal terbesar di dunia, Uni Eropa (UE) memegang pengaruh besar terhadap arsitektur regulasi global. Namun, integrasi internalnya sering menciptakan hambatan baru bagi eksportir dari luar kawasan—terutama melalui kebijakan SPS, regulasi pestisida, standar keamanan pangan, dan aturan digital. Bagian kedua ini menguraikan kelompok hambatan yang secara langsung memengaruhi agrikultur, pangan, teknologi, dan sektor layanan berdasarkan 2025 National Trade Estimate Report – EU Section.

Kebijakan SPS UE: Pendekatan Precautionary yang Menjadi Hambatan Sistemik

Kebijakan SPS UE sering mengadopsi prinsip precautionary yang lebih ketat daripada standar Codex atau WOAH. Tantangannya meliputi:

Beberapa keputusan SPS diambil tanpa konsultasi publik memadai atau notifikasi tepat waktu ke WTO, mengurangi peluang masukan dari pelaku usaha non-UE.

Maximum Residue Limits (MRL) dan Regulasi Pestisida: Divergensi Besar dengan Standar Global

UE terus menurunkan MRL sejumlah zat aktif, seringkali melampaui standar Codex dan praktik negara maju lainnya.

Tantangan utama:

  • MRL dijaga sangat rendah (termasuk default 0,01 mg/kg) bahkan untuk zat yang legal digunakan secara global.

  • Import tolerances sulit diperoleh karena prosesnya lambat, kurang transparan, dan sering ditolak tanpa analisis risiko lengkap.

  • Banyak eksportir menghadapi non-tariff barrier de facto, terutama untuk buah, sayuran, rempah, dan biji-bijian.

Penetapan MRL juga tidak selalu mempertimbangkan pola penggunaan pestisida di negara pengekspor, yang membuat ketidaksesuaian regulasi semakin besar.

Bioteknologi Pertanian: Persetujuan Lambat, Notifikasi Minim, dan Ketergantungan Impor yang Ironis

Uni Eropa sangat bergantung pada impor kedelai, jagung, dan produk pakan berbasis bioteknologi, namun:

  • Proses persetujuan GMO sangat lambat dan politis.

  • Komite tetap negara anggota sering gagal mencapai mayoritas, menyebabkan keputusan kembali ke Komisi yang juga bergerak lambat.

  • UE tidak memproses pemberitahuan WTO untuk perubahan besar dalam penilaian risiko.

  • Regulasi terkait NGT (New Genomic Techniques) masih tertunda dan menambah ketidakpastian.

Akibatnya, ketidakpastian regulasi dapat mengancam stabilitas pasokan pakan Eropa sendiri.

Produk Hewan, Unggas, Seafood, dan Shellfish: Aturan Ketat yang Memperlambat Akses Pasar

a. Daging & Unggas

UE menetapkan berbagai pembatasan:

  • larangan penggunaan antimikroba tertentu meskipun digunakan secara global,

  • persyaratan kesejahteraan hewan yang berbeda antarnegara anggota,

  • aturan pemrosesan daging yang lebih ketat dibanding Codex.

Hal ini mempersulit eksportir yang harus memodifikasi fasilitas hanya untuk memenuhi permintaan pasar UE.

b. Produk Perikanan: Shellfish

Larangan UE terhadap shellfish dari perairan tertentu sering tidak selaras dengan standar WOAH. Sistem klasifikasi air, sampling, dan sanitary measures berbeda dari norma internasional, sehingga akses pasar menjadi terbatas.

Tallow, Animal By-Products, dan Gelatin: Regulasi Sangat Ketat Pasca-BSE

Meski risiko BSE telah menurun global, regulasi UE tetap ekstrem:

  • pembatasan penggunaan tallow & gelatin,

  • persyaratan inspeksi dan sertifikasi yang berbeda-beda antarnegara anggota,

  • persyaratan fasilitas pemrosesan khusus untuk ekspor.

Aturan ini tetap berlaku meskipun lembaga internasional sudah memperbarui standar keamanan.

Food Labeling: Fragmentasi Negara Anggota dan Kasus Alkohol Irlandia

Selain standar label pangan EU-wide, negara anggota masih menambahkan aturan mereka sendiri.

Contoh paling jelas: Irlandia

  • mewajibkan labeling kesehatan untuk alkohol,

  • notifikasi ke WTO dilakukan terlambat,

  • berpotensi menciptakan preseden fragmentasi label di seluruh Eropa.

Hal ini dapat membuat produsen global harus mencetak label khusus per negara.

Wine & Spirits: Pengetatan Aturan Additives dan Viticulture

UE telah memperketat:

  • daftar aditif anggur,

  • aturan enological practices,

  • persyaratan indikasi geografis.

Perubahan sering diumumkan dalam waktu relatif singkat, menyulitkan eksportir yang memerlukan waktu adaptasi proses produksi.

Medical Devices & Pharmaceuticals: Regulasi Baru yang Berat dan Tidak Sinkron

a. Medical Devices Regulation (MDR)

Masalah utama:

  • kapasitas notified bodies tidak cukup,

  • waktu sertifikasi mundur berbulan-bulan,

  • produk berisiko rendah ikut terkena dampak backlog,

  • biaya sertifikasi meningkat signifikan.

b. Pharmaceuticals

  • UE mempertimbangkan revisi besar pharmaceutical legislation, termasuk eksklusivitas data dan akses pasien.

  • Kekhawatiran terbesar pelaku usaha global adalah ketidakpastian atas model regulatory data protection (RDP) yang dapat berubah.

Digital Regulation: GDPR, Data Act, AI Act, dan Hambatan Akses Pasar Teknologi

Uni Eropa memimpin dalam regulasi digital—namun hal ini juga menciptakan hambatan signifikan.

GDPR

  • Transfer data lintas negara memerlukan mekanisme yang rumit (SCC, BCR).

  • Banyak negara non-UE, termasuk AS, tidak dianggap “adequate”.

Data Act

  • Mengatur akses dan penggunaan data industri & IoT.

  • Kekhawatiran: kewajiban membuka data dapat mengurangi insentif investasi dan melanggar IP.

AI Act

  • Persyaratan baru bagi high-risk AI systems.

  • Standar teknis masih belum final, meningkatkan ketidakpastian biaya kepatuhan.

Digital Markets Act (DMA) & Digital Services Act (DSA)

  • Platform besar menghadapi kewajiban kepatuhan berat.

  • Potensi bias terhadap perusahaan non-UE.

Transportasi, Aviation, Maritime, dan Carbon Pricing

Aturan iklim UE juga menciptakan hambatan baru:

  • EU ETS kini mencakup penerbangan internasional, menaikkan biaya maskapai asing,

  • FuelEU Maritime menetapkan persyaratan intensitas karbon yang ketat bagi kapal non-UE,

  • CBAM (Carbon Border Adjustment Mechanism) menambah beban dokumentasi dan verifikasi bagi eksportir baja, aluminium, dan pupuk.

Government Procurement: Akses Terbatas bagi Non-EU

UE memiliki rezim modern untuk tender pemerintah, namun:

  • beberapa sektor kunci tertutup bagi perusahaan non-EU,

  • inisiatif International Procurement Instrument (IPI) dapat membatasi akses negara non-reciprocal,

  • negara anggota tidak selalu konsisten mengikuti prinsip keterbukaan.

 

Hambatan perdagangan Uni Eropa pada 2025 memperlihatkan bagaimana dimensi SPS, MRL pestisida, bioteknologi, produk hewan, pangan, farmasi, perangkat medis, serta regulasi digital menjadi sumber tantangan terbesar bagi pelaku usaha global. Berbeda dari hambatan tarif yang relatif rendah, hambatan non-tarif UE justru semakin intensif dan tersebar dalam berbagai regulasi teknis serta kebijakan keamanan pangan.

Pendekatan UE yang sangat berhati-hati—mulai dari penetapan MRL yang sangat rendah, proses GMO yang lambat, hingga aturan SPS yang tidak selalu selaras dengan standar internasional—memaksa eksportir untuk menyiapkan strategi kepatuhan yang jauh lebih kompleks. Sementara itu, kebijakan digital seperti GDPR, Data Act, dan AI Act membentuk lanskap baru yang menuntut investasi besar untuk pemenuhan data, privasi, dan keamanan.

Bagi pelaku usaha internasional, tantangan utama bukan hanya memahami setiap regulasi tersebut, tetapi juga menyesuaikan rantai pasok dan proses internal agar mampu memenuhi persyaratan UE yang berubah cepat, sering tidak seragam antarnegara anggota, dan cenderung semakin ketat. Dalam konteks 2025, keberhasilan mengakses pasar Uni Eropa sangat bergantung pada kesiapan teknis, kemampuan mengelola risiko regulatif, serta adaptasi berkelanjutan terhadap standar yang terus berkembang.

 

Daftar Pustaka

Office of the United States Trade Representative. 2025 National Trade Estimate Report on Foreign Trade Barriers – European Union Section.