Sebagai salah satu negara industri paling maju di Asia, Korea Selatan memiliki kapasitas regulatif yang tinggi dan struktur pasar yang sangat terstandarisasi. Walau United States–Korea Free Trade Agreement (KORUS) membuka akses tarif yang luas, hambatan teknis, SPS, digital, dan layanan tetap menahan potensi perdagangan bilateral. Tahun 2025 memperlihatkan kecenderungan bahwa Korea memprioritaskan keamanan, kedaulatan data, dan perlindungan industri strategis—sering kali dengan biaya berupa penurunan prediktabilitas dan akses pasar bagi eksportir global.
KORUS: Akses Tarif Sudah Sangat Terbuka, tetapi Hambatan Non-Tarif Mendominasi
Per 2021, tarif untuk hampir semua produk industri dan konsumen telah dihapus. Tarif pertanian sebagian besar juga telah dieliminasi, dengan pengecualian beberapa TRQ yang masih berlaku hingga 2026 (khusus produk seafood tertentu).
Namun, hambatan utama justru muncul dari:
-
regulasi kimia dan lingkungan,
-
MRL agrochemical dan veterinary drug yang sangat rendah,
-
sertifikasi cybersecurity domestik,
-
pembatasan data dan cloud,
-
regulasi kompetisi digital yang mengarah ke intervensi.
TBT: Sistem Regulasi Kimia Korea — Salah Satu yang Tersulit di Asia
Korea menjalankan empat undang-undang utama terkait kimia:
-
Act on the Registration and Evaluation of Chemicals (K-REACH)
-
Occupational Safety and Health Act (OSHA)
-
Consumer Chemical Products and Biocides Safety Control Act (K-BPR)
-
Chemical Substances Control Act
Eksportir AS melaporkan sejumlah masalah:
-
panduan teknis yang kurang jelas,
-
perlindungan CBI (confidential business information) yang tidak cukup,
-
kurangnya transparansi dalam pemilihan dan metode pengujian bahan kimia,
-
data submission requirements yang sering berubah.
Packaging & Labeling: Pengukuran “Packaging Space Ratio” Tidak Konsisten
Aturan di bawah Recycling Act mewajibkan kepatuhan terhadap batas rasio ruang kemasan, tetapi:
-
metode perhitungan tidak memiliki pedoman rinci,
-
amandemen 2020–2021 sempat mengusulkan uji pra-peluncuran dan kewajiban label baru,
-
risiko keterlambatan peluncuran produk besar bagi eksportir barang elektronik dan konsumen.
SPS: Bioteknologi Lambat, Beef Masih Terbatas <30 Bulan, dan Pet Food Baru Dibuka
a. Regulasi Bioteknologi (LMO Act)
Sistem persetujuan GE dikelola lima lembaga berbeda, menyebabkan:
-
proses panjang dan berulang,
-
review redundan,
-
data request berlebihan,
-
minimnya harmonisasi global.
Revisi LMO Act 2024 mengusulkan pengecualian untuk genome editing tanpa foreign gene, namun belum final.
b. Batasan Impor Daging Sapi
Sejak 2008, impor daging sapi AS harus berasal dari hewan <30 bulan.
Transitional measure ini sudah berjalan 16 tahun, dan Korea juga melarang impor:
-
ground beef patties,
-
beef jerky,
-
sausage processed beef.
c. Pet Food Mengandung Ruminan
Akses baru dibuka Januari 2025, setelah tertunda lebih dari 15 tahun, tetapi implementasi teknis masih memerlukan klarifikasi.
d. Horticulture
Berbagai permohonan akses pasar belum diproses, termasuk untuk:
-
blueberry dari negara bagian lain,
-
kentang dari 11 negara bagian tambahan,
-
stone fruit,
-
strawberry,
-
apples & pears.
SPS: PLS untuk MRL — Default 0.01 ppm dan Tidak Mengakui Codex (2024)
Korea menerapkan Positive List System (PLS) yang mensyaratkan:
-
toleransi residu agrochemical & veterinary drug harus berdasarkan MRL domestik atau IT Korea,
-
jika tidak ada → default 0.01 ppm,
-
untuk growth promoters tertentu → zero tolerance.
Sejak Januari 2024, Korea menghapus pengakuan MRL Codex untuk beef, pork, chicken, eggs, milk, dan fishery products.
Kebijakan ini:
-
mempersulit akses produk hewani AS,
-
menciptakan risiko penolakan tinggi,
-
memaksa eksportir untuk menyesuaikan formula dan supply chain.
Government Procurement: Sertifikasi Keamanan Domestik Menghambat Akses ICT
a. SES (Security Evaluation Scheme)
NIS mensyaratkan produk ICT untuk:
-
melewati sertifikasi keamanan domestik,
-
mematuhi algoritma enkripsi ARIA/SEED (bukan AES global),
-
mendapatkan approval tambahan walau sudah CC-certified (Common Criteria).
Walau sejak 2024 Korea mulai mengakui AES untuk beberapa tier, >90% lembaga publik utama tetap diwajibkan menggunakan SES.
CSAP (Cloud Security Assurance Program)
Program cloud public-sector paling ketat di Asia:
-
data localization,
-
fasilitas fisik terpisah untuk pemerintah,
-
personel operasi harus berada di Korea,
-
penggunaan enkripsi domestik,
-
requirement tiga-tier certification.
Bagi CSP asing, membangun infrastruktur khusus hanya untuk pelanggan pemerintah sering tidak ekonomis.
IP & GI: Enforcement Kuat tetapi Tetap Ada Celah
Korea memiliki rezim IP kuat, tetapi:
-
transshipment barang palsu melalui paket kecil meningkat,
-
sengketa GI muncul terkait perlindungan indikasi geografis tertentu,
-
penalti perdata–pidana dinilai belum cukup menimbulkan efek jera.
Layanan: Streaming, Reasuransi, Legal, dan Profesi
a. Audiovisual Streaming
Pemerintah membahas:
-
Korean content quotas bagi OTT asing,
-
aturan pajak dan kontribusi industri,
-
rezim pengawasan mirip TV konvensional.
Hal ini berpotensi menciptakan persyaratan konten lokal bagi platform global.
b. Reasuransi
Ketiadaan dokumentasi resmi terkait persetujuan ekspor data reasuransi membuat perusahaan AS tidak dapat memindahkan data secara legal.
c. Jasa Hukum
Joint venture sebelumnya diperbolehkan, tetapi persyaratan berat:
-
kepemilikan asing dibatasi 49%,
-
JV wajib berbentuk badan hukum baru,
-
harus beroperasi minimal 3 tahun sebelum JV,
-
lingkup praktik dibatasi.
Digital Trade: Network Usage Fees, Data Localization, dan Larangan Ekspor Location-Based Data
a. Network Usage Fees
RUU di parlemen mengharuskan platform asing membayar biaya jaringan kepada ISP Korea, yang sebagian juga pesaing langsung.
Bagian industri menilai kebijakan ini anti-kompetitif.
b. Data Localization (PIPA)
Revisi 2023–2024 memberi PIPC kewenangan untuk:
-
mendenda berdasarkan global revenue,
-
menghentikan cross-border data transfer.
Transfer data hanya diizinkan bila:
-
ada consent,
-
negara tujuan dianggap equivalent, atau
-
penerima memiliki sertifikasi privasi.
c. Location-Based Data
Korea satu-satunya pasar besar yang:
-
mewajibkan lisensi untuk ekspor data lokasi,
-
tidak pernah menyetujui satu pun permohonan.
Akibatnya, layanan navigasi global tidak bisa beroperasi penuh.
d. National Core Technology & Cloud Restrictions
Untuk sektor semikonduktor, otomotif, robotik, dan pesawat, perusahaan dilarang menggunakan CSP asing karena risiko “export of critical technology.”
Investasi: Kepemilikan Asing Dibatasi di Broadcasting, Telekom, Energi, dan Transportasi
Beberapa batasan utama:
-
0% untuk radio dan terrestrial broadcasting,
-
25% untuk news agencies,
-
49% untuk content distribution, cable, satellite, telecom services,
-
30% untuk power generation non-nuclear,
-
50% untuk beef cattle, meat wholesale, electric power sale/distribution, transportasi laut/udara kecil.
Motor Vehicles: Ketidakjelasan ERC dan Risiko Pidana
Di bawah Clean Air Conservation Act:
-
modifikasi komponen emisi harus mendapat sertifikasi,
-
ketidakpastian jenis modifikasi yang wajib dilaporkan,
-
impor bisa terkena investigasi kepabeanan dengan ancaman tindakan pidana,
-
aturan dianggap lebih membebani importir dibanding produsen lokal.
Penutup
Hambatan perdagangan Korea Selatan tahun 2025 memperlihatkan pola utama: proteksi berbasis regulasi, bukan tarif. Pengetatan MRL 0.01 ppm, sertifikasi cybersecurity domestik, pembatasan data dan cloud, serta hambatan SPS dan layanan menunjukkan bahwa akses pasar Korea semakin ditentukan oleh kemampuan perusahaan asing untuk memenuhi standar teknis yang rumit dan sering berubah. Meski Korea adalah pasar bernilai tinggi dengan ekosistem industri maju, kompleksitas regulatif mengharuskan strategi kepatuhan yang sangat terstruktur dan investasi jangka panjang dalam pemahaman regulasi lintas sektor.
Daftar Pustaka
Office of the United States Trade Representative. 2025 National Trade Estimate Report on Foreign Trade Barriers – Korea Section.