Hambatan Perdagangan India 2025: Tarif Tinggi, Regulasi Impor Ketat, dan Ekspansi Kontrol Digital dalam Ekonomi Berkembang Terbesar Dunia

Dipublikasikan oleh Guard Ganesia Wahyuwidayat

02 Desember 2025, 22.32

India adalah salah satu ekonomi dengan pertumbuhan tercepat di dunia sekaligus mitra strategis bagi banyak negara besar. Namun, struktur kebijakan perdagangannya menunjukkan kombinasi antara proteksionisme tarif, regulasi teknis yang cepat berubah, serta kebijakan digital yang semakin intervensif. Bersumber dari 2025 National Trade Estimate – India Section, artikel ini menguraikan hambatan perdagangan India dalam klaster kebijakan inti: tarif dan pajak, lisensi impor, TBT, SPS, regulasi bioteknologi, data & digital trade, layanan, serta subsidi pertanian.

Tarif India: Tertinggi di Dunia untuk Ekonomi Besar

India mempertahankan struktur tarif yang sangat tinggi:

  • Tarif MFN rata-rata: 17% (tertinggi di antara ekonomi besar dunia)

  • Non-pertanian: 13,5%

  • Pertanian: 39%

  • Tarif ekstrem: buah & kacang (100%), alkohol (150%), karet alam (70%), obat tertentu (20%+), bunga & otomotif (60%), serta ayam beku & produk pangan lain.

Perbedaan besar antara tarif bound (komitmen WTO) dan applied membuat India dapat mengubah tarif sewaktu-waktu tanpa konsultasi publik, menciptakan ketidakpastian tinggi bagi eksportir.

India juga menerapkan tarif retaliasi (2019–2023) terhadap 28 produk AS sebelum akhirnya dicabut pada 2023.

Pajak Impor Tambahan dan Sistem Kepabeanan yang Rumit

Sejak 2018, India menambahkan 10% surcharge untuk banyak impor. Tarif dan pajak bisa berubah sewaktu-waktu melalui notifikasi tanpa proses komentar.

Sistem kepabeanan India:

  • sering menolak transaction value dan memakai benchmark price;

  • membutuhkan dokumentasi ganda (digital & fisik);

  • menerapkan inspeksi yang tidak berbasis risiko;

  • memiliki variasi antarwilayah sehingga keputusan di satu kantor bea cukai tidak berlaku di wilayah lain.

Hal ini mengakibatkan biaya transaksi lebih tinggi dan ketidakpastian administratif bagi eksportir.

Non-Tariff Barriers: Larangan, Pembatasan, dan Kuota Impor yang Tak Stabil

India masih melarang beberapa produk (misal tallow hewan), membatasi impor melalui lisensi non-otomatis, dan mengatur beberapa barang hanya lewat monopoli impor pemerintah (misalnya jagung melalui TRQ).

Selain itu:

  • kuota untuk pulses sering berubah tanpa pola jelas,

  • pembatasan boric acid bersifat diskriminatif dan sulit dipenuhi eksportir,

  • persyaratan importasi barang refurbished/used sangat ketat.

Lisensi Impor untuk ICT, Medis, dan Barang Remanufaktur

India membedakan barang baru, secondhand, remanufactured, dan refurbished:

  • barang remanufaktur wajib lisensi,

  • refurbished harus berusia <7 tahun,

  • banyak produk ICT (laptop, tablet, server) kini memerlukan lisensi impor,

  • proses aplikasi panjang, detail teknis berlebihan, dan dapat ditunda tanpa batas waktu.

Pada 2024, India bahkan menghentikan sementara penerbitan izin untuk perangkat medis impor, mengganggu pasokan alat kesehatan.

Quality Control Orders (QCO): Standardisasi Nasional sebagai Hambatan Teknis

Sejak 2019, India mewajibkan BIS (Bureau of Indian Standards) untuk puluhan kategori produk:

  • kimia, elektronik, baterai, tekstil, pangan, medis

  • banyak QCO hanya mengakui uji laboratorium dalam negeri,

  • inspeksi pabrik oleh pejabat India menjadi syarat wajib untuk beberapa komoditas,

  • transisi tidak jelas dan sering diumumkan mendadak.

QCO ini menimbulkan hambatan signifikan karena tidak selalu selaras dengan standar internasional.

Mandatory Domestic Testing untuk Perangkat Telekomunikasi

India mewajibkan pengujian dan sertifikasi domestik untuk 175+ produk telekomunikasi:

  • uji keamanan dan siber harus di India,

  • tidak mengakui hasil uji dari laboratorium internasional,

  • beberapa skema meminta pengungkapan source code dan data internal—isu sensitif bagi industri.

Regulasi CRO (2014, diperluas 2021) serta ComSec 2023 meningkatkan biaya kepatuhan jutaan dolar dan menyebabkan duplikasi pengujian.

SPS: Persyaratan Ketat untuk Pangan, Produk Hewan, dan Pertanian

India menerapkan persyaratan SPS yang sering tidak berbasis risiko, termasuk:

  • standar nol-toleransi untuk beberapa hama tumbuhan,

  • persyaratan fumigasi metil bromida hanya di negara asal (meski suhu tidak memungkinkan),

  • penolakan terhadap cold treatment/hot water treatment untuk kacang dan buah tertentu,

  • pembatasan terhadap produk daging & unggas, termasuk sejarah sengketa WTO terkait AI (avian influenza).

Bioteknologi & GE Products: Proses Sangat Lambat dan Kurang Transparan

Persetujuan bioteknologi oleh GEAC:

  • lambat, politis, dan tidak konsisten,

  • tidak selaras dengan proses berbasis sains negara lain,

  • belum memiliki kerangka jelas untuk produk NGT.

India juga mewajibkan GM-free certificate untuk 24 produk meski banyak produk tersebut tidak memiliki varian GE yang diperdagangkan secara global—hambatan yang tidak berbasis risiko.

Regulasi Produk Pertanian: Sertifikat Baru, Pendaftaran Fasilitas, dan Aturan Khusus Per Komoditas

India meningkatkan persyaratan sertifikasi untuk:

  • susu & produk susu,

  • daging & ikan,

  • produk telur,

  • nutraceutical.

Banyak sertifikat baru memiliki pernyataan ganda dan persyaratan yang tidak terkait keamanan pangan. Selain itu, FSSAI kini mewajibkan registrasi fasilitas asing, menambah lapisan administrasi baru.

Kebijakan Layanan: FDI Terbatas, Dominasi BUMN, dan Pembatasan Distribusi

India membatasi kepemilikan asing dalam:

  • media: radio (49%), surat kabar (26%), media digital berita (26%),

  • retail: multi-brand retail hanya sampai 51% dan tergantung persetujuan tiap negara bagian,

  • insurance: meskipun batas FDI naik ke 100%, banyak safeguard tetap berlaku,

  • perbankan: kepemilikan asing dibatasi dan ekspansi cabang harus disetujui tahunan.

FDI dalam e-commerce model inventory-based tetap dilarang, membuat pemain asing harus beroperasi dalam model marketplace yang dibatasi.

Telekomunikasi, Satelit, dan Digital Trade: Intervensi Tinggi

Beberapa hambatan utama:

Preferensi Satelit Domestik

  • operator DTH wajib membeli kapasitas satelit melalui ISRO (Antrix),

  • penggunaan satelit asing dikenakan biaya tambahan.

Regulasi eSIM

TRAI merekomendasikan agar seluruh perangkat M2M dengan eSIM internasional dipaksa beralih ke operator domestik—berpotensi mengganggu perangkat IoT global.

30% Market Cap untuk Pembayaran Digital

NPCI menetapkan batas pangsa pasar untuk penyedia pembayaran asing di UPI.

Negara Sering Melakukan Internet Shutdown

Penutupan akses internet lokal berdampak pada bisnis digital, keamanan data, dan transaksi.

Data Localization & Data Privacy: Kerangka Baru yang Ketat

Digital Personal Data Protection Act (DPDPA) 2023 dan draft aturan 2025:

  • memungkinkan pembatasan transfer lintas negara,

  • mewajibkan penyimpanan data domestik untuk beberapa kategori,

  • mewajibkan pemberian akses data ke pemerintah,

  • berpotensi menciptakan regulasi sektoral tambahan.

Ini menambah biaya kepatuhan bagi perusahaan global yang menggunakan arsitektur cloud internasional.

Subsidi Pertanian: MSP dan Dukungan Besar-Besaran

India menawarkan subsidi luas:

  • kredit, asuransi, benih, listrik, bahan bakar, dan input lain,

  • Minimum Support Price (MSP) untuk 25 komoditas,

  • stok publik besar yang memengaruhi keputusan tanam dan perdagangan.

India telah melampaui batas subsidi WTO untuk beras selama empat tahun berturut-turut, namun mengklaim perlindungan melalui Public Stockholding exemption.

Subsidi besar ini menciptakan distorsi harga domestik dan mengurangi permintaan impor, sekaligus meningkatkan daya saing ekspor produk tertentu.

Transparansi Regulasi: Salah Satu Tantangan Terbesar

Dokumen menyimpulkan bahwa salah satu hambatan utama India adalah minimnya transparansi:

  • rancangan regulasi sering diumumkan tanpa masa komentar,

  • notifikasi ke WTO tidak konsisten,

  • aturan baru diberlakukan mendadak,

  • konsultasi publik terbatas atau tidak ada.

Hal ini membuat kepatuhan menjadi tantangan besar bagi eksportir dan investor asing.

Penutup

Struktur kebijakan India menunjukkan pendekatan proteksionis yang berlapis: tarif tinggi, lisensi impor yang ketat, standardisasi nasional, persyaratan SPS dan bioteknologi yang tidak selaras dengan standar global, serta regulasi digital yang semakin mengarah pada isolasi data dan preferensi domestik. Dengan dinamika ini, akses pasar India memerlukan strategi kepatuhan yang disiplin, adaptasi cepat terhadap perubahan regulasi, dan pemantauan berkelanjutan terhadap kebijakan pemerintah pusat maupun negara bagian.

 

Daftar Pustaka

Office of the United States Trade Representative. 2025 National Trade Estimate Report on Foreign Trade Barriers – India Section.