Hambatan Perdagangan di Tiongkok 2025: Arsitektur Proteksionisme Modern, Intervensi Negara, dan Tantangan Sistemik bagi Pelaku Usaha Global

Dipublikasikan oleh Guard Ganesia Wahyuwidayat

01 Desember 2025, 22.07

Tiongkok telah menjadi pusat gravitasi baru dalam ekonomi dunia, namun posisinya sebagai pusat manufaktur global bersanding dengan kebijakan pasar domestik yang sangat tertutup, regulasi yang bergerak cepat, serta kerangka hukum yang memberi pemerintah ruang kontrol luas terhadap aktivitas ekonomi. Laporan 2025 National Trade Estimate menunjukkan bahwa hambatan perdagangan Tiongkok tidak lagi bersifat tradisional—melainkan berupa jaringan kebijakan industri, pembatasan data, dan dominasi SOE yang membentuk tantangan struktural bagi Amerika Serikat dan perusahaan global.

Dalam konteks geopolitik dan ekonomi yang semakin sensitif, AS dan banyak negara lain menilai bahwa Tiongkok menggunakan strategi pembangunan negara terpusat untuk memperluas kapasitas industri, mengamankan teknologi strategis, dan memanfaatkan pasar domestik besar untuk mengatur akses vendor asing. Akibatnya, hambatan perdagangan Tiongkok tidak hanya memengaruhi hubungan bilateral AS–Tiongkok, tetapi juga memengaruhi struktur kompetisi global.

1. Kebijakan Industri sebagai Fondasi Proteksionisme Modern

Tidak ada negara besar lain yang mengintegrasikan perencanaan industri sedalam Tiongkok. Melalui 14th Five-Year Plan, Blueprint Made in China 2025, dan ratusan rencana sektoral tingkat provinsi, Tiongkok mengarahkan perkembangan industrial melalui:

• Subsidi terselubung dan terbuka

  • Kredit berbunga rendah dari bank negara,

  • Tanah industri dengan sewa minimal atau gratis,

  • Hibah R&D bagi perusahaan tertentu,

  • Pembebasan tarif untuk impor peralatan bagi perusahaan favorit,

  • Subsidi ekspor tidak langsung melalui rebat VAT.

Subsidi besar-besaran ini menyebabkan kapasitas berlebih di sektor strategis seperti EV, baterai lithium, solar panel, baja, dan industri kimia.

• Industrial guidance funds

Puluhan dana yang dikelola pemerintah daerah dan pusat berfungsi layaknya private equity, tetapi dengan mandat industrial:

  • berinvestasi di AI, robotika, farmasi, energi baru,

  • memaksa alih teknologi dari perusahaan asing melalui persyaratan investasi,

  • mendukung ekspansi agresif perusahaan lokal ke luar negeri.

• Instrumen regulasi untuk memaksa penggunaan teknologi lokal

Melalui istilah seperti secure and controllable, Tiongkok menciptakan standar keamanan yang secara efektif:

  • menolak teknologi asing,

  • mendorong adopsi chip, sistem operasi, dan server buatan domestik,

  • memberi ruang SOE untuk mendominasi tender publik.

Dalam praktiknya, kebijakan industri menjadi alat kontrol dan proteksi sekaligus pendorong ekspor yang mengganggu keseimbangan pasar internasional.

2. Transfer Teknologi Paksa: Mekanisme Baru yang Lebih Terselubung

Walaupun aturan resmi menyatakan bahwa transfer teknologi “sukarela”, praktik lapangan sangat berbeda.

• Joint Venture sebagai syarat akses pasar

Sektor-sektor seperti otomotif energi baru, perangkat medis tertentu, dan telekomunikasi masih sering mengharuskan:

  • pembentukan JV dengan SOE,

  • transfer IP tertentu untuk memperoleh lisensi,

  • pembagian R&D secara tidak seimbang.

• Review keamanan siber

Proses ini menjadi jalur baru transfer teknologi paksa:

  • regulator meminta skema kode, arsitektur software, dan audit sistem,

  • perusahaan asing harus membuka detail paling sensitif untuk diverifikasi,

  • beberapa alat dan jaringan asing dianggap “tidak aman” tanpa penjelasan teknis yang dapat diverifikasi.

• Localisation requirements

Perusahaan teknologi asing sering menemukan bahwa:

  • hanya produk yang dikembangkan “secara lokal” yang mendapat izin,

  • sistem harus menggunakan algoritma, chip, atau modul domestik.

Mekanisme modern transfer teknologi paksa lebih berbasis regulasi teknis daripada instruksi langsung, sehingga lebih sulit untuk dibantah oleh negara lain melalui kerangka WTO.

3. Hambatan Tarif, TRQ, dan Perlakuan Pajak yang Menguntungkan SOE

• TRQ yang tidak transparan

Untuk komoditas tertentu (gandum, jagung, beras), Tiongkok menggunakan TRQ yang seolah-olah terbuka tetapi dalam praktik menguntungkan SOE besar seperti COFCO.

Masalah umum meliputi:

  • alokasi yang tidak jelas,

  • sebagian kuota diberikan kepada perusahaan yang tidak beroperasi aktif,

  • importir swasta kesulitan mendapatkan akses TRQ.

• VAT discrimination

Dalam beberapa sektor, produk domestik:

  • mendapat rebat VAT untuk ekspor,

  • sementara produk asing tidak mendapat rebat yang sama,

  • menciptakan distorsi biaya signifikan.

• Retaliatory tariffs terhadap AS

Beberapa produk pertanian AS menghadapi tarif tambahan yang belum dicabut, sekaligus menjadi alat politik perdagangan.

4. SPS dan TBT: Hambatan yang Dipertahankan melalui Kompleksitas Administratif

Mengimpor produk pangan ke Tiongkok adalah proses panjang yang melibatkan:

• Registrasi fasilitas (Decree 248)

Fasilitas pengolahan pangan luar negeri harus terdaftar secara spesifik untuk produk tertentu. Setiap perubahan formula, desain label, atau fasilitas membutuhkan:

  • pendaftaran ulang,

  • verifikasi dokumen tambahan,

  • potensi inspeksi.

• Labeling rigid

Kesalahan kecil dalam label, seperti ukuran font, warna, atau informasi nutrisi, dapat menyebabkan penahanan barang.

• Meat & poultry restrictions

Larangan regional berdasarkan outbreak flu burung diterapkan:

  • secara tidak proporsional terhadap Amerika Serikat,

  • bahkan ketika standar internasional (OIE) mengizinkan pembukaan kembali pasar.

• Ag biotech approvals sangat lambat

AS menilai proses ini sebagai hambatan non-tarif paling kronis:

  • waktu approval dapat 5–7 tahun,

  • tumpukan aplikasi tidak diselesaikan,

  • keputusan sering dikaitkan dengan dinamika politik.

5. Kekayaan Intelektual: Enforcement Lemah meski Kerangka Hukum Modern

Tiongkok telah memperbarui hukum paten, merek, dan hak cipta, tetapi implementasi masih tertinggal.

• Online piracy tetap masif

  • IPTV ilegal,

  • situs streaming bajakan,

  • aplikasi mobile dengan konten curian.

• Notorious markets fisik

Pasar terkenal masih menjual tas, pakaian, kosmetik, dan perangkat palsu secara terang-terangan.

• Bad faith trademarking

Perusahaan asing sering menemukan merek mereka didaftarkan oleh pihak lokal jauh sebelum memasuki pasar Tiongkok.

• Trade secret enforcement sulit

  • akses bukti (discovery) sangat terbatas,

  • kerugian sulit dihitung,

  • hukuman tidak memberikan efek jera.

6. Hambatan Layanan: Kontrol Ketat atas Sektor Berteknologi Tinggi dan Ekonomi Digital

• Cloud computing

Perusahaan asing tidak dapat mengoperasikan layanan cloud mandiri:

  • harus bermitra dengan penyedia lokal,

  • kontrol penuh berada pada mitra Tiongkok,

  • transfer data harus menggunakan infrastruktur lokal.

• Audiovisual

Konten asing menghadapi:

  • kuota pemutaran,

  • persetujuan sensor yang lambat,

  • larangan platform tertentu.

• Logistik dan ekspres

China Post tetap dominan:

  • perusahaan asing dibatasi untuk layanan tertentu,

  • lisensi tidak mudah diperoleh,

  • wilayah operasional dapat dibatasi.

• Keuangan

Meski liberalisasi diumumkan, hambatan tetap terlihat:

  • izin produk baru lambat,

  • persyaratan data localization tinggi,

  • kewajiban pelaporan ekstensif kepada regulator.

7. Regulasi Data dan Keamanan Siber: Hambatan Paling Berat Era Modern

Regulasi digital Tiongkok adalah salah satu hambatan paling signifikan.

• Data Security Law (DSL)

Menentukan kategori data “penting” atau “inti”, namun definisinya samar.

• Personal Information Protection Law (PIPL)

Transfer data keluar negeri membutuhkan:

  • security assessment pemerintah,

  • model contract resmi, atau

  • sertifikasi yang belum sepenuhnya tersedia.

• Cybersecurity reviews

Perusahaan asing yang bergerak di:

  • cloud,

  • fintech,

  • kendaraan terhubung,

  • telekomunikasi,

sering diminta menyerahkan informasi sensitif, menciptakan risiko keamanan komersial dan pelanggaran IP.

• Fragmentasi data

Beberapa perusahaan global harus mengelola dua sistem data terpisah:

  • satu untuk operasi Tiongkok,

  • satu untuk global.

Fragmentasi ini meningkatkan biaya, mengubah model bisnis, dan menghambat integrasi sistem.

8. Pengadaan Pemerintah: “Buy China” yang Semakin Formal dan Sistemik

Tiongkok belum bergabung dengan GPA WTO dan mempraktikkan:

  • persyaratan penggunaan teknologi domestik,

  • standar teknis khusus Tiongkok,

  • penolakan tidak langsung terhadap vendor asing dengan alasan keamanan.

Dalam sektor seperti:

  • AI,

  • cloud,

  • jaringan 5G,

  • pertahanan sipil,

  • pendidikan publik,

pemasok asing hampir tidak punya akses.

9. SOE sebagai Aktor Dominan: Distorsi Kompetitif yang Tidak Terhindarkan

SOE memegang peran di hampir seluruh sektor kritikal. Mereka mendapatkan:

  • bailout ketika rugi,

  • kredit murah,

  • proyek pemerintah secara prioritas,

  • perlindungan dari kompetisi asing.

Dengan skala ekonomi sebesar Tiongkok, dominasi SOE menciptakan distorsi yang efeknya menyebar ke seluruh rantai pasok global.

Kesimpulan: Tiongkok sebagai Pasar Besar dengan Hambatan Struktural Paling Kompleks di Dunia

Akses pasar Tiongkok bukan hanya persoalan aturan, melainkan persoalan struktur. Hambatan modern Tiongkok berasal dari:

  • kebijakan industri yang agresif,

  • kontrol negara dalam ekonomi,

  • standar data yang ketat dan tidak pasti,

  • penegakan hukum non-transparan,

  • dan dinamika politik luar negeri.

Bagi pelaku usaha global, Tiongkok tetap pasar besar, tetapi dengan risiko regulasi, politik, dan kepatuhan yang memerlukan strategi khusus serta kesiapan menghadapi perubahan mendadak.

 

Daftar Pustaka

2025 National Trade Estimate Report on Foreign Trade Barriers – China Section.