Hambatan Perdagangan di Pantai Gading 2025: Tarif Tinggi, Prosedur Impor Rumit, dan Regulasi Tidak Transparan yang Membatasi Akses Pasar

Dipublikasikan oleh Guard Ganesia Wahyuwidayat

02 Desember 2025, 19.39

Pantai Gading merupakan pusat ekonomi Francophone Africa Barat dan pemain kunci dalam ECOWAS. Negara ini memiliki potensi besar bagi importir internasional berkat stabilitas politik relatif dan kedudukannya sebagai hub komersial regional. Namun laporan 2025 National Trade Estimate menegaskan bahwa hambatan perdagangan tetap signifikan—mulai dari tarif yang tinggi, larangan impor di berbagai sektor, proses pemeriksaan pra-pengapalan yang mahal, hingga rendahnya transparansi regulasi teknis dan SPS. Hambatan-hambatan tersebut membuat biaya bisnis di Pantai Gading lebih tinggi dibandingkan negara-negara Afrika Barat lainnya.

Struktur Tarif Tinggi dan Kompleks: Kombinasi Pungutan yang Meningkatkan Total landed cost

Sebagai bagian dari ECOWAS Common External Tariff (CET), Pantai Gading menerapkan struktur tarif lima level yang relatif sederhana di atas kertas. Namun implementasi lokal menambah biaya besar bagi importir.

Tarif rata-rata yang tinggi:

  • tarif MFN rata-rata 12,1%,

  • produk pertanian memiliki tarif lebih tinggi (15,8%),

  • banyak barang konsumsi mencapai 20–35%.

Pungutan tambahan non-tarif yang signifikan

Selain tarif dasar, importir menghadapi berbagai pungutan, seperti:

  • 1.000 CFA/kg untuk unggas beku,

  • levy ECOWAS 1%,

  • pajak statistika 1%,

  • pajak solidaritas 0,8%,

  • tarif 2,5% untuk barang dari luar WAEMU,

  • pajak impor khusus 15% untuk peralatan listrik tertentu.

Kombinasi tarif + pajak + levy ini membuat biaya masuk (landed cost) jauh lebih tinggi daripada tarif nominal yang tertera.

Larangan Impor dan Kuota yang Melindungi Industri Lokal

Pantai Gading mempertahankan larangan impor pada berbagai komoditas sebagai bentuk proteksi terhadap industri domestik.

Larangan utama mencakup:

  • gula (dengan pengecualian hanya untuk dua produsen lokal),

  • tepung gandum tanpa fortifikasi,

  • produk hewani tertentu,

  • peralatan destilasi,

  • pembatasan usia kendaraan bekas (maksimal 5 tahun),

  • pembatasan benih, plastik, dan produk agrikultur tertentu.

Larangan gula adalah contoh paling mencolok di mana kebijakan digunakan bukan karena keamanan pangan, tetapi demi melindungi produsen lokal.

Minimum Import Prices: Proteksi Harga yang Meningkatkan Biaya Barang Asing

Pantai Gading menggunakan harga minimum impor untuk berbagai produk, seperti:

  • minyak goreng,

  • gula,

  • pasta tomat,

  • susu bubuk,

  • alkohol tertentu,

  • pakaian bekas,

  • beras pecah.

Harga minimum sering kali ditetapkan lebih tinggi daripada harga pasar dunia sehingga:

  • menaikkan biaya barang impor,

  • menjaga harga produk lokal tetap kompetitif,

  • menurunkan volume impor secara tidak langsung.

Pemeriksaan Pra-Pengapalan (PSI): Biaya Tambahan tanpa Pengurangan Waktu Impor

Semua barang >1 juta CFA wajib melalui pre-shipment inspection oleh salah satu perusahaan kontraktor (COTECNA, SGS, BIVAC, atau Intertek). Hambatan dari PSI:

  • biaya tambahan inspeksi dan sertifikasi,

  • tidak mengurangi pemeriksaan di pelabuhan (double inspection),

  • meningkatkan waktu tunggu impor,

  • menambah ketidakpastian logistik.

Selain itu, scan kontainer diwajibkan untuk hampir semua jenis barang, yang semakin memperlambat proses.

Regulasi Teknis dan SPS: Minim Transparansi dan Minim Notifikasi ke WTO

Salah satu kelemahan besar Pantai Gading adalah rendahnya transparansi regulasi teknis dan SPS.

Tantangan utama:

  • banyak regulasi dikeluarkan tanpa notifikasi WTO,

  • masa transisi sering tidak diberikan,

  • aturan diterapkan berbeda antar lembaga,

  • standar berbasis risiko kurang digunakan.

Pelaku usaha sering menghadapi perubahan aturan tiba-tiba, misalnya pada:

  • standar pangan,

  • persyaratan labeling,

  • izin fitosanitari,

  • izin untuk produk olahan tertentu.

Ini menciptakan risiko tinggi bagi eksportir, terutama di sektor pangan dan kosmetik.

Pengadaan Pemerintah: Sistem Terbuka Secara Formal, tetapi Praktik Masih Tertutup

Secara hukum, pengadaan pemerintah Pantai Gading:

  • mewajibkan tender terbuka,

  • mengatur kualifikasi vendor,

  • menggunakan e-procurement untuk sebagian proses.

Namun dalam praktiknya:

  • tender sering diberikan melalui sole sourcing,

  • proses evaluasi kurang transparan,

  • BUMN dan perusahaan dekat pemerintah memiliki keunggulan,

  • laporan audit tidak selalu dipublikasikan.

Reformasi 2019 mencoba mengatasi ini, tetapi implementasinya masih tidak merata.

Kekayaan Intelektual: Penegakan Terbatas dan Peredaran Barang Palsu yang Luas

Walaupun Pantai Gading memiliki hukum IP modern, penegakan masih lemah.

Permasalahan utama:

  • barang palsu (pakaian, kosmetik, elektronik) beredar luas,

  • batas-batas negara sangat porous,

  • CNLC (komite antipemalsuan) aktif tetapi kurang transparan,

  • penegak hukum kekurangan anggaran dan pelatihan,

  • proses birokrasi lambat untuk pemusnahan barang palsu.

Kurangnya keterlibatan bea cukai dalam operasi mandiri (ex officio) menambah tantangan dalam mencegah masuknya barang bajakan.

Lingkungan Investasi: Batas Kepemilikan dan Masalah Korupsi

Beberapa sektor strategis membatasi kepemilikan asing, termasuk:

  • jasa hukum dan akuntansi,

  • layanan kesehatan,

  • petroleum dan gas,

  • agen perjalanan dan turisme tertentu.

Investor juga menghadapi risiko:

  • permintaan pembayaran informal,

  • lambatnya penyelesaian sengketa,

  • ketidakpastian terkait hak atas tanah (terutama karena sistem hukum yang menggabungkan hukum modern dan adat).

Korupsi tetap menjadi hambatan serius yang memengaruhi keputusan investasi.

Kesimpulan: Potensi Pasar Besar, tetapi Hambatan Struktural Masih Signifikan

Pantai Gading menawarkan peluang besar di Afrika Barat, tetapi lingkungan perdagangannya masih penuh tantangan:

  • tarif tinggi dan pungutan tambahan,

  • larangan impor di berbagai sektor,

  • harga minimum impor,

  • pemeriksaan pra-pengapalan yang mahal,

  • regulasi teknis dan SPS yang tidak transparan,

  • penegakan IP yang lemah,

  • dan korupsi di berbagai tahapan bisnis.

Bagi eksportir dan investor asing, Pantai Gading adalah pasar yang menjanjikan tetapi membutuhkan strategi mitigasi risiko yang matang serta pemahaman mendalam tentang dinamika regulasi lokal.

 

Daftar Pustaka

2025 National Trade Estimate Report on Foreign Trade Barriers – Côte d’Ivoire Section.