Ghana merupakan salah satu ekonomi paling dinamis di Afrika Barat, sekaligus anggota penting ECOWAS yang mempengaruhi arsitektur perdagangan kawasan. Namun di tengah upaya konsolidasi fiskal dan pemulihan ekonomi pascakrisis, negara ini menerapkan serangkaian kebijakan tarif, non-tarif, serta pembatasan investasi yang berdampak langsung pada pelaku usaha global. Tahun 2025 menunjukkan bagaimana Ghana berupaya menyeimbangkan tekanan domestik dan komitmen integrasi regional, tetapi sering kali menghasilkan lingkungan perdagangan yang tidak sepenuhnya dapat diprediksi.
Kebijakan Tarif: Struktur CET ECOWAS dengan Deviation Praktis
Ghana menerapkan tarif berdasarkan ECOWAS Common External Tariff (CET), terdiri dari lima kelompok:
-
0% untuk barang sosial esensial seperti obat-obatan.
-
5% untuk komoditas penting, bahan baku, dan barang modal.
-
10% untuk barang intermediate.
-
20% untuk barang konsumsi.
-
35% untuk barang yang pemerintah ingin lindungi secara khusus.
Walaupun harmonisasi penuh seharusnya berlaku sejak 2020, beberapa negara anggota termasuk Ghana masih menerapkan penyimpangan pada praktiknya. Tarif kendaraan justru meningkat melalui Customs (Amendment) Act 2020, yang menaikkan tarif menjadi 35% untuk mobil penumpang, SUV, dan kendaraan komersial ringan.
Selain tarif, Ghana menumpuk beban impor melalui struktur pajak yang luas: PPN 15%, berbagai levy kesehatan dan pendidikan, levy ekspor-impor 0,75%, levy khusus 2%, serta levy 2% yang baru diberlakukan melalui Ghana Shippers’ Authority Bill 2024.
Kombinasi ini menjadikan biaya masuk barang ke Ghana jauh lebih tinggi dibanding tarif nominalnya.
Hambatan Non-Tarif: Kuota, Pembatasan Impor, dan Ketidakpastian Regulatif
Sejumlah pembatasan impor telah diterapkan selama beberapa tahun terakhir, termasuk:
-
Larangan impor tilapia sejak 2014.
-
Pembatasan ketat untuk impor jagung dan unggas, dengan perizinan yang diterbitkan secara ad hoc dan proses yang tidak transparan.
-
Larangan impor kendaraan berusia lebih dari 10 tahun, meski implementasinya tertunda.
-
Larangan impor excavator untuk menekan aktivitas pertambangan ilegal.
Pada 2023, Ghana juga mengusulkan sebuah sistem izin impor baru untuk 24 kategori produk termasuk beras, unggas, otomotif, besi baja, dan tekstil. Sistem ini akan berfungsi sebagai mekanisme kuota yang membatasi jumlah importir. Hingga akhir 2024, mekanisme ini belum diberlakukan, namun ketidakpastian mengenai implementasinya telah memengaruhi perencanaan bisnis.
Restriksi Devisa
Sejak 2021, Ghana membatasi dukungan devisa untuk impor barang “non-esensial”—termasuk beras, unggas, minyak nabati, pasta, dan jus buah. Kebijakan ini berdampak signifikan pada perdagangan, tercermin dari penurunan tajam impor produk-produk tersebut dari AS pada 2023.
Hambatan Kepabeanan dan Fasilitasi Perdagangan
Walaupun Ghana telah mengadopsi risk management approach, 60–80% barang impor tetap mengalami pemeriksaan fisik. Persentase ini jauh dari target 10% untuk produk pertanian. Pelaku usaha mengeluhkan:
-
proses clearance yang panjang,
-
konsistensi penegakan aturan yang rendah,
-
praktik korupsi di pelabuhan,
-
serta biaya demurrage tinggi akibat keterlambatan.
Valuasi bea cukai juga sering menggunakan benchmark value alih-alih transaction value, meskipun hal tersebut bertentangan dengan ketentuan WTO. Sistem benchmarking secara sistemik menaikkan nilai pabean serta meningkatkan beban pajak dan tarif.
Hambatan Teknis dan SPS: EasyPASS, Labeling Ketat, dan Standar Kendaraan
EasyPASS Program
Barang yang dianggap high risk goods (HRG) harus melalui proses praverifikasi oleh Bureau Veritas atau Intertek. Sistem ini menambah biaya langsung (0,35–0,50% dari FOB) serta biaya pendaftaran tahunan ke Ghana Standards Authority.
Klasifikasi HRG juga dianggap tidak transparan dan tidak konsisten.
Ghana mewajibkan:
-
label kedaluwarsa yang sesuai regulasi,
-
dua pertiga masa simpan masih tersisa saat masuk pelabuhan.
Produk yang tidak memenuhi syarat harus diekspor kembali atau dimusnahkan.
Sejak 2019, Ghana memberlakukan standar UNECE, kemudian mengakomodasi sertifikasi FMVSS (AS) setelah advokasi. Namun persyaratan untuk kendaraan bekas yang berlaku sejak 2022 belum disertai daftar lembaga akreditasi, menciptakan ketidakpastian operasional.
SPS
Ghana melarang impor daging dengan kadar lemak di atas batas tertentu, seperti 15% untuk unggas dan 25% untuk daging sapi, babi, dan domba. Regulasi ini dinilai tidak berbasis risiko.
Pengadaan Pemerintah: Preferensi Lokal dan Akses Pasar yang Terbatas
Pengadaan pemerintah sering menggunakan sole-source contracting, dengan margin preferensi 7,5–20% bagi produk lokal. Kendati undang-undang pengadaan ada, pelaku usaha melaporkan:
-
transparansi rendah,
-
ketergantungan pada pembiayaan pemerintah asing,
-
serta kasus korupsi dalam tender.
Ghana bukan anggota GPA WTO, sehingga akses bagi perusahaan internasional semakin terbatas.
Perlindungan Kekayaan Intelektual: Reformasi Ada, Penegakan Lemah
Walaupun Ghana telah meratifikasi beberapa perjanjian IP baru, penegakan di lapangan masih lemah. Penjualan barang palsu tetap masif, dan proses persidangan kasus pelanggaran sering mengalami penundaan. Perusahaan fintech dan startup digital menyebut risiko pencurian IP sebagai hambatan signifikan dalam berkembang di Ghana.
Hambatan Investasi: Pembatasan Sektor Kunci dan Tantangan Kepastian Kontrak
Beberapa sektor utama—telekomunikasi, perbankan, perikanan, minyak dan gas, real estat—tetap dibatasi untuk investor asing. Tantangan besar lainnya adalah:
-
perubahan sepihak syarat kontrak,
-
renegosiasi paksa dengan BUMN,
-
dan tunggakan pembayaran bernilai ratusan juta dolar terhadap perusahaan AS.
Pertambangan
Non-Ghanaians tidak dapat memperoleh lisensi tambang kecil (<25 acre). Lisensi mineral industri hanya bisa diajukan untuk proyek senilai > $10 juta. Pemerintah secara otomatis mengambil 10% kepemilikan tanpa biaya.
- Minyak dan Gas
Ghana National Petroleum Corporation (GNPC) memiliki min. 15% kepemilikan di setiap proyek eksplorasi. Perusahaan harus menggandeng firma lokal minimal 5%, yang tidak dapat dipindahkan kepemilikannya kepada pihak asing.
Di samping itu:
-
semua kontrak di atas $100.000 membutuhkan persetujuan Menteri Energi,
-
syarat local content dinilai berlebihan oleh investor internasional,
-
biaya registrasi tahunan bagi penyedia jasa asing berkisar $70.000–$150.000, jauh di atas tarif lokal.
Hambatan Tambahan: Regulasi Logistik Baru dan Larangan Ekspor
Undang-undang Ghana Shippers’ Authority (2024) memberi wewenang kepada otoritas untuk mengatur penyedia jasa pelayaran dan menetapkan biaya mereka. Kebijakan ini menambah lapisan regulasi baru dalam sektor logistik.
Ghana juga masih mempertahankan larangan ekspor besi tua sejak 2013, yang berdampak pada industri daur ulang dan perdagangan regional.
Penutup: Pasar Potensial dengan Risiko Kebijakan yang Tinggi
Ghana memiliki potensi ekonomi yang kuat, terutama dalam sektor agrikultur, energi, dan manufaktur. Namun hambatan perdagangan yang berlapis—dari pembatasan devisa hingga tarif kendaraan, dari HRG requirements hingga preferensi lokal dalam tender—menciptakan lanskap yang menuntut perencanaan matang bagi pelaku usaha global.
Keberhasilan memasuki pasar Ghana pada 2025 bergantung pada kemampuan perusahaan memahami dinamika kebijakan yang fluktuatif, serta kesiapan menghadapi risiko regulasi yang lebih tinggi dibanding banyak negara lain di kawasan Afrika Barat.
Daftar Pustaka
Office of the United States Trade Representative, 2025 National Trade Estimate Report on Foreign Trade Barriers – Ghana Section.