Hambatan Perdagangan di Ethiopia 2025: Transisi Ekonomi, Restrukturisasi Regulasi, dan Konsekuensinya bagi Pelaku Usaha Global

Dipublikasikan oleh Guard Ganesia Wahyuwidayat

02 Desember 2025, 20.27

Ethiopia merupakan salah satu negara Afrika dengan laju pembangunan tercepat dalam satu dekade terakhir. Namun, evolusi ini berlangsung di tengah tekanan struktural yang kompleks: liberalisasi ekonomi yang masih bertahap, dominasi BUMN, serta pembatasan investasi asing yang belum sepenuhnya longgar. Tahun 2025 menempatkan Ethiopia pada titik kritis—negara ini berupaya mendorong industrialisasi, mengakselerasi integrasi dengan pasar global, dan mengejar target aksesi WTO, namun tetap mempertahankan berbagai hambatan perdagangan yang substansial.

Kebijakan Tarif: Kombinasi Liberalisasi Terarah dan Proteksi Struktural

Ethiopia memiliki tarif MFN rata-rata 15,6 persen—lebih tinggi dibandingkan banyak negara berkembang lain di kawasan. Tarif untuk produk pertanian mencapai 20,5 persen, menunjukkan proteksi kuat terhadap basis agrikultur domestik.

Pada 2021, pemerintah secara selektif menurunkan tarif dan pajak impor untuk komoditas pangan esensial seperti gandum, minyak goreng, beras, dan gula sebagai respons terhadap inflasi. Penyesuaian tambahan dilakukan untuk bahan baku, barang modal, serta intermediate goods guna memperkuat sektor manufaktur. Namun sebagai negara yang belum menjadi anggota WTO, Ethiopia tidak memiliki bound tariff rates, sehingga fleksibilitas penyesuaian tarif tetap sangat tinggi—menambah ketidakpastian bagi pelaku usaha.

Hambatan Non-Tarif: Pelarangan Impor, Lisensi Terpusat, dan Dinamika Kebijakan Kepabeanan

  • Pelarangan dan Pembatasan Impor

Beberapa barang dilarang masuk sepenuhnya, termasuk pakaian bekas dan alat kesehatan bekas. Pada 2024, pemerintah melonggarkan sebagian dari 38 kategori produk yang sebelumnya dilarang, tetapi tetap mempertahankan larangan penting seperti kendaraan bermesin pembakaran internal (ICE), baik baru maupun bekas—sebuah kebijakan yang mendorong peralihan ke kendaraan listrik namun merestriksi pasar otomotif secara drastis.

  • Lisensi dan Registrasi

Sejak 2023, otoritas lisensi impor dikonsolidasikan ke pemerintah pusat melalui sistem daring. Namun keterbatasan infrastruktur internet di wilayah tertentu membuat implementasinya tidak konsisten. Importir tetap wajib memiliki nomor registrasi impor sebelum barang masuk, menambah satu lapisan administratif dalam rantai kepatuhan.

  • Kepabeanan

Perusahaan mengeluhkan perubahan mendadak pada regulasi bea cukai tanpa pemberitahuan terlebih dahulu. Proses ini menimbulkan biaya tinggi karena barang dapat tertahan di pelabuhan hingga persyaratan baru dipenuhi.

Hambatan SPS: Standar Ketat, Larangan GMO, dan Protokol Hewan yang Kompleks

Ethiopia tengah berupaya menyesuaikan standar SPS dengan blok-blok ekonomi regional Afrika. Namun, hambatan signifikan tetap hadir:

  • Proses registrasi produk pangan terolah, benih, pupuk, dan produk perlindungan tanaman masih sangat rumit.

  • Larangan ketat terhadap produk yang mengandung GMO diberlakukan untuk pakan ternak, benih, susu bayi, dan produk hewani tertentu.

  • Protokol impor sapi hidup mewajibkan vaksinasi tertentu dan uji diagnostik berlapis untuk penyakit IBR, yang tidak sejalan dengan panduan WOAH.

Kombinasi persyaratan ini menimbulkan beban kepatuhan yang tinggi dan memperlambat akses pasar bagi eksportir internasional.

Pengadaan Pemerintah: Reformasi Digital dengan Tantangan Transparansi

Walaupun sejumlah tender pemerintah terbuka bagi peserta asing, proses pengadaan masih menghadapi hambatan besar:

  • prosedur yang tidak seragam,

  • pembatalan tender berulang,

  • kurangnya kemampuan teknis pejabat pengadaan,

  • keterbatasan akses informasi,

  • serta kasus korupsi yang masih tinggi.

Sejak 2024, hampir 170 lembaga federal mulai mengadopsi pengadaan elektronik untuk meningkatkan transparansi. Namun infrastruktur teknologi yang terbatas memperlambat implementasi sistem baru ini.

Perlindungan Kekayaan Intelektual: Rezim yang Terfragmentasi

Ethiopia belum bergabung dengan sebagian besar perjanjian internasional terkait hak cipta, paten, dan internet rights. Reformasi menuju aksesi Paris Convention dan Madrid Protocol sedang berjalan, tetapi penegakan tetap lemah. Penjualan barang palsu, penyalahgunaan merek, serta pembajakan konten digital masih umum terjadi, terutama karena koordinasi antar lembaga penegak hukum masih rendah.

Sektor Jasa: Akses Terbatas Terutama dalam Layanan Keuangan

Pada 2024, Ethiopia mengesahkan undang-undang yang membuka pintu bagi bank asing untuk masuk ke pasar domestik. Meski demikian, sejumlah batasan tetap berlaku:

  • kepemilikan gabungan asing maksimal 49 persen,

  • kewajiban memiliki warga Ethiopia di dewan direksi,

  • pembatasan kursi dewan untuk orang asing.

Tantangan dalam pembiayaan perdagangan tetap tinggi karena seluruh transaksi wajib melalui bank Ethiopia. Beberapa investor asing juga menghadapi perselisihan panjang terkait denominasi kontrak dalam dolar AS.

Hambatan Investasi: Sektor Tertutup dan Dominasi BUMN

Walaupun hukum investasi 2020 membuka beberapa sektor, banyak industri strategis—perbankan, asuransi, listrik, dan perdagangan grosir—tetap tertutup bagi investor asing. Investasi asing di sektor transportasi, logistik, dan media hanya dapat dilakukan melalui joint venture dengan posisi minoritas.

Perusahaan milik negara (SOE) tetap mendominasi sektor energi, telekomunikasi, logistik, dan perbankan. Keberadaan SOE menciptakan ketidakseimbangan kompetitif, terutama karena mereka menikmati akses cepat ke pembiayaan, devisa, tanah, dan tender pemerintah.

Rencana privatisasi besar-besaran—termasuk penjualan delapan pabrik gula dan 45 persen saham Ethio Telecom—hingga kini belum menarik minat signifikan dari investor internasional.

Hambatan Lain: Korupsi, Penegakan Kode Komersial, dan Krisis Devisa

  • Korupsi

Praktik suap dalam perpajakan, lisensi tanah, dan bea cukai masih dilaporkan secara luas. Pemerintah telah membentuk Komite Antikorupsi, namun tantangan sistemik masih besar.

  • Penegakan Kode Komersial

Reformasi kode komersial 2021 ditujukan untuk memodernisasi sistem bisnis, tetapi implementasinya tidak merata antar lembaga.

  • Krisis Devisa

Keterbatasan akses valuta asing menjadi salah satu hambatan terbesar bagi importir dan investor. Meskipun Ethiopia beralih ke sistem nilai tukar mengambang pada 2024, kelangkaan devisa tetap terjadi. Perusahaan asing mengalami kesulitan untuk:

  • mengimpor bahan baku,

  • membayar kewajiban luar negeri,

  • serta melakukan repatriasi keuntungan.

Kebijakan foreign exchange retention yang membagi hasil devisa 50–50 antara eksportir dan bank komersial menciptakan tantangan tambahan. Mekanisme franco valuta, yang memungkinkan impor menggunakan devisa pribadi, kini diperluas tetapi tetap mengecualikan kendaraan bermesin bahan bakar dan peralatan keamanan.

Penutup: Peluang Besar dalam Lingkungan Regulasi yang Menuntut

Ethiopia menawarkan pasar besar dengan potensi pertumbuhan industri yang signifikan. Namun struktur hambatan perdagangannya—mulai dari larangan impor kendaraan konvensional, standar SPS yang ketat, hingga tantangan devisa—mewajibkan pelaku usaha global untuk memiliki strategi yang matang, fleksibel, dan berbasis pemahaman regulasi yang kuat.

Negara ini berada dalam fase transisi menuju ekonomi yang lebih terbuka, tetapi kecepatan reformasi dan konsistensi implementasi masih akan menentukan seberapa jauh peluang tersebut dapat benar-benar dimanfaatkan.

 

Daftar Pustaka

Office of the United States Trade Representative. 2025 National Trade Estimate Report on Foreign Trade Barriers – Ethiopia Section.