Hambatan Perdagangan di Aljazair 2025: Proteksionisme Struktural dan Tantangan Akses Pasar bagi Pelaku Usaha Global

Dipublikasikan oleh Guard Ganesia Wahyuwidayat

28 November 2025, 22.11

Bagian laporan 2025 National Trade Estimate on Foreign Trade Barriers yang membahas Aljazair memberikan gambaran komprehensif mengenai bagaimana negara tersebut mengatur arus barang, jasa, dan investasi asing. Dengan ekonomi yang masih sangat terpusat pada negara dan struktur proteksionisme yang kuat, Aljazair terus menjadi salah satu pasar yang paling menantang bagi eksportir dan investor internasional, termasuk dari Amerika Serikat.

Meskipun negara ini terlibat dalam perjanjian ekonomi dengan beberapa mitra, termasuk perjanjian kerangka perdagangan dan investasi dengan AS, pola kebijakannya menunjukkan dorongan besar untuk melindungi industri domestik, mengamankan cadangan devisa, dan mengendalikan sektor-sektor strategis melalui negara dan BUMN.

Kebijakan Tarif: Struktur yang Tinggi dan Berlapis

Aljazair bukan anggota WTO, sehingga tidak terikat penuh oleh aturan multilateral yang mengatur harmonisasi tarif. Tarif impor bervariasi dari 0% hingga 60%, dengan rata-rata 18,9%—cukup tinggi dibandingkan pasar global. Produk pertanian menghadapi tarif yang lebih tinggi dibanding barang industri, menunjukkan upaya melindungi sektor agrikultur lokal.

Selain itu, pemerintah menerapkan Tambahan Bea Pengaman (DAP) antara 30% hingga 200% untuk lebih dari seribu produk manufaktur dan pertanian. Tarif tertinggi—200%—diterapkan pada sejumlah produk semen yang dianggap memiliki suplai domestik memadai.

Kombinasi tarif dasar dan DAP menjadikan biaya impor sangat tinggi dan secara efektif menutup pintu masuk banyak produk asing yang memiliki substitusi lokal.

Pembatasan Non-Tarif: Pengawasan Ketat dan Kuota yang Berubah-ubah

Regulasi non-tarif di Aljazair sama pentingnya dengan tarif itu sendiri. Meski negara telah menghapus beberapa kuota impor resmi, penggunaannya digantikan oleh persyaratan otorisasi khusus yang tetap mempersempit akses.

Beberapa bentuk pembatasan utama:

1. Regulasi Otomotif yang Sangat Terkendali

Sektor otomotif tunduk pada aturan ketat yang mengharuskan importir memperoleh lisensi, mematuhi spesifikasi teknis, dan melalui proses pemeriksaan yang cukup panjang. Meskipun kuota dihapus, hambatan administratif tetap menjadi filter efektif.

2. Monopoli Impor Produk Strategis

Badan negara OAIC diberi wewenang eksklusif untuk mengimpor gandum, dan kemudian diperluas mencakup beras dan kacang-kacangan, meskipun aturan formalnya belum dikodifikasi. Praktik monopoli ini membuat pasar lebih tertutup bagi pemasok swasta.

3. Larangan dan Pembatasan Impor Barang Tertentu

Aljazair melarang atau membatasi impor sejumlah barang, di antaranya:

  • peralatan medis bekas,

  • mesin bekas,

  • produk farmasi generik tertentu,

  • sejumlah produk pertanian yang dikenakan larangan musiman.

Larangan ini sering kali diberlakukan untuk alasan yang diklaim sebagai perlindungan konsumen atau penghematan devisa, tetapi praktiknya menciptakan ketidakpastian bagi pelaku usaha internasional.

Hambatan Kepabeanan dan Fasilitasi Perdagangan: Proses yang Lambat dan Tidak Transparan

Proses bea cukai Aljazair terkenal lambat dan sarat birokrasi. Banyak perusahaan melaporkan keterlambatan berbulan-bulan tanpa penjelasan yang jelas. Persyaratan dokumen yang ketat, termasuk sertifikat mutu dari pihak ketiga serta verifikasi anti-penipuan, meningkatkan biaya dan waktu impor.

Kerap kali, importir juga memerlukan izin dari beberapa kementerian sekaligus, dengan regulasi yang tidak selalu jelas mengenai kewenangan masing-masing lembaga. Ketidakpastian ini menjadi hambatan utama dalam operasi perdagangan yang bergantung pada waktu.

Hambatan Sanitary dan Phytosanitary: Ketat tetapi Tidak Konsisten

Aljazair melarang impor benih hasil bioteknologi untuk penggunaan komersial, meski mengizinkan untuk riset. Selain itu, berbagai sertifikasi kesehatan hewan dan produk hewani menghadapi hambatan pengakuan bilateral.

Upaya peningkatan kerja sama teknis antara otoritas AS dan Aljazair menunjukkan kemajuan terbatas, sementara beberapa sertifikat standar AS untuk produk daging dan unggas masih belum diakui secara resmi.

Pengadaan Pemerintah: Orientasi “Beli Lokal” yang Kuat

Sejak 2015, kementerian dan BUMN Aljazair diwajibkan memprioritaskan produk domestik dalam semua proses pengadaan. Produk asing hanya dapat dibeli jika produk lokal tidak tersedia dan harus memperoleh otorisasi khusus.

Selain itu:

  • pembelian dalam mata uang asing di atas batas tertentu memerlukan persetujuan tingkat tinggi,

  • Aljazair tidak terikat pada aturan WTO mengenai pengadaan pemerintah,
    yang membuat pasar publik semakin sulit diakses oleh perusahaan internasional.

Perlindungan Kekayaan Intelektual: Reformasi Dimulai tetapi Masih Dangkal

Meskipun terdapat sejumlah inisiatif seperti rancangan undang-undang baru dan pembentukan pengadilan komersial khusus untuk sengketa IP, kekhawatiran utama masih meliputi:

  • mekanisme penyelesaian sengketa paten yang lemah,

  • minimnya perlindungan data uji farmasi,

  • lemahnya sistem oposisi merek dagang,

  • penegakan anti-pembajakan yang belum konsisten.

Kondisi ini membuat banyak perusahaan asing ragu menempatkan investasi bernilai tambah tinggi di Aljazair.

Hambatan Digital dan Perdagangan Elektronik: Regulasi Ketat dan Lokalisasi Data

Aljazair membatasi pembelian online luar negeri dengan batas maksimum transaksi sangat kecil untuk kartu kredit internasional. Transfer dana melalui platform pembayaran digital lintas batas juga dilarang.

Regulasi e-commerce mengharuskan seluruh platform digital yang beroperasi di negara tersebut untuk:

  • mendaftar ke pemerintah,

  • menggunakan pusat data yang berlokasi di Aljazair,
    yang menciptakan biaya tambahan besar bagi perusahaan teknologi dan UMKM yang ingin masuk pasar.

Hambatan Investasi: Kembali ke Aturan 51/49 dan Ketidakpastian Regulasi

Kebijakan investasi menjadi salah satu titik tersulit bagi perusahaan global. Pemerintah kembali menerapkan aturan 51/49, mewajibkan mayoritas kepemilikan lokal untuk sektor-sektor strategis, termasuk energi, pertambangan, pertahanan, infrastruktur, dan farmasi. Aturan ini juga berlaku bagi importir yang menjual kembali barang di pasar lokal.

Walaupun pemerintah mengumumkan pembentukan “Invest Algeria” sebagai layanan satu pintu untuk investor, implementasinya masih belum terlihat sehingga investor menghadapi proses perizinan yang membingungkan dan berbelit.

Peran Dominan BUMN: Distorsi Pasar yang Luas

BUMN mendominasi perekonomian, mencapai sekitar dua pertiga nilai pasar nasional. Peran mereka meliputi:

  • monopoli telekomunikasi internasional,

  • monopoli pasokan energi dan air,

  • monopoli pembelian dan impor sejumlah komoditas,

  • serta aktivitas yang didukung subsidi dan intervensi pemerintah.

Dominasi ini menciptakan distorsi serius bagi perusahaan swasta, baik domestik maupun asing, serta melemahkan persaingan pasar.

Penutup: Pasar dengan Potensi Besar tetapi Tantangan yang Sama Besarnya

Aljazair memiliki sumber daya besar, pasar domestik yang signifikan, serta kebutuhan infrastruktur yang luas. Namun pola regulasi yang proteksionis, administrasi yang tidak konsisten, dan ketergantungan pada BUMN menjadikan pasar ini salah satu yang paling sulit ditembus.

Bagi perusahaan internasional, keberhasilan beroperasi di Aljazair membutuhkan strategi jangka panjang, pemahaman mendalam tentang birokrasi lokal, dan kesiapan menghadapi regulasi yang dapat berubah sewaktu-waktu.

 

Daftar Pustaka

2025 National Trade Estimate Report on Foreign Trade Barriers – Algeria Section.