Buku “Well Spent: How Strong Infrastructure Governance Can End Waste in Public Investment” terbitan IMF memaparkan fakta keras: lebih dari sepertiga (≈33 %) dana investasi publik dunia terbuang akibat ketidakefisienan dan tata kelola yang lemah. Di tengah keterbatasan fiskal pasca‑pandemi, pesan ini kian relevan—belanja lebih banyak saja tak cukup, belanja harus lebih baik.
Ringkasan Inti Buku
1. Skala Inefisiensi
- Estimasi IMF menunjukkan efficiency gap global 33–43 %—setara triliunan dolar yang hilang setiap tahun.
- Jika negara‑negara mengadopsi praktik tata kelola terbaik (skor PIMA percentile‑90), mereka dapat menutup hingga 53 % celah efisiensi tersebut.
2. Dampak Nyata Kasus
- Brasil (skandal Petrobras): suap & penggelembungan kontrak merugikan sekitar R$ 6,2 miliar (0,13 % PDB) dan memangkas investasi BUMN energi itu hingga 2 % PDB.
- Italia (kereta cepat Milan–Firenze): rata‑rata cost overrun proyek rel kecepatan tinggi mencapai 216 %, garis tertentu melonjak 917 %.
- Afrika Selatan (mega‑korupsi RailCorp): dugaan penyelewengan US$ 7 miliar (≈2 % PDB).
- Kerentanan iklim: kerusakan tahunan infrastruktur transportasi global diproyeksi miliaran dolar; beban terbesar menimpa negara berpendapatan tinggi karena stok aset yang besar.
3. Faktor Pendorong Efisiensi
- Kualitas kelembagaan PIMA berbanding lurus dengan efisiensi: kenaikan satu poin skor PIMA meningkatkan efisiensi hingga 0,3 poin.
- Kerangka Quality Infrastructure Investment (QII) G20 dan sistem SNI Chile menunjukkan betapa standarisasi dan checks‑and‑balances memangkas biaya dan keterlambatan proyek.
Analisis & Konteks Industri
- Tren Digital & Transparansi
Implementasi e‑procurement dan open data dashboard memudahkan masyarakat melacak progres proyek, menutup ruang mark‑up biaya. - Tuntutan Net‑Zero & Adaptasi Iklim
Infrastruktur hijau dan tahan bencana bukan sekadar pilihan moral; ia menghindarkan fiscal time‑bomb akibat kerusakan yang terus meningkat. - Pembiayaan Campuran & Risiko Fiskal
Kemitraan pemerintah‑swasta (PPP) menambah sumber dana, namun memunculkan liabilitas tersembunyi; Bab 11 buku menekankan perlunya fiscal risk registry terintegrasi. - Pelajaran Pandemi COVID‑19
Krisis memperlihatkan kelemahan infrastruktur kesehatan; stimulus sebaiknya disalurkan pada proyek bernilai tambah tinggi yang “siap digarap” (shovel‑ready) dan teruji secara cost‑benefit.
Studi Kasus Terpilih
A. Sistema Nacional de Inversiones—Chile
Chile mewajibkan semua proposal proyek melewati analisis sosial‐ekonomi ketat, memisahkan fungsi evaluasi dari kementerian pemrakarsa. Hasilnya, negara mampu membangun pipeline proyek layak dan menghemat miliaran peso setiap siklus anggaran.
B. Jembatan Tsubasa—Kamboja
Didanai inisiatif Quality Infrastructure Investment (QII) Jepang, jembatan ini mengurangi waktu tempuh Phnom Penh–Ho Chi Minh hingga 3 jam dan kini terpampang di uang kertas Kamboja sebagai simbol kemitraan berkualitas tinggi.
C. Rehabilitasi Jalan Pasca‑Topan di Samoa
Pendekatan build‑back‑better yang menggabungkan peningkatan elevasi dan drainase menekan biaya kerusakan berulang lebih dari 40 % dalam proyeksi 30 tahun—ilustrasi konkret life‑cycle cost efficiency.
Kritik & Nilai Tambah
- Kekuatan: Buku ini menyajikan metrik kuantitatif (skor PIMA, efficiency gap) yang mudah dicerna pembuat kebijakan serta kaya bukti kasus lintas benua.
- Kelemahan: Sebagian data berhenti di 2018; percepatan adopsi digital twins, BIM, dan AI untuk pemeliharaan prediktif belum tergambar utuh.
- Peluang: Integrasi kerangka ESG dan taksonomi hijau bisa memperkaya analisis risiko proyek di masa depan.
- Tantangan: Mentransformasikan rekomendasi ke tindakan memerlukan perubahan budaya birokrasi—bukan hanya regulasi.
Rekomendasi Praktis untuk Indonesia
- Perkuat Gate 0–3 proses project cycle ala OGC Gateway dengan unit evaluasi independen di bawah Bappenas.
- Terapkan “Golden Rule” fiskal—defisit diperbolehkan hanya untuk belanja modal produktif yang lulus public value test.
- Bangun National Asset Management Platform untuk mencatat kondisi, kebutuhan pemeliharaan, dan nilai buku seluruh aset publik.
- Skor PIMA Kabupaten/Kota: kompetisi antardaerah mempercepat perbaikan tata kelola.
- Kebijakan Climate‑Resilient Infrastructure sebagai syarat pendanaan APBN & KPBU.
Kesimpulan
Governansi infrastruktur yang kuat bukan beban birokrasi, melainkan kunci menciptakan manfaat sosial‑ekonomi maksimal dari setiap rupiah. Dengan menutup setengah saja celah efisiensi, Indonesia (dan dunia) dapat mendanai tuntutan SDGs tanpa menambah utang berlebihan. Well Spent adalah panduan strategis sekaligus alarm bagi pemerintah, investor, dan masyarakat sipil untuk bergerak dari slogan “bangun, bangun, bangun” menuju “bangun dengan bijak”.
Sumber : International Monetary Fund. (2020). Well Spent: How Strong Infrastructure Governance Can End Waste in Public Investment. Washington, DC: IMF.