Selama pandemi COVID-19 di tahun 2020, uang elektronik (e-money) menjadi peluang yang berharga sebagai alat pembayaran. Artikel ini menggunakan penelitian empiris terhadap generasi milenial untuk mengevaluasi pertumbuhan, hambatan, dan tantangan e-money sebagai alat pembayaran baru di Indonesia.
Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara dengan dua eksekutif penerbit e-money dan 23 pelanggan e-money milenial. Dengan menggunakan metode kualitatif, penelitian ini menyimpulkan bahwa strategi pengembangan e-money adalah dengan menciptakan inovasi yang dapat memberikan keamanan yang lebih kepada pengguna.
Peningkatan promosi dan cashback di toko-toko yang berafiliasi dengan produk yang diterbitkan juga merupakan strategi pengembangan yang paling populer bagi pelanggan. Kendala yang dihadapi oleh nasabah e-money antara lain adalah masalah keamanan, terbatasnya merchant, jaringan provider yang tidak stabil, dan faktor sosial-budaya (kebiasaan menggunakan metode pembayaran tunai). Tantangan bagi penerbit e-money adalah kompetitor dengan produk serupa.
1. Pendahuluan
Isu pemanasan global sudah ada sejak lama dan banyak industri yang dituntut untuk ikut serta dalam meminimalisir terjadinya pemanasan global yang berkepanjangan. Sektor keuangan menggunakan konsep green financing sebagai perwujudan dari komitmen berkelanjutan dimana tujuannya adalah untuk mendorong pembiayaan bisnis yang ramah lingkungan dan penggunaan energi bersih.
Revolusi teknologi keuangan sedang berjalan di sekitar pengembangan dengan mencari keseimbangan jangka panjang antara bahaya lingkungan dan pertumbuhan ekonomi. Teknologi finansial merupakan pencapaian besar dalam pembangunan ekonomi dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi .
Teknologi keuangan merupakan kombinasi antara perilaku hijau dan hubungan antara keuangan dan dunia bisnis, atau keuangan dan ekologi. Saat ini, implementasi green financing di sektor perbankan adalah untuk mengurangi dampak operasional terhadap lingkungan, banyak bank yang menggunakan teknologi yang memangkas kertas dan mengurangi kebutuhan untuk datang ke kantor.
Fintech, sebagai inovasi teknologi, mempengaruhi produksi dan manajemen perusahaan dengan mengubah kondisi pinjaman melalui penyediaan layanan keuangan, sehingga tidak diragukan lagi bahwa hal tersebut berdampak pada lingkungan dan ekonomi.
Implementasi strategi pertumbuhan ekonomi hijau juga menghadapi hambatan yang tidak merata setiap tahunnya, sehingga berdampak pada keberlanjutan pertumbuhan ekonomi hijau.
Salah satu produk dari perkembangan perbankan digital adalah terciptanya e-money (uang elektronik). Kebutuhan untuk mengatur e-money muncul seiring dengan perkembangan teknologi yang semakin maju sehingga e-money tidak hanya terbatas pada kartu pembayaran saja.
Pengenalan e-money di Indonesia dimulai pada tahun 2007 yang berfungsi sebagai pengganti uang tunai yang lebih modern dan ringkas. Pengguna uang elektronik telah meningkat secara signifikan dari waktu ke waktu, tetapi peningkatan ini belum sesuai dengan pertumbuhan transaksi uang elektronik.
Seiring berjalannya waktu, uang elektronik semakin populer selama pandemi COVID-19 2020. Pembatasan pergerakan masyarakat dan berkurangnya kontak langsung antara pembeli dan penjual menjadikan uang elektronik sebagai alternatif terbaik sebagai alat pembayaran untuk semua aktivitas perdagangan atau transportasi. Pandemi telah mengubah eksistensi baru untuk mengurangi risiko penularan.
Manfaat dan kemudahan penggunaan uang elektronik dapat mempengaruhi minat individu untuk menggunakan uang elektronik [9]. Uang elektronik digunakan dari berbagai kalangan di masyarakat karena menawarkan transaksi yang lebih cepat dan nyaman dibandingkan uang tunai, terutama untuk transaksi kecil, dengan menggunakan uang elektronik membuat transaksi tersebut menjadi lebih mudah dan lebih murah, menjamin keamanan dan kecepatan transaksi baik bagi konsumen maupun pedagang. Konsumen diuntungkan dengan menggunakan metode pembayaran yang murah, cepat, nyaman, mudah diakses dan dapat diandalkan, dengan tingkat risiko yang dapat diterima.
Generasi milenial merupakan pengguna e-money terbesar saat ini. Generasi milenial adalah generasi yang lahir antara tahun 1980-an hingga 2000-an. Generasi milenial di Indonesia merupakan pengguna e-money terbanyak, yaitu sebesar 59% dibandingkan dengan generasi lainnya. Peningkatan pengguna e-money ini bukan tanpa masalah. Infrastruktur yang masih belum merata dan koneksi internet yang kurang baik di beberapa daerah menyebabkan penyebaran e-money belum sepenuhnya terpenuhi.
Hal ini menjadi bahan evaluasi bagi bank-bank penerbit e-money untuk meningkatkan layanannya. Masalah terbesar dalam pengembangan e-money adalah manajemen risiko dan manajemen pemasaran. Risiko keamanan seperti kehilangan data nasabah, penolakan transaksi, serangan malware, dan malfungsi adalah beberapa masalah yang dapat muncul. Di sisi lain, masalah lain yang dihadapi adalah edukasi masyarakat Indonesia yang masih menggunakan uang tunai dibandingkan uang elektronik.
Beberapa hambatan yang dirasakan oleh pelanggan dan penerbit uang elektronik memerlukan investigasi lebih lanjut. Hasil dari tinjauan ini dapat membantu merumuskan strategi lain untuk pengembangan uang elektronik. Generasi milenial khususnya perlu menyadari pertumbuhan, tantangan, dan peluang uang elektronik, terutama di era pasca-korona. Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji secara kualitatif persepsi pelanggan dan penerbit e-money mengenai pertumbuhan, tantangan, dan peluang e-money.
2. Metode
Penelitian ini menggunakan studi kualitatif berupa wawancara terstruktur dengan 25 orang. Dua di antaranya adalah manajer penerbit e-money, yaitu BRI untuk produk Brizzi dan Mandiri untuk produk e-money, dan 23 orang lainnya adalah pengguna e-money yang berusia antara 26 dan 40 tahun.
Kota Surabaya dipilih sebagai lokasi uji coba karena di Surabaya hampir semua fasilitas yang disediakan oleh Pemerintah Kota Surabaya menggunakan transaksi e-money, mulai dari parkir hingga transportasi. Metode penelitian kualitatif digunakan untuk membantu mengungkap fenomena yang ada dari sudut pandang wisatawan yang akan memberikan temuan dan memberikan kontribusi bagi ilmu pengetahuan.
Penelitian ini menggunakan analisis data manual dengan pendekatan agregasi. Metode ini mengharuskan Anda untuk menghitung dan menjelaskan istilah dan kata-kata yang paling penting dari catatan Anda. Untuk mendapatkan data, survei ini dilakukan dengan menggunakan wawancara semi-terstruktur. Langkah pertama dalam melakukan wawancara semi-terstruktur adalah merancang struktur pertanyaan berdasarkan tinjauan literatur dan menentukan indikator untuk setiap pertanyaan. Penelitian ini menggunakan indikator-indikator berikut untuk merumuskan pertanyaan (Tabel 1):
3. Hasil dan pembahasan
Informasi demografis responden
Terdapat 25 responden dalam survei ini. Dua dari eksekutif perusahaan penerbit e-money adalah General Manager Bank Mandiri dengan pengalaman profesional lebih dari 5 tahun dan Bank Rakyat Indonesia dengan pengalaman profesional lebih dari 3 tahun. Di sisi lain, 23 nasabah milenial yang dipilihnya memiliki rentang usia dari 26 tahun hingga 40 tahun, dengan tingkat pendidikan rata-rata SMA hingga S2, dan telah menggunakan e-money lebih dari satu tahun.
Survei dilakukan di sebuah gedung perkantoran di kawasan Basuki Rahmad, dan 23 responden merupakan karyawan yang bekerja di perusahaan yang menyewa gedung tersebut. Pelanggan milenial yang dipilih adalah 10 orang milenial junior (usia 26-33 tahun) dan 13 orang milenial senior (usia 34-40 tahun). Milenial yang disurvei adalah eksekutif junior dengan pengalaman kerja 0-3 tahun, eksekutif dengan pengalaman kerja 3-5 tahun, dan eksekutif dengan pengalaman kerja 8-10 tahun.
Untuk memudahkan pengumpulan data, peneliti memberikan kode kepada setiap responden sebagai berikut: P1 mewakili manajer Bank Mandiri, P2 mewakili manajer Bank Rakyat Indonesia, K1 hingga K10 mewakili nasabah milenial yang lebih muda, dan K11 hingga K23 mewakili nasabah milenial yang lebih tua.
Disadur dari: knepublishing.com