Evaluasi Kinerja Green Climate Fund di Bangladesh — Peluang dan Tantangan dalam Mendukung Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah

13 Juni 2025, 16.22

pixabay.com

Pentingnya Green Climate Fund bagi Negara Rentan Iklim

Bangladesh merupakan salah satu negara yang paling rentan terhadap dampak perubahan iklim global, dengan risiko tinggi banjir, siklon, intrusi salinitas, dan kenaikan permukaan laut. Sebagai negara delta rendah dengan 79% wilayahnya berupa dataran banjir, Bangladesh menghadapi tantangan besar dalam menjaga ketahanan sosial-ekologisnya. Green Climate Fund (GCF) hadir sebagai instrumen pendanaan internasional yang mendukung adaptasi dan mitigasi perubahan iklim di negara-negara berkembang, termasuk Bangladesh. Paper "Forward-Looking Performance Review of the Green Climate Fund: Bangladesh Country Visit Report" (2019) oleh Independent Evaluation Unit (IEU) GCF mengulas secara mendalam bagaimana GCF beroperasi di Bangladesh, termasuk model bisnis, kebijakan, proses, dan hasil yang dicapai sejauh ini.

Model Bisnis dan Struktur Organisasi GCF di Bangladesh

Kepemilikan Negara dan Peran NDA

Bangladesh menunjukkan tingkat kepemilikan yang kuat terhadap program GCF, dengan Economic Relations Division (ERD) di Kementerian Keuangan sebagai National Designated Authority (NDA) dan focal point (FP) GCF. NDA berperan sentral dalam mengkoordinasikan proses no-objection, mengelola pipeline proyek, serta memobilisasi berbagai pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, CSO, dan sektor swasta. NDA juga membentuk sekretariat dan komite penasihat dengan anggota dari berbagai sektor untuk mendukung proses pengambilan keputusan.

Entitas Akses Langsung (DAEs) dan Entitas Terakreditasi (AEs)

Bangladesh telah menetapkan enam entitas nasional sebagai calon DAEs, dua di antaranya telah terakreditasi: Infrastructure Development Company Limited (IDCOL) dan Palli Karma-Sahayak Foundation (PKSF). IDCOL fokus pada proyek mitigasi sektor swasta dengan risiko menengah (kategori B), sedangkan PKSF menangani proyek adaptasi sektor publik dengan risiko rendah (kategori C). Namun, keterbatasan kapasitas teknis dan risiko yang dapat ditanggung DAEs membatasi cakupan proyek yang dapat mereka tangani, sehingga sebagian besar proyek masih dikembangkan oleh entitas terakreditasi internasional (iAEs) seperti UNDP, KfW, dan World Bank.

Proses No-Objection dan Pengajuan Proposal

Proses no-objection di Bangladesh dilakukan secara daring melalui platform yang dikembangkan NDA, dengan tahapan screening, konsultasi komite, dan persetujuan akhir oleh NDA. Meskipun proses ini sudah berjalan, beberapa AEs mengeluhkan kompleksitas dan ketidaksesuaian proses GCF dengan konteks nasional, termasuk kebutuhan persetujuan tambahan dari kementerian terkait dan Dewan Ekonomi Nasional untuk proyek dengan nilai lebih dari USD 5,9 juta.

Kebijakan, Proses, dan Tantangan dalam Akses Dana GCF

Kebijakan GCF dan Implementasinya

Kebijakan GCF, terutama yang terkait dengan risiko, lingkungan dan sosial (ESS), serta gender, dianggap relevan namun memberatkan dalam pelaksanaan. Pemerintah Bangladesh, melalui DoE, memiliki kebijakan lingkungan yang sudah mapan, sehingga beberapa persyaratan GCF dianggap kaku dan sulit diadaptasi. Selain itu, pendekatan GCF yang sangat berhati-hati terhadap risiko dinilai menghambat inovasi dan investasi dalam proyek yang lebih berisiko namun potensial berdampak besar.

Proses Akreditasi yang Panjang dan Kompleks

Proses akreditasi DAEs memakan waktu hingga tiga tahun, dengan persyaratan yang sulit dipenuhi terutama oleh lembaga pemerintah yang tidak dapat mengubah kebijakan internal secara cepat. Hal ini menyebabkan beberapa entitas nasional enggan mengajukan akreditasi, meskipun kapasitas mereka sebenarnya cukup untuk mengelola proyek GCF. Disarankan agar GCF mempertimbangkan audit langsung atau akreditasi bersyarat yang disertai dengan penguatan kapasitas untuk mempercepat proses.

Hambatan dalam Pengembangan Proposal dan Implementasi Proyek

Sejauh ini, Bangladesh telah mengajukan sekitar 20 konsep dan proposal pendanaan, namun hanya tiga yang disetujui dan baru satu yang mulai diimplementasikan (FP004). Proses desain dan persetujuan proposal sangat lama, rata-rata memakan waktu dua tahun, yang menyebabkan proyek kehilangan relevansi data baseline dan tumpang tindih dengan inisiatif lain di lapangan. Kurangnya definisi jelas tentang konsep kunci seperti "climate rationale," "country ownership," dan "paradigm shift" juga menambah kebingungan dalam penyusunan proposal.

Studi Kasus Proyek GCF di Bangladesh

FP004: Climate Resilient Infrastructure Mainstreaming (KfW)

  • Durasi: 72 bulan
  • Dana Disburse: USD 0,15 juta (per 2018)
  • Target Manfaat: Meningkatkan kapasitas adaptasi 134.000 orang secara langsung dan 10,4 juta orang secara tidak langsung melalui infrastruktur tahan iklim
  • Penilaian: Tinggi untuk kebutuhan penerima dan kepemilikan negara, namun rendah untuk efisiensi dan efektivitas
  • Tantangan: Proyek terlambat satu tahun dari jadwal awal karena proses persetujuan yang panjang

FP069: Enhancing Adaptive Capacities of Coastal Communities (UNDP)

  • Durasi: 72 bulan
  • Dana Disburse: USD 4,74 juta (per 2019)
  • Target Manfaat: Sekitar 719.229 orang di komunitas pesisir, terutama perempuan, mendapatkan kapasitas adaptasi terhadap salinitas akibat perubahan iklim
  • Penilaian: Tinggi untuk kepemilikan dan kebutuhan penerima, sedang untuk potensi dampak dan paradigma perubahan

FP070: Global Clean Cooking Programme (World Bank)

  • Durasi: 42 bulan
  • Dana: Dalam proses negosiasi
  • Target Manfaat: 17,8 juta orang mendapat manfaat dari penggunaan kompor bersih dan pengurangan emisi gas rumah kaca sebesar 2,89 juta ton CO2 ekuivalen
  • Penilaian: Tinggi untuk kebutuhan penerima dan kepemilikan, namun iTAP menilai potensi dampak dan paradigma perubahan lebih rendah karena kurang fokus pada kelompok paling rentan

Analisis dan Opini: Peluang dan Tantangan GCF di Bangladesh

Peluang

  • Bangladesh telah menunjukkan komitmen tinggi dengan mengalokasikan 8,82% anggaran nasional untuk perubahan iklim, serta membentuk mekanisme nasional seperti Climate Change Trust Fund (CCTF).
  • Keberadaan DAEs nasional yang mulai terakreditasi membuka peluang untuk meningkatkan akses langsung dan relevansi lokal dalam pelaksanaan proyek.
  • Pipeline proyek yang besar (48 proyek prioritas dari 230 ide) menunjukkan potensi besar untuk pengembangan program adaptasi dan mitigasi.

Tantangan

  • Proses birokrasi yang panjang dan kompleks menghambat percepatan implementasi proyek, yang sangat krusial mengingat kebutuhan adaptasi yang mendesak.
  • Kapasitas teknis DAEs masih terbatas, terutama dalam penyusunan proposal yang memenuhi kriteria GCF, sehingga ketergantungan pada iAEs masih tinggi.
  • Kurangnya definisi dan panduan yang jelas dari GCF mengenai konsep kunci menyebabkan kebingungan dan ketidakefisienan dalam proses pengajuan dan evaluasi proyek.
  • Pergantian personel yang tinggi di NDA mengakibatkan hilangnya memori institusional dan kontinuitas dalam pengelolaan GCF.

Perbandingan dengan Studi Lain

Penemuan ini sejalan dengan studi lain yang menunjukkan bahwa keberhasilan akses dana iklim internasional sangat bergantung pada kapasitas institusional dan kesesuaian prosedur dengan konteks nasional. Negara-negara berkembang dengan mekanisme koordinasi yang kuat dan kepemilikan lokal yang tinggi cenderung lebih berhasil dalam mengimplementasikan proyek adaptasi dan mitigasi.

Rekomendasi untuk Meningkatkan Efektivitas GCF di Bangladesh

  • Penguatan Kapasitas NDA dan DAEs: Penambahan staf teknis yang stabil dan pelatihan intensif untuk meningkatkan kemampuan penyusunan proposal dan manajemen proyek.
  • Penyederhanaan Proses dan Definisi Konsep: GCF perlu menyediakan panduan yang jelas dan praktis terkait climate rationale, country ownership, dan paradigm shift untuk mengurangi kebingungan.
  • Pendekatan Akreditasi yang Fleksibel: Pertimbangkan akreditasi bersyarat dan audit langsung untuk mempercepat proses dan memperluas partisipasi entitas nasional.
  • Peningkatan Komunikasi dan Dukungan Teknis: GCF Secretariat harus lebih proaktif dalam berinteraksi dengan negara dan AEs untuk memberikan dukungan teknis yang konsisten dan responsif.
  • Pengembangan Model Programatik: Mempertimbangkan pendekatan program yang mengintegrasikan beberapa proyek untuk mengoptimalkan dampak dan efisiensi sumber daya.

Kesimpulan

Laporan evaluasi GCF di Bangladesh ini memberikan gambaran yang komprehensif tentang dinamika, capaian, dan hambatan dalam mengakses serta mengimplementasikan dana iklim di negara yang sangat rentan ini. Meskipun terdapat kemajuan signifikan dalam membangun mekanisme nasional dan pipeline proyek, tantangan birokrasi, kapasitas teknis, dan ketidakjelasan kebijakan masih menjadi hambatan utama. Dengan perbaikan proses, penguatan kapasitas, dan dukungan yang lebih adaptif dari GCF, Bangladesh berpotensi memaksimalkan manfaat dana iklim untuk meningkatkan ketahanan dan mengurangi emisi secara signifikan.

Sumber Artikel Asli:
Independent Evaluation Unit (IEU). (2019). Forward-Looking Performance Review of the Green Climate Fund (FPR) – Bangladesh Country Visit Report. Green Climate Fund.