Etika dan Integritas dalam Politik: Kajian, Studi Kasus, dan Relevansinya dalam Meningkatkan Kepercayaan Publik

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati

18 Juni 2025, 09.14

pexels.com

Etika dan Integritas dalam Politik: Kajian Mendalam dan Relevansi Kontemporer

Dalam lanskap politik modern, isu etika dan integritas menjadi pusat perhatian publik dan akademisi. Buku “Ethics and Integrity in Politics: Perceptions, Control, and Impact” karya Luís de Sousa dan Susana Coroado, bersama kontributor lainnya, membahas secara komprehensif bagaimana etika politik mempengaruhi kepercayaan warga, serta bagaimana berbagai institusi politik di Eropa mencoba mengelola isu ini.

Kerangka Pemikiran dan Signifikansi

Penelitian ini berangkat dari premis bahwa etika politik adalah pilar utama demokrasi. Penulis menekankan bahwa standar etika yang kuat tidak hanya membentuk perilaku aktor politik, tetapi juga mempengaruhi kualitas demokrasi itu sendiri. Sayangnya, berbagai skandal korupsi dan lemahnya klarifikasi standar integritas membuat kepercayaan publik pada institusi politik menurun dalam dua dekade terakhir. Hal ini menjadi penting karena, dalam konteks demokrasi, kepercayaan adalah fondasi legitimasi politik.

Ruang Lingkup dan Metode

Makalah ini menggabungkan studi literatur, survei lapangan, dan studi kasus. Dua survei besar menjadi tulang punggung data:

  • Survei elit yang menyasar anggota parlemen dan pejabat lokal di Portugal.
  • Survei warga (dalam proyek EPOCA) yang mencerminkan persepsi publik tentang etika politik.

Survei ini dilaksanakan antara Oktober 2020 hingga April 2021, memberikan gambaran kontras antara “insider” (politisi) dan “outsider” (warga).

Hasil Utama: Ketidaksesuaian Persepsi

Salah satu temuan penting adalah adanya gap antara persepsi warga dan politisi. Penelitian menunjukkan bahwa warga cenderung lebih kritis terhadap standar etika politik dibanding politisi. Misalnya, dalam kasus perilaku grey corruption (praktik yang berada di batas abu-abu antara legalitas dan etika), politisi cenderung menganggapnya lebih dapat diterima dibanding warga. Hal ini menimbulkan tantangan serius bagi upaya memperkuat etika politik di mata publik.

Studi Kasus yang Menggugah

Empat negara menjadi fokus studi kasus yang kaya akan data dan perbandingan: Prancis, Portugal, Spanyol, dan Swedia.

  1. Prancis
    Regulasi etika di Prancis terwujud dalam National Assembly Code of Conduct dan Senate Deontological Guidelines. Prancis menghadapi banyak tantangan dalam memperkuat integritas politik setelah skandal-skandal besar di masa lalu.
  2. Portugal
    Studi Portugal menjadi unik karena data survei elit dan warga dilakukan secara simultan. Penelitian menunjukkan adanya toleransi publik pada korupsi simbolik, tetapi tidak pada praktik nyata (misalnya suap langsung).
  3. Spanyol
    Spanyol memadukan etika politik dalam Partai Politik yang memiliki instrumen self-regulation yang kuat. Namun, tantangan muncul ketika kode etik internal tidak diikuti dengan pengawasan yang tegas.
  4. Swedia
    Sebagai salah satu negara dengan kepercayaan publik tertinggi di Eropa, Swedia menempatkan transparansi dan akuntabilitas sebagai nilai kunci. Studi ini menunjukkan bagaimana pengawasan eksternal dan budaya politik egaliter menjadi resep sukses negara tersebut.

Statistik Penting yang Disorot

  • Penurunan kepercayaan di lembaga politik (parlemen, pemerintah) rata-rata 10–20% di banyak negara Eropa dalam 20 tahun terakhir.
  • Hasil survei di Portugal menunjukkan hanya 30% warga yang percaya politisi menjalankan tugasnya dengan standar etika yang tinggi.
  • Studi PwC (2021) menyoroti bahwa pemecatan CEO karena pelanggaran etika di sektor swasta naik 36% dalam periode 2012–2016. Hal ini menjadi refleksi bagi sektor publik untuk meniru praktik integritas dari sektor swasta.

Model Regulasi Etika Politik

Makalah ini mengidentifikasi tiga pendekatan utama:

  1. Command and Control: Regulasi formal melalui undang-undang.
  2. Self-Regulation: Pengaturan yang lahir dari inisiatif internal partai atau lembaga.
  3. Meta-Regulation: Kolaborasi antara regulasi internal dan eksternal.

Ketiga model ini kerap digunakan secara bersamaan di berbagai negara, menyesuaikan dengan kebutuhan lokal dan konteks budaya.

Dinamika Self-Regulation di Eropa

Penulis menemukan bahwa self-regulation di Eropa mengalami lonjakan sejak awal 2000-an, terutama setelah terbentuknya mekanisme review GRECO (Group of States against Corruption) dan konvensi PBB melawan korupsi. Namun, efektivitasnya bervariasi: politik kepentingan dan budaya organisasi sering menjadi penghalang.

Kritik dan Nilai Tambah

Salah satu kritik utama adalah bahwa self-regulation seringkali hanya menjadi “window dressing”. Kepatuhan formal tidak selalu diikuti oleh praktik etika nyata. Misalnya, dalam konteks Portugal, survei menunjukkan politisi cenderung mengabaikan risiko reputasional dari perilaku yang dianggap tidak etis oleh warga.

Meski demikian, buku ini memberikan kontribusi besar untuk memahami dinamika etika politik:

  • Menggabungkan data kuantitatif dan kualitatif.
  • Memberikan pemetaan lintas negara.
  • Memperlihatkan bahwa persepsi publik adalah indikator penting legitimasi demokrasi.

Relevansi dan Implikasi Praktis

Dalam konteks global yang semakin menuntut akuntabilitas, temuan ini sangat relevan. Negara-negara dengan skandal korupsi yang berulang perlu melihat Swedia sebagai contoh, di mana komitmen integritas menjadi bagian dari budaya politik dan bukan hanya sekadar regulasi.

Untuk Indonesia, studi ini bisa menjadi rujukan penting bagi lembaga-lembaga seperti KPK atau Bawaslu dalam merumuskan kebijakan pengawasan etika politik. Lebih jauh lagi, penting bagi partai politik di Indonesia untuk merumuskan kode etik internal yang jelas dan transparan, dengan sanksi yang tegas untuk pelanggaran.

Kesimpulan

Secara keseluruhan, makalah ini menekankan bahwa standar etika politik adalah kunci untuk membangun kembali kepercayaan publik. Upaya-upaya formal perlu disertai budaya organisasi yang menempatkan integritas sebagai prioritas utama. Studi ini menantang kita untuk tidak berhenti pada aturan tertulis, tetapi juga untuk mendorong budaya etika dalam setiap level politik.

Sumber Asli: Susana Coroado, Luís de Sousa et al. (2022). Ethics and Integrity in Politics: Perceptions, Control, and Impact. Fundação Francisco Manuel dos Santos.