Peneliti Ahli Madya Pusat Riset Ekologi dan Etnobiologi (PREE) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Laode Alhamd menyebutkan, enam jenis tumbuhan yang memiliki laju pertumbuhan terbaik dengan tingkat kematian rendah.
Menurutnya, keenam jenis vegetasi ini penting direkomendasikan untuk program restorasi ekosistem gambut. Yaitu, Acronychia porter, Eugenia clavatum, Calophyllum biflorum, Shorea teysmaniana, Lithocarpus leptogyne, dan Palaquium leiocapum.
“Jenis-jenis tumbuhan tersebut melengkapi tumbuhan yang sudah dikenal dalam restorasi ekosistem gambut, seperti ramin, jelutung, punak, meranti rawa, balangeran, nyatoh, dan perepat,” ungkap Laode, pada Jamming Session seri ke-2, secara daring, Kamis (7/3).
Kepala PREE BRIN Anang Setiawan Achmadi menyampaikan, Indonesia adalah pemilik hutan rawa gambut tropis atau lebih dikenal dengan ekosistem gambut terluas di dunia, mencapai 13,4 juta hektar.
Ekosistem unik yang terbentuk secara alami sejak ribuan tahun lalu ini, faktanya memegang peranan penting sebagai salah satu faktor pengendali perubahan iklim global. Misalnya, pengatur tata air, perosot karbon, dan penyimpan biodiversitas.
“Untuk itu, perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut berbasis riset dan inovasi sangat penting dan masih menjadi tantangan bersama, baik secara nasional maupun internasional,” katanya.
Sementara itu, Peneliti Ahli Utama PREE BRIN Budi Hadi Narendra, mengatakan, upaya restorasi lahan gambut dengan fungsi lindung harus diusahakan melalui kegiatan pembasahan dan pemeliharaan kedalaman muka air tanah.
“Selain itu budidaya pertanian dapat diterapkan dengan menggunakan jenis-jenis tanaman adaptif,” terangnya.
Sebab, lanjut dia, pengelolaan pertanian secara intensif di lahan gambut akan menghasilkan nilai kerapatan gambut yang lebih tinggi. Namun, nilai porositas, kadar air total tanah, dan variabel konduktivitas hidrolik menjadi rendah.
“Kondisi ini menyebabkan degradasi sifat fisik dan hidrolik gambut yang dapat mengurangi fungsi gambut dalam menyimpan, menampung, dan mengalirkan air,” ungkapnya.
Berkurangnya fungsi ekosistem gambut, menurut Budi, dapat meningkatkan kerentanan terhadap bencana kekeringan hidrologis dan risiko kebakaran.
Sumber: https://brin.go.id/