Air adalah sumber daya vital yang menopang kehidupan, ekonomi, dan stabilitas sosial. Namun, tekanan terhadap ketersediaan air bersih, polusi, dan bencana terkait air semakin meningkat akibat pertumbuhan penduduk, urbanisasi, perubahan iklim, dan degradasi lingkungan. Dalam konteks ini, paper “Water Law” karya Niko Soininen, Antti Belinskij, dan Suvi-Tuuli Puharinen (2023) menjadi referensi penting yang mengulas evolusi, keragaman, dan tantangan hukum air di tingkat nasional maupun global. Artikel ini tidak hanya membedah aspek legal formal, tetapi juga membangun jembatan antara hukum, kebijakan, dan tata kelola lintas sektor serta disiplin ilmu.
Definisi dan Ruang Lingkup Hukum Air: Dari Hak hingga Tata Kelola
Apa Itu Hukum Air?
Hukum air didefinisikan sebagai kumpulan aturan yang mengatur penggunaan, perlindungan, dan distribusi sumber daya air tawar. Cakupannya sangat luas, mencakup hak atas air (water rights), perlindungan lingkungan, pengelolaan bencana (banjir, kekeringan), serta pengaturan layanan air dan sanitasi. Hukum air juga mengatur hubungan antara aktor publik dan privat, serta antara negara dalam konteks lintas batas12.
Dua Perspektif Utama: Internal dan Eksternal
- Perspektif Internal: Fokus pada interpretasi dan klarifikasi hak serta kewajiban dalam instrumen hukum yang ada, seperti perjanjian multilateral, undang-undang nasional, dan yurisprudensi. Perspektif ini menekankan sistematisasi, konsistensi, dan prediktabilitas hukum untuk otoritas dan pengadilan.
- Perspektif Eksternal: Menganalisis bagaimana hukum air memfasilitasi atau justru menghambat tercapainya tujuan sosial, ekonomi, dan lingkungan. Pendekatan ini menilai efektivitas, legitimasi, dan adaptasi hukum air terhadap perubahan sosial-ekologis, serta keterkaitannya dengan tata kelola kolaboratif dan adaptif12.
Sejarah dan Evolusi Hukum Air: Dari Hammurabi hingga Era Modern
Hukum air memiliki sejarah panjang, mulai dari Kode Hammurabi (1700 SM) yang mengatur pembagian air, hingga hukum Romawi yang memengaruhi Eropa. Awalnya, hukum air lebih banyak berakar pada hukum privat (kontrak, hak milik, ganti rugi), namun sejak abad ke-19, hukum publik berkembang pesat seiring meningkatnya persaingan atas sumber daya air dan kebutuhan perlindungan lingkungan12.
Di era modern, hukum air berkembang menjadi sistem multilevel dan multisektor, menggabungkan hukum nasional, regional, dan internasional. Contohnya, Konvensi PBB tentang Air (1997) dan Water Framework Directive Uni Eropa (2000) yang mengatur penggunaan dan perlindungan air lintas batas serta integrasi dengan hukum lingkungan dan kelautan12.
Tema-tema Sentral Hukum Air: Studi Kasus dan Data
1. Penggunaan dan Perlindungan Air
- Prinsip Pemanfaatan Wajar dan Adil: Konvensi Air PBB 1997 menegaskan prinsip pemanfaatan wajar dan adil (reasonable and equitable utilization) serta aturan “no significant harm” antarnegara. Tidak ada prioritas inheren antarjenis penggunaan (pertanian, air minum, energi), semua faktor harus dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan.
- Studi Kasus Murray-Darling, Australia: Sistem water trading dan efisiensi penggunaan air di Murray-Darling Basin menjadi contoh sukses penerapan prinsip alokasi adil dan perlindungan ekosistem, meski tetap menghadapi tantangan kekeringan dan konflik antarnegara bagian3.
- Kasus Sungai Ebro, Spanyol: Perencanaan air berbasis DAS (daerah aliran sungai) mendukung pertumbuhan hijau dan mengurangi konflik antar sektor3.
2. Kerja Sama Lintas Batas
- Kewajiban Kerja Sama: Hukum air internasional mewajibkan negara untuk bekerja sama, memberi notifikasi dini, dan membentuk komisi bersama. Contoh: lebih dari 400 perjanjian air lintas negara telah disepakati secara global.
- Studi Kasus Danau Malawi/Niassa/Nyasa: Pembagian manfaat (benefit-sharing) dan prinsip resiprositas menjadi dasar negosiasi antara negara-negara di sub-basin Zambezi, meski sering terjadi sengketa terkait prioritas dan alokasi air1.
- Komisi Sungai Internasional: Di Eropa, komisi seperti International Commission for the Protection of the Rhine telah berhasil mengurangi polusi dan meningkatkan kualitas air melalui kerja sama lintas negara.
3. Hak Asasi Manusia atas Air
- Resolusi PBB 2010: PBB mengakui hak atas air minum dan sanitasi yang aman sebagai hak asasi manusia. Beberapa negara telah mengadopsi hak ini dalam konstitusi atau undang-undang nasional.
- Studi Kasus Lagos, Nigeria: Implementasi hak atas air menghadapi tantangan besar, terutama di kota-kota besar negara berkembang dengan infrastruktur terbatas dan tata kelola yang lemah1.
- Isu Investasi dan Privatisasi: Sengketa investasi di sektor air sering kali menimbulkan konflik antara hak publik dan kepentingan investor swasta, menyoroti pentingnya regulasi yang adil dan transparan.
4. Layanan Air dan Sanitasi
- Tarif dan Biaya: Penetapan tarif air yang adil menjadi isu utama, terkait prinsip cost recovery dan polluter pays. Hanya sepertiga utilitas air di AS yang mampu menutup biaya penuh melalui tarif, sisanya bergantung pada subsidi publik45.
- Privatisasi dan Dispute: Privatisasi layanan air di Spanyol dan negara lain menimbulkan debat tentang efisiensi, akses, dan keadilan. Sengketa hukum sering muncul terkait hak konsumen dan kewajiban operator swasta1.
- Circular Economy: Reuse air limbah dan transisi ke ekonomi sirkular menjadi tren baru dalam pengelolaan air perkotaan.
5. Hak Alam (Rights of Nature)
- Konsep Legal Personhood: Beberapa negara (Ekuador, Selandia Baru) telah mengakui sungai sebagai subjek hukum dengan hak legal, terinspirasi oleh pandangan adat dan kebutuhan perlindungan ekosistem.
- Studi Kasus Sungai Whanganui, Selandia Baru: Pengakuan sungai sebagai entitas hukum memungkinkan pengelolaan berbasis penjagaan (guardianship) dan memperkuat peran masyarakat adat dalam tata kelola air1.
- Debat Efektivitas: Masih diperdebatkan apakah pengakuan hak alam benar-benar meningkatkan perlindungan lingkungan atau hanya bersifat simbolik.
6. Keamanan Air (Water Security)
- Definisi dan Dimensi: Keamanan air mencakup akses, kualitas, dan perlindungan dari bencana (banjir, kekeringan). Pada tingkat internasional, isu ini sering dikaitkan dengan potensi konflik bersenjata, sementara di tingkat lokal lebih pada perlindungan komunitas rentan.
- Studi Kasus Donbass dan Crimea: Konflik bersenjata dapat menyebabkan blokade air, merusak infrastruktur, dan menimbulkan krisis kemanusiaan1.
- Adaptasi Iklim: Hukum air harus mampu menyesuaikan diri dengan perubahan iklim yang memperburuk variabilitas hidrologi dan risiko bencana.
7. Koherensi dan Fragmentasi Hukum
- Koherensi Vertikal dan Horizontal: Tantangan utama adalah memastikan konsistensi antara hukum internasional, regional, dan nasional, serta antara hukum air dengan hukum lingkungan, perdagangan, dan kemanusiaan.
- Studi Kasus Uni Eropa: Water Framework Directive menuntut integrasi lintas sektor dan negara anggota, namun implementasi sering terhambat oleh perbedaan hukum nasional dan kepentingan sektor.
Pendekatan Eksternal: Efektivitas, Legitimasi, dan Inovasi Tata Kelola
Kolaborasi dan Tata Kelola Adaptif
- Integrated Water Resources Management (IWRM): Model pengelolaan terpadu berbasis DAS menjadi standar global, namun implementasinya sering terhambat oleh fragmentasi kelembagaan dan konflik kepentingan3.
- Co-Governance: Kolaborasi antara pemerintah, swasta, dan masyarakat sipil (misal: Water Funds di Amerika Latin) terbukti efektif meningkatkan perlindungan hulu sungai dan akses air bersih3.
- Adaptive Governance: Hukum air perlu fleksibel untuk merespons ketidakpastian ilmiah dan perubahan sosial-ekologis, seperti yang terjadi pada pengelolaan banjir di Jerman dan Belanda.
Pendekatan Ekosistem
- Ecosystem Approach: Pengelolaan air berbasis ekosistem menuntut regulasi yang holistik, lintas batas administratif, dan berbasis data ilmiah. Konvensi Keanekaragaman Hayati dan Water Framework Directive mendorong pendekatan ini di tingkat global dan regional.
- Studi Kasus Taehwa River, Korea: Restorasi ekosistem sungai berhasil meningkatkan kualitas air, keanekaragaman hayati, dan ekonomi lokal melalui pariwisata dan rekreasi3.
Legitimasi dan Keadilan
- Legitimasi Substantif dan Prosedural: Tata kelola air yang sahih menuntut pembagian manfaat dan beban yang adil, mekanisme koreksi kesalahan masa lalu (misal: redistribusi hak air pasca rezim otoriter), serta partisipasi publik dalam pengambilan keputusan.
- Studi Kasus Afrika Selatan: Reformasi hukum air pasca-apartheid menekankan keadilan akses dan pengakuan hak masyarakat adat, meski masih menghadapi tantangan implementasi1.
Hukum Air dan Perubahan Iklim
- Adaptasi dan Mitigasi: Hukum air harus mampu mendukung mitigasi (misal: energi hidro dan angin) dan adaptasi (alokasi air saat kekeringan, perlindungan dari banjir).
- Studi Kasus Polandia: Adaptasi hukum air di sektor pertanian menjadi kunci ketahanan pangan di tengah perubahan pola curah hujan dan suhu ekstrim1.
Opini, Kritik, dan Perbandingan
Nilai Tambah Artikel
- Paper ini sangat kuat dalam membedah dua perspektif hukum air (internal dan eksternal), serta menyoroti pentingnya integrasi hukum, sains, dan tata kelola.
- Penekanan pada hak asasi manusia, hak alam, dan adaptasi iklim sangat relevan dengan tantangan abad ke-21.
- Studi kasus dan referensi global memperkaya analisis dan memberikan pembelajaran lintas negara.
Kritik dan Keterbatasan
- Kurangnya pembahasan mendalam tentang peran teknologi digital (IoT, big data) dalam tata kelola air modern.
- Isu-isu sosial-politik seperti resistensi terhadap privatisasi dan konflik agraria belum dieksplorasi secara detail.
- Studi kasus lebih banyak berfokus pada negara maju; praktik di negara berkembang perlu lebih diangkat.
Perbandingan dengan Studi Lain
- Sejalan dengan literatur World Bank, OECD, dan UN Water, artikel ini menekankan pentingnya tata kelola adaptif, kolaborasi lintas sektor, dan integrasi hukum lingkungan.
- Namun, artikel ini lebih menekankan pada kerangka konseptual dan metodologis, bukan hanya pada solusi teknis atau kebijakan.
Relevansi Industri dan Tren Masa Depan
Tren Industri
- Green Growth dan Circular Economy: Industri air bergerak ke arah efisiensi, daur ulang, dan integrasi dengan ekonomi hijau.
- Blended Finance dan PPP: Pembiayaan inovatif dan kemitraan publik-swasta menjadi kunci pembangunan infrastruktur air.
- Digitalisasi: Teknologi digital mempercepat deteksi kebocoran, monitoring kualitas, dan transparansi layanan air.
Peluang dan Tantangan
- Peluang: Integrasi hukum air dengan agenda iklim, keanekaragaman hayati, dan pembangunan berkelanjutan.
- Tantangan: Fragmentasi hukum, minimnya data, dan resistensi politik terhadap reformasi.
Kesimpulan dan Rekomendasi
Hukum air adalah bidang multidimensi yang terus berevolusi untuk menjawab tantangan krisis air, perubahan iklim, dan kebutuhan keadilan sosial. Ke depan, dibutuhkan pendekatan yang lebih integratif, adaptif, dan berbasis data, dengan kolaborasi lintas sektor, disiplin, dan negara. Reformasi hukum air harus menempatkan hak asasi manusia, perlindungan ekosistem, dan keadilan sosial sebagai fondasi utama, serta membuka ruang bagi inovasi dan partisipasi masyarakat.
Rekomendasi utama:
- Perkuat integrasi hukum air dengan hukum lingkungan, iklim, dan perdagangan.
- Dorong tata kelola kolaboratif dan adaptif berbasis DAS dan ekosistem.
- Tingkatkan partisipasi publik dan pengakuan hak masyarakat adat serta kelompok rentan.
- Kembangkan model pembiayaan inovatif dan digitalisasi layanan air.
- Perluas studi kasus dan praktik terbaik dari negara berkembang untuk memperkaya literatur global.
Dengan langkah ini, hukum air dapat menjadi instrumen utama untuk memastikan keberlanjutan, keadilan, dan ketahanan air di masa depan.
Sumber Artikel Asli
Niko Soininen, Antti Belinskij, Suvi-Tuuli Puharinen. “Water law.” Cambridge Prisms: Water, 1, e12, 1–9 (2023).