Pendahuluan: Ketika Kota Tak Cukup Sekadar “Pintar”
Kota-kota modern tengah berlomba melakukan transformasi digital (DT) demi meningkatkan efisiensi pelayanan publik, terutama pengelolaan aset infrastruktur perkotaan (Urban Infrastructure Assets/UIA) seperti air, jalan, dan sistem sanitasi. Namun, penelitian oleh Lafioune, Poirier, dan St-Jacques (2024) menemukan bahwa banyak kota justru gagal dalam implementasi DT karena kurangnya kerangka kerja, kepemimpinan, dan manajemen data.
Tujuan Penelitian dan Kontribusi Unik
Artikel ini bertujuan:
- Mengidentifikasi dan mengelompokkan hambatan transformasi digital di tingkat kota,
- Mengembangkan kerangka teoretis DT untuk UIA,
- Memvalidasi framework melalui dua studi kasus di kota besar Kanada.
Hasilnya adalah 22 elemen hambatan dalam 6 kategori utama, yang dijadikan dasar untuk pengembangan strategi DT kota yang lebih terstruktur.
Studi Kasus dan Metodologi Penelitian
Peneliti melakukan:
- Systematic Literature Review dari 202 artikel, disaring menjadi 63 yang relevan.
- Workshop dua kota besar di Kanada (masing-masing >500.000 penduduk),
- Melibatkan 36 pegawai lintas departemen untuk menggali tantangan DT secara riil.
Hasilnya mengungkap bahwa manajemen perubahan organisasi, manajemen data, dan ketidakselarasan praktik saat ini menjadi penghambat utama.
Enam Kategori Hambatan Transformasi Digital
1. Strategi dan Kepemimpinan
- Kekurangan rencana strategis, kepemimpinan senior, dan dukungan politik.
- Misalnya, di kota A dan B, hanya 6–7% pegawai yang menyadari peran strategi jangka panjang.
2. Proses dan Manajemen
- Tantangan utama: praktik lama yang tidak kompatibel dengan sistem digital, serta tidak adanya sistem manajemen data terintegrasi.
- Data workshop menunjukkan:
34% responden kota A dan 26% kota B menyoroti masalah ini.
3. Struktur Organisasi dan Budaya
- Minimnya pelatihan, resistensi terhadap perubahan, budaya organisasi yang pasif.
- 13% responden menyebut kurangnya pelatihan sebagai masalah besar.
4. Regulasi dan Standar
- Ketiadaan kontrak digital dan kebijakan pendukung.
- Undang-undang belum mendukung teknologi baru seperti digital twin atau BIM.
5. Manusia dan Komunitas
- Minimnya SDM, kurangnya visi digital dari pimpinan, dan rendahnya partisipasi masyarakat.
- 15% responden menyebut hambatan ini, termasuk persepsi negatif warga terhadap proyek DT.
6. Ekosistem Digital dan Teknologi
- Sistem informasi lama yang tidak kompatibel, kekurangan perangkat pendukung, dan teknologi yang tidak user-friendly.
Temuan Utama dari Literatur dan Workshop
- “Manajemen perubahan organisasi” adalah hambatan paling sering disebut (18 studi).
- Diikuti oleh:
- Absennya manajemen data (13 studi),
- Ketidakcocokan praktik saat ini,
- Kurangnya pelatihan pegawai.
- Kurangnya SDM dan sistem informasi usang juga banyak disebut (10 studi).
- Resistensi terhadap perubahan disebutkan dalam 9 studi, termasuk karena kurangnya pemahaman makna perubahan atau takut kehilangan pekerjaan.
Implikasi Strategis: Apa yang Bisa Dilakukan?
- Bangun Rencana Strategis Digital di Tingkat Kota
Jangan lagi bergantung pada ad-hoc project; gunakan pendekatan sistemik dan lintas departemen. - Prioritaskan Manajemen Data
Bentuk unit khusus yang bertanggung jawab atas data quality, standardisasi, dan interoperabilitas antar sistem. - Berikan Pelatihan Teknis dan Manajerial
Bukan hanya pengoperasian perangkat, tapi juga pemahaman sistem informasi dan keamanan data. - Perkuat Peran Kepemimpinan dan Komunikasi
Tanpa dukungan dari pemimpin tertinggi kota, proyek DT akan stagnan. - Libatkan Masyarakat Sejak Awal
Transparansi dan partisipasi publik mencegah resistensi sosial, sekaligus meningkatkan legitimasi anggaran.
Studi Kasus Kota A dan Kota B: Perbandingan Nyata
- Kota A: fokus pada pembenahan proses internal.
Masalah utama: misalignment management (15%) dan data management (13%). - Kota B: menyebut kurangnya pelatihan (8%) dan kelemahan sistem IT (10%) sebagai hambatan.
Unik: Kota B lebih banyak menyebut AM maturity dan digital expertise sebagai kendala tambahan.
Nilai Tambah Penelitian
Framework 22 hambatan dari artikel ini tidak hanya untuk akademisi, tapi juga praktisi pemerintah. Bisa digunakan untuk:
- Menguji kesiapan DT di kota mana pun,
- Merancang roadmap transformasi digital UIA,
- Menentukan prioritas anggaran dan pelatihan,
- Menyusun indikator evaluasi proyek Smart City.
Kesimpulan: Kunci Transformasi Digital Ada di Manajemen dan Visi
Transformasi digital di tingkat kota bukan sekadar pengadaan sistem baru, tapi proses sistemik yang menyentuh struktur organisasi, budaya kerja, dan manajemen data. Artikel ini mengingatkan bahwa tanpa kepemimpinan, strategi, dan pelibatan SDM yang tepat, digitalisasi hanya akan menjadi proyek mahal tanpa hasil jangka panjang.
Framework yang dikembangkan relevan untuk seluruh kota, dari metropolis hingga kota kecil, karena bersifat agnostik dan fleksibel terhadap konteks.
Sumber : Lafioune, N., Poirier, E. A., & St-Jacques, M. (2024). Managing urban infrastructure assets in the digital era: Challenges of municipal digital transformation. Digital Transformation and Society, 3(1), 3–22.