Industri konstruksi adalah jantung perekonomian yang berdenyut di setiap negara, tak terkecuali di negara-negara berkembang. Di Ghana, sektor ini adalah salah satu roda penggerak ekonomi utama, menyumbang 13,7% dari Produk Domestik Bruto (PDB), hanya kalah dari sektor pertanian. Lebih dari sekadar statistik ekonomi, industri ini menjadi sumber kehidupan bagi banyak orang, menciptakan lapangan kerja bagi lebih dari 600.000 pekerja, yang setara dengan sekitar 7% dari total populasi pekerja di negara itu.1 Bagi banyak individu yang tidak memiliki keterampilan atau pendidikan tinggi, industri konstruksi menawarkan harapan dan kesempatan untuk penghidupan.1
Namun, di balik gemerlap proyek-proyek pembangunan, tersembunyi sebuah statistik yang sangat mengganggu. Sebuah laporan dari Organisasi Buruh Internasional (ILO) mengungkapkan bahwa industri konstruksi bertanggung jawab atas sekitar 30% dari total fatalitas kerja di seluruh dunia.1 Di negara-negara berkembang, termasuk Ghana, angka ini melonjak ke tingkat yang dianggap "tidak dapat diterima".1 Sebuah studi yang mengerikan menemukan bahwa di negara-negara Afrika berpenghasilan rendah dan menengah seperti Ghana, tingkat fatalitas kecelakaan kerja mencapai
21,1 kematian per 100.000 pekerja. Angka ini jauh lebih buruk jika dibandingkan dengan negara maju seperti Australia (1,5), Inggris (0,55), atau Amerika Serikat (3,6).1 Data ini menunjukkan bahwa, dalam konteks pembangunan, nyawa manusia menjadi taruhan yang sangat besar.
Selama ini, banyak penelitian berfokus pada faktor-faktor permukaan yang menyebabkan kecelakaan, seperti kurangnya alat pelindung diri (APD), pelatihan yang tidak memadai, atau manajemen proyek yang buruk. Namun, sebuah penelitian yang dilakukan oleh Elijah Frimpong Boadu, Cynthia Changxin Wang, dan Riza Yosia Sunindijo dari University of New South Wales, Sydney, mengambil pendekatan yang berbeda dan menemukan sesuatu yang mengejutkan.1 Mereka berpendapat bahwa akar masalahnya tidak sekadar pada praktik kerja yang buruk, melainkan pada karakteristik fundamental dari industri itu sendiri. Struktur dan pondasi yang rapuh inilah yang mengekspos para pekerja pada risiko kesehatan dan keselamatan yang sangat besar.1 Ini adalah narasi mendalam yang akan diungkapkan dalam laporan ini, sebuah cerita di balik data yang kering, yang menjelaskan mengapa nyawa pekerja dipertaruhkan setiap hari.
Menyingkap Tiga Pilar Kerentanan Industri: Fakta di Balik Angka Survei
Untuk memahami mengapa industri konstruksi Ghana begitu berbahaya, para peneliti melakukan survei terhadap 46 profesional dari berbagai latar belakang di industri tersebut, termasuk konsultan, kontraktor, dan perwakilan pemerintah.1 Mereka mengidentifikasi sembilan karakteristik unik dari industri ini dan meminta para profesional untuk menilai seberapa besar pengaruhnya terhadap manajemen kesehatan dan keselamatan (H&S).1 Hasilnya memberikan gambaran yang jelas mengenai tiga pilar kerentanan utama yang menjadi sumber masalah.
1. Kekurangan Tenaga Kerja Terampil dan Terdidik (Peringkat 1)
Ini adalah faktor yang memiliki pengaruh negatif paling besar terhadap H&S, menurut para responden. Data menunjukkan bahwa 67,2% angkatan kerja di sektor ini tidak terampil, sementara hanya 8% yang diklasifikasikan sebagai sangat terampil.1 Kondisi ini menciptakan sebuah dilema fundamental. Industri konstruksi, yang menjadi pintu gerbang pekerjaan bagi banyak individu yang kurang berpendidikan, pada saat yang sama menghadapi tantangan besar dalam melatih dan meyakinkan mereka tentang pentingnya keselamatan. Para pekerja yang buta huruf seringkali sulit untuk dilatih dan meyakinkan mereka tentang masalah H&S.1 Permasalahan ini bukan sekadar masalah teknis, tetapi juga masalah komunikasi dan budaya. Kurangnya keterampilan dan edukasi menjadi penyebab utama kecelakaan kerja.1
2. Ketergantungan pada Metode Padat Karya (Peringkat 2)
Faktor ini menempati peringkat kedua sebagai penyebab utama tantangan H&S. Makalah ini mengungkapkan bahwa industri konstruksi di negara berkembang seperti Ghana mempekerjakan 2 hingga 10 kali lebih banyak pekerja per aktivitas di lokasi proyek dibandingkan dengan negara maju.1 Lebih banyak pekerja di lapangan secara langsung berarti lebih banyak orang yang terpapar bahaya kerja. Misalnya, seorang kontraktor yang tidak memiliki mixer beton mungkin mempekerjakan sekitar
10 buruh untuk mencampur 15 meter kubik beton dalam sehari, sebuah tugas yang bisa diselesaikan oleh 3 pekerja dengan mesin.1
Ini adalah konsekuensi langsung dari kurangnya investasi pada alat dan teknologi. Keterbatasan modal dan akses kredit yang sulit memaksa banyak kontraktor, terutama yang kecil, untuk mengandalkan metode manual.1 Ketergantungan pada tenaga kerja yang melimpah dan murah ini secara signifikan meningkatkan paparan risiko bagi seluruh tim proyek. Lonjakan paparan risiko
10 kali lipat di lokasi proyek konstruksi di Ghana seperti menempatkan 10 pekerja di area yang dirancang hanya untuk satu orang, secara dramatis meningkatkan kemungkinan cedera serius. Ini adalah sebuah lingkaran setan yang tercipta dari kelemahan industri, bukan dari pilihan strategis.
3. Absennya Otoritas Regulasi Tunggal (Peringkat 3)
Temuan ini menyoroti kelemahan struktural di tingkat pemerintahan. Saat ini, tidak ada satu pun badan pemerintah di Ghana yang secara terpusat mengawasi sektor konstruksi. Tanggung jawab dan yurisdiksi terbagi-bagi antara Kementerian Sumber Daya Air, Pekerjaan dan Perumahan, Kementerian Jalan dan Jalan Raya, serta Kementerian Ketenagakerjaan dan Hubungan Perburuhan.1 Pembagian yang tidak konsisten ini menyebabkan kebijakan konstruksi bersifat
ad-hoc dan tidak terkoordinasi.1
Implikasinya sangat nyata: penegakan aturan H&S menjadi lemah.1 Tanpa otoritas tunggal yang kuat dan memiliki kekuasaan seperti
Construction Industry Council (CIC) di Hong Kong, yang dapat memantau dan menegakkan kode etik serta standar keselamatan, industri ini beroperasi dalam sebuah kekosongan regulasi. Kondisi ini memungkinkan praktik berbahaya terus berlangsung dan menjadi salah satu akar penyebab utama dari masalah-masalah sebelumnya, membentuk sebuah 'jebakan' yang sulit dihindari.1
Cerita di Balik Data: Ketika Konsultan dan Kontraktor Bertengkar Soal Keselamatan
Selain mengidentifikasi karakteristik utama, penelitian ini juga menggali lebih dalam dengan menggunakan analisis statistik ANOVA untuk membandingkan pandangan antara kelompok profesional yang berbeda—konsultan, kontraktor, dan perwakilan pemerintah.1 Hasilnya mengungkapkan perbedaan pandangan yang signifikan dan mencengangkan. Analisis menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan secara statistik antara pandangan konsultan dan kontraktor terkait dampak dari "sifat industri yang terfragmentasi" terhadap H&S.1
Ini adalah konflik yang tersembunyi di balik data. Sistem pengadaan tradisional yang dominan di Ghana memisahkan proses desain dan konstruksi. Konsultan, yang bertanggung jawab atas desain, seringkali tidak terlibat dalam fase konstruksi.1 Mereka tidak secara langsung merasakan tantangan dan risiko H&S yang muncul ketika desain mereka diimplementasikan di lapangan. Oleh karena itu, bagi mereka, fragmentasi adalah hal yang dinormalisasi dan dianggap tidak memiliki pengaruh negatif yang besar terhadap keselamatan.1 Sebaliknya,
kontraktor, yang harus menanggung semua risiko untuk mewujudkan desain di lapangan, lebih menyadari bagaimana desain yang sulit dibangun dapat meningkatkan risiko kecelakaan.1 Temuan ini menunjukkan bahwa kurangnya komunikasi dan kolaborasi antara perancang dan pelaksana dapat menjadi faktor pemicu fatalitas.1
Ada temuan lain yang tak kalah mengejutkan dari analisis korelasi. Semakin berpengalaman seorang profesional dalam industri, semakin ia cenderung tidak melihat fragmentasi sebagai masalah H&S yang signifikan.1 Hal ini menunjukkan bahwa sistem tradisional yang sudah mengakar kuat telah menciptakan sebuah "budaya keselamatan" yang cacat, di mana para profesional yang paling berpengalaman pun menganggap risiko-risiko fundamental sebagai "hal yang normal" atau lumrah.1 Dengan kata lain, pengalaman tidak selalu berbanding lurus dengan kepekaan terhadap masalah. Sebaliknya, pengalaman bisa menjadi penghalang, karena membiasakan praktisi dengan kondisi yang seharusnya tidak dapat diterima, menghambat perubahan dan perbaikan yang krusial.
Warisan Masa Lalu dan Tantangan Modern: Kisah-Kisah yang Belum Selesai
Tiga pilar kerentanan di atas hanyalah puncak dari gunung es. Penelitian ini juga mengidentifikasi karakteristik lain yang saling terkait dan membentuk sebuah ekosistem yang rapuh.
Sistem Pengadaan dan Perang Harga: Adopsi Undang-Undang Pengadaan Publik tahun 2003 yang mengedepankan kompetisi sengit dan "harga tender terendah" menciptakan sebuah lingkungan di mana para kontraktor harus berjuang untuk memenangkan proyek.1 Dalam kondisi seperti ini, seringkali satu-satunya cara untuk memotong biaya adalah dengan mengorbankan pengeluaran untuk H&S. Sebuah studi mencatat bahwa kontraktor di Afrika Selatan seringkali harus memilih antara mengalokasikan dana yang memadai untuk H&S atau kehilangan tender kepada pesaing yang kurang berkomitmen.1 Ini adalah insentif yang salah, yang secara langsung mengorbankan keselamatan demi keuntungan finansial.1
Sektor Informal, Sektor 'Bayangan': Sebagian besar pekerja konstruksi di Ghana beroperasi di sektor informal, sebuah 'lubang hitam' yang luput dari pengawasan dan regulasi pemerintah.1 Di sektor ini, kontrak seringkali hanya bersifat lisan, tanpa jaminan sosial, dan tanpa perlindungan hukum atau H&S yang memadai.1 Para pekerja informal seringkali buta huruf dan tidak memiliki pemahaman tentang hukum H&S. Pemerintah pun tidak memiliki data statistik yang andal tentang mereka, sehingga tidak dapat memantau atau menegakkan standar keselamatan.1 Ini adalah tempat di mana puluhan ribu pekerja paling rentan beroperasi tanpa perlindungan.1
Warisan Kolonial: Studi ini juga menunjukkan bahwa sistem, praktik, dan regulasi H&S di Ghana masih berakar kuat pada warisan kolonial Inggris.1 Regulasi yang sudah ketinggalan zaman ini tidak lagi mencerminkan perubahan sosial, budaya, dan ekonomi yang dialami negara selama beberapa dekade terakhir.1 Akibatnya, relevansi aturan-aturan lama ini dipertanyakan, dan para profesional advokasi menyerukan adanya sistem H&S yang lebih sesuai dengan konteks Ghana saat ini.1
Jalan Keluar: Menuju Industri yang Lebih Aman dan Produktif
Temuan dari penelitian ini tidak hanya mengungkap masalah, tetapi juga menawarkan rekomendasi strategis yang dapat menjadi cetak biru untuk perbaikan.
1. Sertifikasi Wajib untuk Pekerja: Mengubah kualitas angkatan kerja adalah langkah pertama yang paling krusial. Studi ini merekomendasikan agar setiap orang yang ingin bekerja di industri konstruksi memiliki sertifikasi yang dikeluarkan oleh badan yang berwenang.1 Model seperti
Construction Industry Council (CIC) di Hong Kong, di mana setiap pekerja harus terdaftar, bisa menjadi contoh yang baik.1 Langkah ini akan memastikan bahwa semua pekerja memiliki tingkat keterampilan dan kompetensi yang diperlukan untuk bekerja secara efektif dan aman di lokasi proyek, mengubah fundamental industri dari bawah ke atas.
2. Otoritas Regulasi Tunggal yang Berwenang: Untuk mengatasi fragmentasi, para peneliti bergabung dengan seruan untuk membentuk otoritas regulasi tunggal yang didukung oleh Undang-Undang Parlemen.1 Badan ini harus memiliki sumber daya dan wewenang untuk menyederhanakan regulasi, memantau kinerja industri, dan menegakkan standar H&S secara konsisten di seluruh sektor. Mengikuti contoh
CIDB di Malaysia atau CIC di Hong Kong, badan ini akan menjadi satu-satunya titik koordinasi untuk memastikan perbaikan berkelanjutan.1
3. Insentif untuk Adopsi Teknologi: Untuk mengurangi ketergantungan pada metode padat karya yang berisiko, pemerintah dapat memberikan dukungan kepada kontraktor yang memiliki kredibilitas.1 Bantuan ini dapat berupa fasilitas kredit atau insentif lain untuk membeli mesin dan peralatan modern. Dengan berkurangnya kebutuhan akan tenaga kerja manual yang masif, paparan risiko terhadap pekerja dapat secara signifikan berkurang.1
Kritisisme Realistis: Batasan Studi dan Tantangan ke Depan
Meskipun memberikan wawasan yang mendalam, studi ini memiliki beberapa batasan yang penting untuk diketahui. Pertama, penelitian ini adalah studi kasus eksplorasi yang berfokus secara spesifik pada Ghana.1 Meskipun para penulis meyakini bahwa temuan ini dapat menjadi kerangka kerja untuk studi serupa di negara berkembang lainnya, generalisasi langsung harus dilakukan dengan hati-hati.1 Karakteristik industri konstruksi di setiap negara bisa sedikit berbeda, meskipun mereka berbagi masalah yang serupa.1
Kedua, metode pengumpulan data menggunakan convenience sampling, di mana responden dipilih berdasarkan kemudahan akses.1 Ini berarti sampel responden mungkin tidak sepenuhnya representatif dari seluruh populasi profesional di industri konstruksi Ghana.1 Meskipun demikian, fakta bahwa responden berasal dari berbagai latar belakang dan tingkat pengalaman yang bervariasi memberikan bobot yang cukup pada temuan ini.1
Kesimpulan: Pilihan Berani untuk Masa Depan yang Lebih Baik
Laporan ini menyimpulkan bahwa tingginya angka kecelakaan dan fatalitas di industri konstruksi Ghana bukan hanya masalah individu, tetapi masalah struktural yang mendalam. Masalah utamanya bukanlah kelalaian pekerja, melainkan sebuah ekosistem industri yang rapuh, dicirikan oleh tenaga kerja yang tidak terampil, ketergantungan pada metode manual, dan absennya kepemimpinan regulasi yang terpusat.
Jika rekomendasi strategis yang diusulkan—mulai dari sertifikasi wajib bagi pekerja hingga pembentukan otoritas tunggal—diimplementasikan secara komprehensif, industri konstruksi tidak hanya akan menjadi lebih aman, tetapi juga lebih efisien dan kompetitif. Ini bukan sekadar pengeluaran, tetapi investasi kritis dalam pembangunan manusia yang berkelanjutan. Jika diterapkan, temuan ini bisa mengurangi biaya kecelakaan kerja, meningkatkan produktivitas, dan menarik investasi yang lebih besar, dengan potensi dampak ekonomi yang signifikan dalam lima tahun ke depan. Langkah-langkah ini akan mengubah kesehatan dan keselamatan dari sekadar biaya menjadi investasi dalam pembangunan yang manusiawi dan berkelanjutan.
Sumber Artikel:
Boadu, E. F., Wang, C. C., & Sunindijo, R. Y. (2020). Characteristics of the construction industry in developing countries and its implications for health and safety: An exploratory study in Ghana. International journal of environmental research and public health, 17(11), 4110.