Desain Mutu Sejak Awal: Pendekatan QbD untuk Validasi Metode Spektrofotometri Hidroklorotiazid

Dipublikasikan oleh Muhammad Reynaldo Saputra

02 Agustus 2025, 10.51

Pendahuluan: Transformasi Pendekatan Analitik dalam Dunia Farmasi

Perkembangan dunia farmasi kini tidak hanya menuntut akurasi analitik, tetapi juga robustness, efisiensi, dan keberlanjutan dalam pengujian produk. Pendekatan Quality by Design (QbD), yang dahulu lebih banyak diterapkan pada pengembangan produk dan proses manufaktur, kini mulai merambah metode analitik. Dalam artikel ini, penulis menyajikan penerapan prinsip QbD untuk mengembangkan dan memvalidasi metode spektrofotometri UV dalam penetapan kadar hidroklorotiazid — sebuah diuretik yang digunakan secara luas.

Penelitian ini menunjukkan bahwa integrasi sistematis antara ilmu statistik, prinsip validasi, dan QbD dapat menghasilkan metode yang tidak hanya valid dan presisi, tetapi juga adaptif terhadap variabilitas lingkungan dan peralatan.

Landasan Teoretis: Dari QbD Menuju AQbD

H2: Quality by Design (QbD) dalam Konteks Analitik

Penulis menjadikan pendekatan QbD sebagai fondasi konseptual utama. Dalam konteks analitik, QbD diwujudkan dalam bentuk Analytical Quality by Design (AQbD), yang tidak hanya menargetkan validitas metode, tetapi juga ketahanan (robustness) dan ruang kerja yang dapat dioperasikan (MODR – Method Operable Design Region).

Tiga komponen utama pendekatan QbD yang ditekankan dalam studi ini adalah:

  • Analytical Target Profile (ATP): Menentukan tujuan dan kebutuhan spesifik dari metode spektrofotometri.

  • Critical Method Parameters (CMPs): Faktor-faktor yang paling memengaruhi hasil analitik, seperti panjang gelombang dan waktu reaksi.

  • Design of Experiments (DoE): Pendekatan statistik untuk mengoptimalkan kombinasi parameter.

Metodologi: Eksperimen Terstruktur dengan Pendekatan DoE

H2: Strategi Eksperimental

Penelitian ini menggunakan full factorial design 3², yaitu percobaan statistik dua faktor (waktu reaksi dan panjang gelombang) dengan tiga level masing-masing. Tujuannya adalah untuk mengevaluasi pengaruh kedua parameter tersebut terhadap hasil absorbansi.

H3: Variabel yang Diuji

  • Waktu reaksi: 5, 10, dan 15 menit

  • Panjang gelombang: 272, 274, dan 276 nm

Respon utama adalah nilai absorbansi larutan hidroklorotiazid pada konsentrasi 12 μg/mL.

Hasil Studi: Konsistensi, Validitas, dan Ketahanan Metode

H2: Identifikasi Panjang Gelombang Optimal

Spektrum absorbansi menunjukkan bahwa 274 nm adalah panjang gelombang dengan respons terbaik untuk hidroklorotiazid. Pada titik ini, sensitivitas metode juga optimal.

H3: Hasil Statistik

  • Linearitas metode terbukti dalam rentang 2–20 µg/mL dengan R² = 0,9995

  • Presisi intra-day dan inter-day menunjukkan %RSD < 1,5%

  • Akurasi metode diuji pada level 80%, 100%, dan 120% dan menghasilkan recovery 99–101%

  • LOD dan LOQ tercatat pada 0,55 µg/mL dan 1,65 µg/mL

📌 Refleksi teoritis: Angka-angka ini tidak hanya memenuhi syarat validasi ICH, tapi juga mencerminkan kontrol statistik atas performa metode, bukan sekadar observasi deskriptif.

Narasi Argumentatif: Logika Sistemik dalam Validasi Analitik

Penulis menyusun argumentasi bahwa validasi metode tidak boleh dilakukan secara parsial atau terputus. Dalam pendekatan tradisional, validasi sering kali dianggap sebagai kegiatan satu kali. Namun melalui QbD, validasi dipandang sebagai bagian dari siklus hidup metode yang harus dirancang, dipantau, dan dievaluasi ulang secara berkelanjutan.

H3: Kritik terhadap Validasi Tradisional

Penulis secara implisit mengkritik bahwa:

  • Metode tradisional tidak fleksibel ketika parameter berubah

  • Tidak adanya pemetaan risiko membuat metode mudah gagal saat transfer antar laboratorium

Poin-Poin Kunci yang Diangkat Penulis

  • QbD menjadikan pengembangan metode sebagai aktivitas ilmiah, bukan prosedural.

  • Penggunaan DoE mengurangi jumlah eksperimen yang dibutuhkan.

  • MODR memungkinkan fleksibilitas tanpa perlu revalidasi.

  • Validasi metode berbasis QbD mengarah pada sistem mutu yang berkelanjutan dan efisien.

Kritik terhadap Pendekatan Penulis

H2: Kekuatan Metodologis

  • Desain eksperimen terstruktur dan jelas

  • Visualisasi data melalui grafik kontur dan 3D response surface sangat membantu

  • Validasi parameter dilakukan secara lengkap dan sistematis

H3: Kelemahan atau Batasan

  • Penelitian ini terbatas pada satu zat (hidroklorotiazid); belum diuji pada matriks kompleks

  • Paper ini tidak menunjukkan transferability ke laboratorium lain, padahal itu adalah bagian penting dari AQbD

  • Belum ada diskusi mengenai kestabilan metode dalam jangka panjang (stability-indicating capability)

Implikasi Ilmiah dan Praktis

H2: Kontribusi terhadap Ilmu Farmasi

  • Mendorong adopsi QbD dalam analisis, bukan hanya manufaktur

  • Menunjukkan bahwa metode UV sederhana pun dapat memenuhi standar global jika dirancang dengan benar

  • Memberi template praktis untuk pengembangan metode berbasis risiko

H3: Implikasi Industri

  • Mempermudah proses validasi ulang saat ada perubahan alat atau lokasi

  • Mengurangi biaya pengujian laboratorium melalui efisiensi desain

  • Memberikan kepercayaan regulator terhadap metode analitik yang lebih stabil dan konsisten

Kesimpulan: Mutu Tidak Diuji, Tapi Dirancang

Melalui paper ini, Arshiya Sultana dan timnya menyampaikan pesan kuat bahwa dalam era farmasi modern, kualitas tidak lagi menjadi hasil dari pengujian akhir, melainkan buah dari perancangan ilmiah sejak awal. Pendekatan QbD tidak hanya membuat metode analitik lebih presisi, tetapi juga membuatnya tangguh, hemat, dan mudah dikontrol.

Bagi dunia industri dan akademik, studi ini menjadi bukti bahwa validasi metode dapat ditingkatkan secara sistemik, dengan landasan ilmu statistik, manajemen risiko, dan filosofi mutu bawaan.

📎 Link Resmi Paper:

https://doi.org/10.5281/zenodo.7676585