Latar Belakang Teoretis
Penelitian ini berakar pada sebuah kesenjangan yang semakin melebar antara kemajuan pesat teknologi di industri AEC—yang terangkum dalam paradigma Konstruksi 4.0—dengan kurikulum pendidikan tinggi yang cenderung statis dan lambat beradaptasi. Profesional di sektor ini dituntut untuk memiliki serangkaian keahlian yang luas untuk menjawab tantangan global, namun kurikulum teknik sipil yang telah mapan sering kali gagal menanamkan kompetensi fundamental dalam otomatisasi, fabrikasi digital, dan pengembangan antarmuka manusia-komputer. Menjawab tantangan ini, sebuah proyek pendidikan bernama "MATES to STEAM" dikembangkan di School of Civil Engineering, Technical University of Catalonia (UPC, BarcelonaTech).
Proyek ini bertujuan untuk menjembatani kesenjangan tersebut dengan merancang dan mengintegrasikan serangkaian kegiatan pembelajaran yang kaya akan muatan Sains, Teknologi, Rekayasa, Seni, dan Matematika (STEAM) ke dalam program studi baru Teknologi Teknik Sipil. Hipotesis yang mendasari karya ini adalah bahwa melalui pendekatan pedagogis yang terstruktur—yang dibagi ke dalam tiga tingkatan:
Cornerstone (fondasi), Keystone (inti), dan Capstone (puncak)—mahasiswa dapat dibekali dengan keterampilan dasar dan pemahaman komprehensif yang diperlukan untuk menavigasi perjalanan dari dunia fisik ke virtual dan sebaliknya, yang merupakan inti dari Konstruksi 4.0.
Metodologi dan Kebaruan
Penelitian ini mengadopsi metodologi studi kasus proyek pendidikan. Prosesnya diawali dengan tinjauan literatur sistematis untuk mengidentifikasi kesenjangan dalam pendidikan AEC terkait Konstruksi 4.0. Berdasarkan temuan tersebut, serangkaian kegiatan demonstrator dirancang dengan tiga prinsip utama: menanamkan teknologi Konstruksi 4.0, menumbuhkan motivasi melalui visi STEAM, dan menggunakan perangkat yang terjangkau, dapat diakses, dan bersumber terbuka (open-source).
Seluruh kegiatan dirancang untuk diimplementasikan di dalam makerspace universitas, sebuah lingkungan yang memfasilitasi eksperimen dan inovasi langsung. Kerangka kerja metodologis yang terstruktur ke dalam tiga tingkatan proyek (Cornerstone, Keystone, Capstone) menjadi inti dari pendekatan ini. Kebaruan dari karya ini tidak terletak pada penemuan teknologi baru, melainkan pada penyajian sebuah kerangka kerja pedagogis yang holistik dan dapat direplikasi. Alih-alih hanya memperkenalkan satu alat (misalnya BIM), penelitian ini merancang sebuah alur pembelajaran yang lengkap, mulai dari pengenalan coding dasar hingga pengembangan sistem siber-fisik yang kompleks seperti Digital Twins, yang secara spesifik disesuaikan untuk konteks mahasiswa teknik sipil.
Temuan Utama dengan Kontekstualisasi
Analisis dan implementasi pilot dari proyek "MATES to STEAM" menghasilkan tiga kategori kegiatan pembelajaran yang berbeda namun saling terkait.
-
Cornerstone Projects (Proyek Fondasi): Dirancang untuk mahasiswa tahun pertama, proyek ini berfokus pada penanaman keterampilan dasar dalam pengkodean (coding) dan pemodelan algoritmik, yang secara langsung terhubung dengan mata kuliah inti seperti Kalkulus dan Aljabar.
-
Konsep & Alat: Mahasiswa belajar memvisualisasikan fungsi matematika implisit (misalnya, kardioid, lemniskat) dalam ruang 2D menggunakan pemrograman interaktif. Pada tingkat yang lebih lanjut, mereka menggunakan alat desain parametrik seperti Grasshopper untuk menciptakan dan memanipulasi entitas geometris dalam ruang 3D.
-
Implementasi: Proyek ini telah diimplementasikan dua kali sebagai tugas opsional dalam mata kuliah Kalkulus, dengan tingkat partisipasi yang sangat tinggi (98% pada edisi pertama yang daring dan 50% pada edisi kedua yang tatap muka), menunjukkan minat dan motivasi yang kuat dari mahasiswa.
-
-
Keystone Workshops (Lokakarya Inti): Serangkaian lokakarya tematik ini dirancang untuk memperkenalkan pilar-pilar teknologi Konstruksi 4.0, yang secara konseptual merepresentasikan perjalanan dari "fisik-ke-virtual" atau "virtual-ke-fisik".
-
Sensor-to-Cloud: Mahasiswa diperkenalkan pada dasar-dasar elektronik dan Internet of Things (IoT) dengan menggunakan mikrokontroler dan berbagai sensor (analog dan digital) untuk mengukur besaran fisik dan mengirimkan data ke cloud.
-
3D Printing: Berfokus pada fabrikasi digital, di mana mahasiswa mengubah model geometri virtual menjadi objek fisik melalui teknologi pencetakan 3D.
-
Scan-to-BIM: Merepresentasikan perjalanan dari fisik ke virtual, di mana mahasiswa menggunakan Terrestrial Laser Scanner (TLS) untuk memindai objek nyata, menghasilkan point cloud, dan kemudian menggunakan algoritma geometri komputasi untuk mengidentifikasi dan merekonstruksi bentuk-bentuk geometris dari data tersebut.
-
BIM-to-Robotics: Menjembatani dunia virtual dan fisik melalui otomatisasi. Mahasiswa belajar mengontrol gerakan lengan robotik fisik secara langsung dari dalam platform yang kompatibel dengan BIM (seperti Grasshopper), menyinkronkan geometri virtual dengan aktuator fisik.
-
-
Capstone Projects (Proyek Puncak): Merupakan puncak dari alur pembelajaran, di mana mahasiswa mengintegrasikan semua keterampilan yang telah dipelajari untuk menciptakan sebuah Digital Twin—representasi virtual dari aset fisik yang diperbarui secara real-time dengan data dari sensor.
-
Konsep & Alat: Proyek ini menuntut pemahaman komprehensif tentang aliran informasi dua arah antara dunia fisik dan virtual, menggabungkan pengkodean, elektronik, visualisasi, dan prinsip-prinsip rekayasa.
-
Implementasi: Contoh-contoh yang telah dikembangkan oleh mahasiswa mencakup digital twin dari sebuah balok yang memvisualisasikan responsnya terhadap beban torsi, serta digital twin dari struktur jaring kabel yang memantau suhu. Kegiatan ini telah diadopsi sebagai mata kuliah pilihan di tahun keempat program studi.
-
Keterbatasan dan Refleksi Kritis
Penulis secara transparan mengakui beberapa keterbatasan. Tinjauan literatur yang dilakukan memiliki bias karena banyak upaya pendidikan inovatif di tingkat universitas yang tidak dipublikasikan dalam jurnal akademis formal. Selain itu, beberapa kegiatan yang dirancang, seperti proyek pemodelan algoritmik, masih dalam tahap uji coba lokakarya dan belum diimplementasikan secara penuh ke dalam kurikulum formal.
Sebagai refleksi kritis, keberhasilan model ini sangat bergantung pada ketersediaan fasilitas seperti makerspace dan staf pengajar dengan keahlian interdisipliner, yang mungkin tidak tersedia di semua institusi. Lebih lanjut, paper ini lebih berfokus pada desain dan deskripsi kegiatan daripada evaluasi kuantitatif yang rigor terhadap hasil belajar mahasiswa, yang diakui oleh penulis sebagai area untuk penelitian longitudinal di masa depan.
Implikasi Ilmiah di Masa Depan
Secara praktis, penelitian ini menawarkan sebuah model yang terjangkau, dapat diakses, dan terukur bagi institusi pendidikan tinggi lainnya yang ingin memodernisasi kurikulum AEC mereka. Kerangka kerja Cornerstone-Keystone-Capstone menyediakan peta jalan yang jelas untuk memperkenalkan topik-topik kompleks secara bertahap dan efektif.
Salah satu kesimpulan utama dan takeaway terpenting dari proyek ini adalah penegasan akan kekuatan integratif dari Digital Twins sebagai kendaraan pedagogis. Pengembangan digital twin, bahkan yang sederhana sekalipun, secara inheren memaksa mahasiswa untuk merajut berbagai teknologi Konstruksi 4.0—mulai dari sensor, pengkodean, hingga visualisasi—ke dalam satu proyek tunggal yang koheren. Ini memberikan pemahaman yang komprehensif tentang bagaimana informasi mengalir dan berinteraksi antara dunia fisik dan virtual, sebuah kompetensi yang akan menjadi inti dari praktik rekayasa di masa depan.
Sumber
Chacón, R. (2021). Designing Construction 4.0 Activities for AEC Classrooms. Buildings, 11(11), 511. https://doi.org/10.3390/buildings11110511