1. Pendahuluan
Pembahasan circular economy di Meksiko tidak bisa dilepaskan dari konteks sosial, ekonomi, dan ketimpangan struktural yang membentuk lanskap industrinya. Berbeda dengan narasi circular economy di Eropa yang cenderung berakar pada inovasi teknologi dan regulasi terintegrasi, transisi di Meksiko berkembang dalam ruang ekonomi dualistik: di satu sisi terdapat sektor industri korporasi besar yang terhubung ke rantai pasok global, sementara di sisi lain terdapat ekonomi informal yang memainkan peran penting dalam pengumpulan dan pemulihan material.
Paper ini melihat circular economy bukan semata sebagai strategi efisiensi sumber daya, tetapi sebagai proses yang menyentuh relasi antara pasar, negara, dan masyarakat. Dengan kata lain, circular economy di Meksiko bergerak di persimpangan antara kepentingan korporasi, kebutuhan pembangunan nasional, dan realitas sosial kelompok pekerja yang selama ini menopang rantai nilai daur ulang secara informal.
Konteks tersebut menjadikan Meksiko sebagai kasus yang relevan untuk dianalisis: circular economy di sini tidak tumbuh dari sistem kelembagaan yang homogen, melainkan melalui mosaik praktik — mulai dari inovasi perusahaan multinasional hingga aktivitas pemulung, koperasi, dan jaringan daur ulang berbasis komunitas. Pertanyaan pentingnya bukan hanya apakah circular economy berjalan, tetapi siapa yang memperoleh manfaat dari transisi tersebut dan siapa yang menanggung bebannya.
2. Circular Economy dalam Konteks Pembangunan Meksiko: Antara Agenda Industri dan Realitas Sosial
Bagian ini membahas bagaimana circular economy diposisikan dalam kerangka pembangunan nasional Meksiko. Paper menunjukkan bahwa adopsi circular economy sering kali dipresentasikan sebagai strategi modernisasi industri dan penguatan daya saing ekonomi, namun implementasinya tetap terikat pada struktur sosial dan politik yang kompleks.
a. Circular economy sebagai strategi industrial dan branding keberlanjutan
Di tingkat kebijakan dan korporasi, circular economy dipromosikan sebagai pendekatan yang mampu menghasilkan efisiensi energi, optimalisasi material, dan inovasi produk. Perusahaan besar — terutama yang terhubung ke pasar global — mengintegrasikan circular economy dalam kerangka ESG, tata kelola rantai pasok, dan strategi reputasi. Circularity dalam konteks ini sering diposisikan sebagai bukti modernitas ekonomi.
Namun, paper menegaskan bahwa pendekatan tersebut cenderung berpusat pada kepentingan industri formal. Circular economy dipahami sebagai rekayasa proses produksi, bukan sebagai transformasi sosial-ekonomi yang mencakup pelaku informal yang selama ini berperan krusial dalam pemulihan material.
b. Peran ekonomi informal dalam praktik circular economy sehari-hari
Di balik narasi korporasi, circular economy di Meksiko sesungguhnya telah lama dipraktikkan melalui jaringan pemulung, pengepul kecil, dan koperasi daur ulang. Mereka bekerja di ruang yang sering kali tidak diakui secara kelembagaan, namun justru menjadi tulang punggung aliran material sekunder.
Paper menunjukkan bahwa di banyak wilayah, rantai pengumpulan plastik, kertas, dan logam sepenuhnya bergantung pada kerja informal. Ini menciptakan paradoks: circular economy berjalan, tetapi pelaku utamanya tidak selalu diakui dalam kerangka kebijakan formal. Di sinilah muncul pertanyaan etis dan politis mengenai keadilan distribusi manfaat transisi circular economy.
c. Ketegangan antara efisiensi korporasi dan keadilan sosial
Circular economy di Meksiko bergerak dalam ketegangan antara logika efisiensi industri dan tuntutan keadilan sosial. Korporasi mendorong circular economy sebagai mekanisme peningkatan produktivitas dan nilai tambah material, sementara kelompok pekerja informal mencari pengakuan, perlindungan kerja, dan akses ekonomi yang lebih adil.
Paper menggarisbawahi bahwa masa depan circular economy di Meksiko akan ditentukan oleh kemampuan menjembatani dua kepentingan tersebut. Tanpa integrasi sosial, circular economy berisiko menjadi proyek eksklusif yang memperkuat struktur ekonomi yang timpang, alih-alih menghasilkan transformasi yang inklusif.
3. Peran Korporasi dalam Ekosistem Circular Economy: Antara Inovasi, Kepentingan Pasar, dan Narasi Keberlanjutan
Circular economy di Meksiko banyak diproyeksikan melalui inisiatif korporasi besar, terutama perusahaan multinasional yang beroperasi di sektor makanan dan minuman, kemasan plastik, serta logistik. Paper menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan ini memainkan peran penting dalam membentuk wacana circular economy — baik melalui investasi teknologi, program pengumpulan kemasan, maupun komitmen pengurangan limbah.
Namun, di balik komitmen tersebut, circular economy juga berfungsi sebagai strategi positioning korporasi di pasar global yang semakin berorientasi ESG dan keberlanjutan. Artinya, circular economy tidak hanya bekerja pada level teknis, tetapi juga sebagai instrumen reputasi dan legitimasi bisnis.
a. Circular economy sebagai strategi manajemen risiko dan citra korporasi
Bagi banyak perusahaan, circular economy hadir sebagai respons terhadap tekanan regulasi internasional, tuntutan konsumen, dan risiko pasar terhadap produk berbasis plastik dan kemasan sekali pakai. Paper menyoroti bahwa program daur ulang, penggunaan material hasil reprocessing, serta skema tanggung jawab produsen kerap dikemas sebagai bagian dari strategi keberlanjutan perusahaan.
Namun, implementasi tersebut tidak selalu menciptakan perubahan struktural dalam rantai nilai. Circular economy dalam konteks korporasi sering berhenti pada proyek terbatas, sementara model produksi massal berbiaya rendah tetap dipertahankan. Di titik ini, circular economy bekerja sebagai bentuk kompromi antara inovasi dan kepentingan bisnis.
b. Ketidakseimbangan relasi antara sektor formal dan informal dalam rantai circularity
Paper menegaskan bahwa keberhasilan program circular economy korporasi sering kali bergantung pada kerja pengumpulan material yang dilakukan oleh sektor informal. Dengan kata lain, perusahaan memperoleh manfaat material sekunder, sementara kelompok pekerja informal tetap berada pada posisi rentan secara sosial dan ekonomi.
Di sini terlihat pola relasi yang asimetris: circular economy di tingkat korporasi dapat berkembang tanpa selalu memberikan redistribusi nilai kepada aktor yang menopang rantai pengumpulan material. Kondisi ini menimbulkan pertanyaan mengenai siapa yang sesungguhnya diuntungkan dari sistem circular economy yang mapan secara komersial.
c. Potensi kolaborasi, tetapi masih terbatas sebagai inisiatif parsial
Paper juga mencatat bahwa terdapat peluang kolaborasi antara perusahaan dan komunitas daur ulang — misalnya melalui kemitraan bank sampah, skema pembelian langsung material, atau program edukasi konsumsi. Namun, sebagian besar inisiatif tersebut masih bersifat temporer dan belum membentuk sistem kelembagaan jangka panjang.
Artinya, circular economy di Meksiko berada di persimpangan: ia bisa berkembang menjadi ekosistem inklusif jika korporasi mau mengintegrasikan pelaku informal sebagai bagian dari rantai nilai formal. Namun, tanpa reformasi kelembagaan, circular economy berisiko tetap terkunci dalam logika pasar yang elitis.
4. Interaksi Sektor Formal dan Informal: Circular Economy sebagai Ruang Negosiasi Sosial-Ekonomi
Bagian ini menyoroti dimensi yang menjadi inti analisis paper: circular economy di Meksiko bukan hanya proses teknis material recovery, melainkan arena interaksi antara dua dunia ekonomi yang berbeda — formal dan informal. Kedua sektor tersebut saling bergantung, namun tidak berada pada posisi yang setara.
a. Ekonomi informal sebagai mesin tak terlihat dari circular economy
Paper menunjukkan bahwa rantai pengumpulan dan pemilahan material sekunder sebagian besar dijalankan oleh pemulung, pekerja lapangan, serta jaringan pengepul kecil. Mereka beroperasi tanpa perlindungan sosial, tanpa kepastian harga, dan sering kali di luar kerangka hukum. Namun secara faktual, justru merekalah yang memungkinkan circular economy berjalan di tingkat operasional.
Ini mengungkap paradoks penting: circular economy tampil modern di permukaan, tetapi bertumpu pada kerja ekonomi yang masih tradisional, rentan, dan sering kali termarjinalkan.
b. Kesenjangan pengakuan dan absennya integrasi kelembagaan
Paper menegaskan bahwa pemerintah dan sektor industri belum sepenuhnya mengintegrasikan pelaku informal ke dalam kerangka kebijakan circular economy. Program pengelolaan sampah formal sering berjalan paralel dengan aktivitas informal, bukan dalam hubungan kolaboratif yang setara.
Akibatnya, circular economy kehilangan dimensi keadilan sosial — ia berfungsi secara material, tetapi tidak selalu memberikan distribusi manfaat yang inklusif.
c. Circular economy sebagai peluang rekonstruksi hubungan sosial produksi
Namun, paper juga melihat ruang potensi: circular economy dapat menjadi pintu masuk untuk membangun model tata kelola baru yang menghubungkan perusahaan, pemerintah, dan komunitas pekerja informal dalam kemitraan yang lebih adil. Integrasi koperasi daur ulang, skema harga yang transparan, serta perlindungan kerja dapat mengubah circular economy dari sekadar strategi industri menjadi instrumen transformasi sosial.
Dengan demikian, circular economy di Meksiko sebaiknya tidak hanya dipahami sebagai proyek efisiensi sumber daya, melainkan sebagai proses politis yang menentukan bagaimana nilai, risiko, dan manfaat transisi ekonomi didistribusikan di antara berbagai kelompok sosial.
5. Tantangan Struktural: Mengapa Circular Economy di Meksiko Tidak Otomatis Menjadi Transformasi yang Inklusif
Circular economy sering dipromosikan sebagai solusi ekonomi–lingkungan yang win–win, namun paper menunjukkan bahwa dalam konteks Meksiko, transisi ini berlangsung di dalam struktur sosial yang tidak sepenuhnya setara. Karena itu, circular economy berpotensi mereproduksi ketimpangan alih-alih memperbaikinya — terutama jika logika pasar dibiarkan bekerja tanpa kerangka keadilan sosial.
a. Ketimpangan posisi tawar antara aktor formal dan informal
Circular economy bertumpu pada kerja pengumpulan material yang dilakukan oleh aktor informal, tetapi nilai ekonomi terbesar justru dinikmati oleh perusahaan pengolah dan produsen besar. Paper menunjukkan adanya rantai nilai asimetris: pekerja informal menanggung risiko kesehatan, biaya sosial, dan ketidakpastian pendapatan, sementara sektor formal memperoleh bahan baku sekunder dengan biaya rendah.
Kondisi ini memperlihatkan bahwa circular economy dapat berjalan secara material, tetapi tidak otomatis menciptakan redistribusi nilai yang adil.
b. Fragmentasi kelembagaan dan absennya desain kebijakan berbasis inklusi sosial
Paper menyoroti bahwa kebijakan circular economy di Meksiko masih banyak bertumpu pada kerangka industri dan keberlanjutan korporasi. Sementara itu, mekanisme integrasi pekerja informal — seperti legalisasi koperasi, perlindungan kerja, atau skema kemitraan formal — belum menjadi prioritas kebijakan.
Akibatnya, circular economy berada dalam situasi “dua dunia kebijakan”: sektor formal diatur dan diakui, sementara sektor informal dibiarkan bekerja di wilayah abu-abu tanpa jaminan kelembagaan.
c. Risiko komodifikasi keberlanjutan tanpa transformasi struktural
Paper mengingatkan bahwa circular economy berpotensi direduksi menjadi komoditas reputasi — alat branding ESG — ketika narasi keberlanjutan tidak diikuti reformasi relasi produksi. Circular economy dalam bentuk ini mungkin efektif secara teknis, tetapi tidak menjawab persoalan struktural mengenai ketimpangan kerja dan distribusi manfaat ekonomi.
Di titik ini, circular economy membutuhkan dimensi etis: bukan hanya bagaimana material dipulihkan, tetapi bagaimana nilai dari proses pemulihan tersebut dibagi.
6. Arah Masa Depan Circular Economy di Meksiko: Menuju Transisi yang Berbasis Keadilan Sosial
Bagian ini mengembangkan pembacaan ke depan: circular economy di Meksiko memiliki peluang untuk berkembang menjadi model transisi ekonomi yang inklusif — tetapi hanya jika dimaknai sebagai proyek sosial-ekonomi, bukan sekadar agenda industri.
a. Circular economy sebagai kesempatan membangun tata kelola kolaboratif
Paper memberi isyarat bahwa masa depan circular economy terletak pada pembentukan kemitraan antara perusahaan, pemerintah, dan koperasi daur ulang komunitas. Integrasi kelembagaan tidak hanya meningkatkan efisiensi material, tetapi juga menciptakan legitimasi sosial bagi sistem circularity.
Dengan kerangka ini, pekerja informal tidak lagi diposisikan sebagai aktor pinggiran, melainkan sebagai bagian dari rantai nilai yang memiliki hak, perlindungan, dan akses ekonomi.
b. Transformasi circular economy dari efisiensi ekonomi ke keadilan distribusi
Circular economy yang berorientasi keadilan sosial menuntut pergeseran cara pandang: bukan hanya mengukur berapa banyak material yang dikembalikan ke siklus produksi, tetapi siapa yang mendapatkan manfaat dari proses tersebut. Paper menekankan bahwa integrasi kesejahteraan pekerja lapangan, transparansi harga material, dan perlindungan kerja menjadi elemen kunci agar circular economy benar-benar transformatif.
Dengan demikian, circular economy dapat berfungsi sebagai instrumen redistribusi nilai — bukan sekadar strategi penghematan biaya industri.
c. Circular economy sebagai proyek politik–ekonomi jangka panjang
Kesimpulan analitis sementara yang dapat ditarik adalah bahwa circular economy di Meksiko merupakan proses negosiasi jangka panjang antara negara, pasar, dan masyarakat. Pergeseran menuju sistem circular tidak hanya ditentukan oleh teknologi daur ulang atau inovasi industri, tetapi oleh keberanian membangun kerangka transisi yang memperhitungkan keadilan sosial sebagai fondasi, bukan tambahan.
Dengan cara pandang ini, circular economy tidak lagi dilihat sebagai tren kebijakan, melainkan sebagai arena rekonstruksi hubungan kerja, nilai material, dan model ekonomi nasional di masa depan.
7. Nilai Tambah Analitis: Membaca Circular Economy sebagai Ruang Keadilan Sosial dan Politik Material
Circular economy di Meksiko memperlihatkan bahwa keberlanjutan tidak pernah netral secara sosial. Di balik narasi efisiensi material, terdapat pertarungan makna mengenai siapa yang dianggap sebagai bagian dari masa depan ekonomi sirkular dan siapa yang tetap berada di pinggiran struktur produksi.
a. Circular economy sebagai praktik ekonomi yang dibangun dari bawah
Jika dilihat dari praktik lapangan, circular economy sesungguhnya telah lama hidup melalui kerja komunitas daur ulang dan jaringan informal. Artinya, transisi circular economy bukanlah proyek baru yang sepenuhnya dibawa oleh korporasi dan kebijakan negara; justru negara dan korporasi baru mulai masuk ke ruang yang sudah lebih dulu dikerjakan oleh masyarakat.
Ini memberi kita sudut pandang penting: circular economy bukan inovasi yang datang dari atas, melainkan proses sosial yang telah berakar — hanya belum diakui secara formal.
b. Keadilan sosial sebagai prasyarat, bukan pelengkap, circular economy
Paper menegaskan bahwa circular economy akan kehilangan legitimasi jika hanya berfungsi sebagai strategi efisiensi korporasi. Keadilan sosial perlu ditempatkan sebagai unsur inti, bukan tambahan. Itu berarti pengakuan terhadap pekerja informal, perlindungan kerja, dan pembagian nilai yang lebih setara harus menjadi bagian dari desain transisi — bukan sesuatu yang dicarikan solusi setelah sistem berjalan.
Dengan kerangka ini, circular economy berubah dari sekadar solusi teknis menjadi proyek etis dan politis.
c. Circular economy sebagai refleksi ketegangan antara kapital, tenaga kerja, dan lingkungan
Analisis ini memperlihatkan bahwa circular economy bukan hanya cara baru mengelola material, tetapi juga cara baru membaca relasi antara kapital, tenaga kerja, dan lingkungan. Proses transisi selalu melibatkan kompromi, persaingan kepentingan, dan negosiasi posisi sosial.
Karena itu, circular economy di Meksiko sebaiknya dipahami sebagai medan yang terus berubah — tempat di mana makna keberlanjutan dibentuk melalui interaksi antara aktor formal dan informal, antara pasar dan komunitas, antara profit dan keberlanjutan sosial.
8. Kesimpulan
Circular economy di Meksiko, sebagaimana tergambarkan dalam paper, menunjukkan bahwa transisi keberlanjutan tidak pernah berjalan dalam ruang yang steril dari realitas sosial. Di satu sisi, korporasi dan kebijakan industri mendorong circular economy sebagai strategi efisiensi dan modernisasi ekonomi. Di sisi lain, praktik circularity telah lama dijalankan oleh jaringan pekerja informal yang menopang rantai pengumpulan dan pemulihan material.
Transformasi circular economy di Meksiko bergerak di antara dua kutub tersebut: antara logika pasar dan tuntutan keadilan sosial. Tantangan utamanya bukan hanya teknis, tetapi struktural — ketimpangan posisi tawar, fragmentasi kelembagaan, serta absennya integrasi pekerja informal dalam kerangka kebijakan formal.
Namun, ruang peluang tetap terbuka. Circular economy dapat berkembang menjadi proyek transisi ekonomi yang inklusif jika didesain sebagai platform kolaboratif antara pemerintah, korporasi, dan komunitas daur ulang. Dengan menggeser orientasi dari sekadar efisiensi material menuju keadilan distribusi, circular economy tidak hanya mengurangi limbah, tetapi juga membuka jalan bagi rekonstruksi hubungan sosial ekonomi yang lebih setara.
Dengan demikian, circular economy di Meksiko lebih tepat dipahami sebagai proses politik–ekonomi jangka panjang — bukan sebagai model siap pakai. Masa depannya akan ditentukan oleh bagaimana masyarakat Meksiko menegosiasikan kembali hubungan antara keberlanjutan, tenaga kerja, dan nilai material dalam kerangka ekonomi nasional yang terus berkembang.
Daftar Pustaka
García, R., & Ghosh, S. K. (2023). Circular Economy, Corporate Practices, and Informal Labor in Mexico. Dalam S. K. Ghosh (Ed.), Circular Economy Adoption. Springer Singapore.
CE-Adoption_SKG-SKG_book-Spring…
Ellen MacArthur Foundation. (2021). Universal circular economy policy goals: Enabling the transition.
OECD. (2020). Business Models for the Circular Economy: Opportunities and Challenges for Policy.
UN-Habitat. (2019). Waste Wise Cities: Supporting the circular economy in urban waste management.