Bayangkan ini: setelah bertahun-tahun menabung, Anda akhirnya membangun rumah impian Anda. Anda menghabiskan miliaran rupiah. Desainnya modern, materialnya baru, lokasinya sempurna. Enam bulan setelah pindah, badai besar pertama datang, dan seluruh lantai dasar rumah Anda terendam banjir parah.
Anda memanggil ahli. Jawabannya? Arsitek Anda, dalam kecemerlangannya merancang fasad kaca yang indah, ternyata lupa merancang sistem drainase yang memadai untuk iklim lokal. Rumah baru Anda, yang seharusnya menjadi pencapaian puncak, ternyata sudah cacat secara desain sejak hari pertama.
Ini bukan skenario hipotetis. Menurut sebuah tesis Master yang baru-saja selesai saya baca, inilah yang terjadi pada banyak proyek infrastruktur paling mahal dan penting kita: jalan raya.
Saya baru saja "tersesat" selama beberapa hari di dalam dokumen setebal 92 halaman berjudul "DEVELOPMENT OF A SIMPLE ROAD SAFETY AUDIT PROCEDURE SUITABLE FOR ROAD CONDITION IN RWANDA". Ini adalah tesis Master dari Hadelin Verjus di Universitas Rwanda.
Kedengarannya kering? Memang. Tapi di balik semua tabel dan jargon teknik, tesis ini adalah salah satu cerita paling manusiawi dan mendesak yang pernah saya baca tentang bagaimana desain yang buruk—atau ketiadaan desain yang penuh pertimbangan—secara harfiah dapat membunuh.
Tesis ini menemukan bahwa banyak jalan raya baru yang berkilau, yang dibangun untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, justru dirancang sebagai "black spot"—zona bahaya kecelakaan—langsung dari papan gambar.
Saat Jalan Baru Menjadi Zona Kematian
Paradoks Pertumbuhan Rwanda
Untuk memahami mengapa tesis ini begitu penting, kita perlu memahami konteksnya. Latar belakangnya adalah sebuah kisah sukses yang tragis. Pemerintah Rwanda, pada periode penulisan tesis (sekitar 2014), sedang berinvestasi besar-besaran dalam infrastruktur jalan. Tujuannya mulia: "untuk mengurangi biaya transportasi secara drastis bagi bisnis dan individu" dan mendorong pembangunan ekonomi.
Dan itu berhasil. Pertumbuhan ekonomi Rwanda melesat. Jumlah kendaraan di jalan raya meledak. Tesis ini mencatat peningkatan jumlah total kendaraan terdaftar dari hanya 30.158 pada tahun 2004 menjadi 105.306 pada tahun 2011. Itu peningkatan lebih dari tiga kali lipat dalam tujuh tahun.
Tapi ada sisi gelap yang brutal dari pertumbuhan ini.
Semakin banyak jalan baru dan kendaraan baru, semakin banyak orang yang mati. Tesis ini dengan gamblang menyatakan bahwa "kecelakaan di Rwanda meningkat dari tahun ke tahun". Data statistik kecelakaan sangat mengerikan: lebih dari 4.000 kecelakaan terjadi setiap tahun. Jumlah kematian akibat kecelakaan melonjak 61,9% hanya dalam lima tahun (dari 344 kematian pada 2009 menjadi 556 pada 2013).
Di sinilah letak paradoks inti yang diidentifikasi oleh Verjus : "Pada banyak kesempatan, proyek jalan yang sama sekali baru telah ditetapkan sebagai black spot (titik rawan kecelakaan) hanya setelah beberapa tahun [beroperasi]".
Jalan-jalan baru yang seharusnya menjadi simbol kemajuan, malah menjadi jebakan maut.
Cacat Sejak Lahir
Pertanyaan yang jelas: Mengapa?
Jawaban yang mudah (dan malas) adalah menyalahkan pengemudi. Tapi tesis ini menolak jawaban itu. Masalahnya jauh lebih dalam dan jauh lebih sistemik: ini adalah kegagalan desain.
Verjus mencatat bahwa "Rwanda sudah memiliki banyak masalah keselamatan jalan, seperti penampang melintang jalan yang di bawah standar (substandard cross sections), percampuran pengguna jalan yang berbeda (mixing of different road users), dan rintangan di tepi jalan (roadside obstacles)".
Alih-alih menggunakan proyek jalan baru sebagai kesempatan untuk memperbaiki masalah warisan ini, para desainer dan konsultan sering kali hanya mengulanginya. Desain jalan baru tidak diaudit untuk keselamatan. Akibatnya, mereka membangun infrastruktur yang berbahaya sejak awal.
Mereka sedang membangun "utang" keselamatan. Setiap kilometer jalan baru yang dibangun tanpa audit desain yang tepat adalah aset jangka panjang yang berbahaya. Ini adalah bom waktu finansial dan kemanusiaan, yang suatu hari nanti akan meledak dalam bentuk biaya rumah sakit, kehilangan produktivitas, dan—yang terburuk—duka keluarga.
-
🚀 Hasilnya Mengerikan: Kecelakaan meningkat 1.808 kasus dalam satu dekade (2002-2012), dengan lebih dari 4.000 kecelakaan terjadi setiap tahun.
-
🧠 Inovasi yang Hilang: Alih-alih menggunakan proyek baru sebagai kesempatan untuk inovasi keselamatan, desain lama yang cacat (penampang di bawah standar, rintangan di tepi jalan) terus diimplementasikan di jalan-jalan baru.
-
💡 Pelajaran: Pertumbuhan ekonomi yang didorong oleh infrastruktur tanpa desain yang aman hanya memindahkan biaya dari satu pos anggaran (transportasi) ke pos anggaran lain (kesehatan publik dan pemakaman).
Yang Paling Rentan, Yang Paling Sering Menjadi Korban
Ini Bukan "Kecelakaan", Ini Adalah Konsekuensi Desain
Di sinilah tesis ini berubah dari laporan teknis menjadi sebuah tragedi kemanusiaan. Bab 6 adalah studi kasus yang mendalam dan memilukan di Jalan Nasional 1 (NR1).
Saat Anda membedah 187 kecelakaan fatal yang dianalisis di jalan ini, sebuah pola yang mengerikan muncul.
Jika Anda bertanya, "Apa jenis kecelakaan fatal yang paling umum?" Jawabannya menusuk hati. Gambar 9 dalam tesis menunjukkan bahwa 52% dari semua kecelakaan fatal adalah tabrakan antara kendaraan bermotor dan pejalan kaki.
Separuh lebih.
Tabel 24 menguraikannya lebih lanjut. Dari semua orang yang tewas di jalan itu, 47% adalah pejalan kaki. Tambahkan 14% korban tewas lainnya yang merupakan pengendara sepeda.
Itu berarti 6 dari 10 orang yang tewas di jalan raya utama itu bukanlah pengemudi atau penumpang, melainkan orang-orang yang berjalan kaki atau bersepeda.
Sekarang, mari kita hubungkan ini kembali ke jargon teknis yang kita lihat sebelumnya: "percampuran pengguna jalan yang berbeda" (mixing of different road users).
Apa yang baru saja kita temukan adalah bahwa "percampuran pengguna jalan" adalah cara sopan para insinyur untuk mengatakan: "Kami merancang jalan raya berkecepatan tinggi yang mematikan tepat di tengah-tengah komunitas di mana orang-orang hidup, berjalan, dan bersepeda, tanpa memberi mereka perlindungan yang memadai."
Ini bukan "percampuran". Ini adalah pemaksaan koeksistensi yang tidak adil antara baja seberat dua ton yang melaju kencang dan tubuh manusia yang rapuh.
Kita tidak sedang melihat "kecelakaan" yang acak. Kita sedang melihat hasil yang dapat diprediksi dari sebuah sistem yang memprioritaskan kecepatan kendaraan di atas kehidupan manusia.
Korban Ekonomi yang Tersembunyi
Dan siapa yang berada di balik kemudi saat kecelakaan ini terjadi?
Tesis ini juga melihat data itu. Gambar 3 menunjukkan bahwa kelompok usia pengemudi yang paling banyak terlibat dalam kecelakaan adalah antara 25-35 tahun.
Verjus dengan tepat menyebut ini sebagai "kelompok usia yang aktif secara ekonomi" (economically active age group).
Ini adalah krisis ganda yang menghancurkan. Di satu sisi, Anda memiliki pengguna jalan yang paling rentan (pejalan kaki, pengendara sepeda, seringkali yang lebih miskin) yang tewas. Di sisi lain, Anda memiliki pengemudi di usia paling produktif mereka yang juga tewas atau cedera.
Negara ini secara bersamaan membunuh tenaga kerja manual dan tenaga kerja terampil/produktifnya. Dan akar penyebabnya? Desain infrastruktur yang buruk.
Lubang Hitam dalam Sistem: Mengapa Kita Terus Mengobati Gejala?
Jebakan "Black Spot"
Jadi, jika sebuah jalan baru secara ajaib menjadi "black spot", apa yang biasanya kita lakukan?
Kita bereaksi. Kita mengirim tim untuk "menganalisis black spot" dan menerapkan "tindakan perbaikan" (remedial measures).
Tesis ini pada dasarnya berteriak bahwa ini adalah kegilaan. Ini seperti menunggu puluhan orang jatuh dari tangga rumah baru Anda sebelum Anda memutuskan, "Hmm, mungkin kita harus memasang pegangan tangan."
Mengapa tidak memasang pegangannya dari awal?
Studi kasus NR1 adalah bukti nyatanya. Setelah ratusan nyawa melayang dan cedera , tesis ini dengan susah payah mengidentifikasi "langkah-langkah rekayasa keselamatan jalan perbaikan". Ini termasuk hal-hal yang seharusnya sudah ada sejak awal, seperti:
-
Memasang "Raised pedestrian Crossings" (zebra cross timbul) di area padat.
-
Memasang "Guardrail" (pagar pengaman) di tikungan tajam.
-
Memperbaiki marka jalan dan rambu peringatan.
Biaya untuk perbaikan ini? Tesis ini mengestimasikan biaya untuk memperbaiki hanya dua bagian kecil jalan ini (total 4,5 km) mencapai RWF 280.763.000 (sekitar USD 432.000 dengan kurs 2014).
Ini adalah biaya dari kegagalan. Ini adalah uang yang dibakar untuk memperbaiki kesalahan yang seharusnya tidak pernah dibuat.
Seperti yang dikatakan Verjus dengan sangat tajam: "jauh lebih murah dan lebih mudah untuk memperbaiki proyek di papan gambar daripada setelah proyek tersebut diimplementasikan".
Kesenjangan Prosedural
Bagaimana mungkin ini terjadi? Bagaimana mungkin jalan raya baru yang modern dirancang tanpa zebra cross timbul di area pejalan kaki atau pagar pengaman di tikungan tajam?
Tesis ini memberikan jawaban yang paling mengejutkan di Bab 2: "praktik terbaik internasional dalam audit keselamatan jalan tidak diterapkan di Rwanda".
Dan kalimat yang paling memberatkan, yang saya tandai dan baca berulang kali:
"Tidak ada auditor keselamatan jalan yang dipekerjakan pada tahap mana pun" (No road safety auditor is hired at any stage).
Tidak ada. Nol.
Masalahnya bukanlah bahwa auditnya gagal; masalahnya adalah auditnya tidak ada. Proyek-proyek jalan raya bernilai miliaran ini dibangun berdasarkan desain dari konsultan, tanpa ada pemeriksaan keselamatan formal yang independen. Mereka hanya "berdoa" agar desainnya aman.
Dan data korban jiwa menunjukkan bahwa doa saja tidak cukup.
Solusi Sederhana yang Brilian: Berhenti Meramal, Mulai Memeriksa
Mendesain Keselamatan, Bukan Kebetulan
Di sinilah letak kontribusi inti dan kecemerlangan tesis Verjus. Dia tidak hanya mengidentifikasi masalah; dia membangun solusinya. Judul tesisnya adalah tentang "Pengembangan Prosedur Audit Keselamatan Jalan yang Sederhana" (Bab 7).
Ini adalah proposal radikal (sekaligus sangat masuk akal) untuk beralih dari reaktif (memperbaiki black spot) menjadi proaktif (mencegah black spot).
Bayangkan jika kamu mengatur desain jalan seperti peneliti di sini. Alih-alih hanya mempercayai arsitek (konsultan) Anda, Anda menyewa seorang inspektur independen (auditor) untuk memeriksa pekerjaan di 5 tahap krusial :
-
Tahap 1: Preliminary (Konsep Awal) : Tepat saat ide rute baru dibuat. Auditor bertanya: "Apakah kita benar-benar harus membangun jalan raya di sebelah sekolah? Bagaimana dampaknya terhadap jaringan jalan yang ada?". Ini mencegah kesalahan strategis.
-
Tahap 2: Draft Design (Draf Desain) : Saat draf pertama selesai. Auditor memeriksa hal-hal seperti "Alignment (horizontal, vertical)" dan "Sight distances" (jarak pandang). "Apakah tikungan ini terlalu tajam? Bisakah pengemudi melihat cukup jauh ke depan?"
-
Tahap 3: Detailed Design (Desain Rinci) : Tepat sebelum dokumen kontrak diserahkan. Ini adalah pemeriksaan terakhir pada semua detail: "Rambu dan marka lalu lintas," "Pencahayaan jalan," "Manajemen bahaya di tepi jalan," dan yang terpenting, "Kebutuhan... untuk Pengguna Jalan Khusus (pejalan kaki, pengendara sepeda...)".
-
Tahap 4: Construction (Selama Konstruksi) : Auditor mengunjungi lokasi untuk memastikan pengaturan lalu lintas sementara selama proyek aman bagi pekerja dan publik.
-
Tahap 5: Pre-opening (Sebelum Pembukaan) : Ini adalah tes terakhir. Auditor benar-benar mengemudikan dan berjalan di jalan yang sudah jadi, baik siang maupun malam, untuk "memeriksa apakah semua rambu dan marka terlihat" dan "apa yang ada di gambar sesuai dengan yang dibangun".
Ini adalah langkah-langkah yang sangat masuk akal. Ini adalah quality control dasar. Fakta bahwa ini perlu diusulkan sebagai sebuah inovasi di tahun 2014 menunjukkan betapa dalamnya kesenjangan prosedural yang ada sebelumnya.
-
🚀 Hasilnya Luar Biasa: Mencegah kecelakaan sebelum terjadi. Ini "lebih murah dan lebih mudah" dan "mencegah orang terbunuh".
-
🧠 Inovasinya: Menggeser seluruh pola pikir industri dari "membangun" menjadi "membangun dengan aman". Ini melembagakan skeptisisme yang sehat ke dalam proses desain.
-
💡 Pelajaran: Keselamatan bukanlah sesuatu yang Anda tambahkan di akhir. Keselamatan adalah sesuatu yang Anda desain dari awal.
Apa yang Paling Mengusik Saya (Kritik yang Sebenarnya)
Prosedur Hebat, Tapi Siapa yang Menjalankan?
Saya sangat antusias membaca solusi 5 tahap ini. Ini sangat jelas, logis, dan bisa ditindaklanjuti. Tetapi, ada satu kalimat dalam pendahuluan tesis ini yang terus mengusik saya.
Ini adalah opini pribadi saya , tetapi kalimat ini adalah pengakuan yang jujur dan brutal akan tantangan yang sebenarnya.
Di halaman 13, Verjus menulis:
"Rwanda memiliki sedikit insinyur jalan berpengalaman yang dapat menantang desain dari konsultan" (Rwanda has few experienced road engineers that can challenge to designs of consultants).
Mari kita baca lagi. Rwanda memiliki sedikit insinyur berpengalaman yang bisa menantang desain dari konsultan.
Bagi saya, di sinilah letak masalah sebenarnya. Tesis ini telah mengidentifikasi solusi teknis (prosedur 5 tahap) untuk masalah yang pada dasarnya bersifat manusiawi dan organisasional.
Prosedur audit 5 tahap tidak ada artinya jika tidak ada orang yang kompeten, berpengalaman, dan—yang paling penting—diberdayakan untuk melaksanakannya.
Apa gunanya "Tahap 3: Audit Desain Rinci" jika auditor (jika ada) terlalu junior, terlalu takut dipecat, atau terlalu kurang pengalaman untuk berkata, "Maaf, Tuan Konsultan, desain tikungan Anda ini akan membunuh orang"?
Tesis ini bahkan mengakui bahwa "Manual yang ada memberikan sedikit panduan tentang cara mengevaluasi... Evaluasi biasanya diserahkan pada penilaian auditor keselamatan jalan yang berpengalaman".
Ini adalah Paradoks Kapasitas: Anda memerlukan auditor berpengalaman untuk menilai desain, tetapi Anda tidak memiliki auditor berpengalaman.
Tantangan di Balik Kertas
Ini adalah tantangan yang jauh melampaui teknik sipil. Ini adalah tentang membangun modal manusia, budaya akuntabilitas, dan keberanian profesional.
Kita tidak hanya membutuhkan lebih banyak insinyur; kita membutuhkan insinyur yang lebih baik, manajer proyek yang lebih kritis, dan pemimpin yang 'melek' desain.
Kemampuan untuk "menantang konsultan" bukanlah sesuatu yang diajarkan di sebagian besar sekolah teknik. Itu adalah perpaduan antara pengalaman teknis, keterampilan negosiasi, manajemen risiko, dan ketajaman kepemimpinan.
Ini adalah inti dari pengembangan profesional berkelanjutan, sesuatu yang sering diabaikan. Baik di Rwanda pada tahun 2014 maupun di konteks kita di Indonesia saat ini, para profesional teknis perlu terus mengasah kemampuan manajerial dan kepemimpinan mereka, mungkin melalui online course yang fokus pada aspek-aspek lanjutan seperti manajemen proyek, rekayasa nilai, dan kepemimpinan dalam proyek teknis di(https://www.diklatkerja.com).
Meski temuan tesis ini hebat, tantangan implementasi yang diidentifikasinya sendiri (kekurangan SDM ahli) jauh lebih besar daripada solusi prosedural yang ditawarkannya.
Dampak Nyata yang Bisa Saya Terapkan Hari Ini (Bahkan Jika Anda Bukan Insinyur)
Anda mungkin tidak sedang merancang jalan raya. Tetapi Anda sedang merancang sesuatu.
Mungkin itu adalah alur kerja baru untuk tim Anda. Mungkin itu adalah produk perangkat lunak. Mungkin itu slide presentasi, atau kurikulum pelatihan. Kebijaksanaan dari tesis Hadelin Verjus ini berlaku universal.
Inilah cara Anda menerapkan "Audit Keselamatan 5 Tahap" dalam hidup dan pekerjaan Anda:
-
🚀 Pelajaran 1: Temukan "Pejalan Kaki" Anda. Dalam sistem apa pun yang Anda rancang, tanyakan: "Siapa pengguna yang paling rentan?" Apakah itu pelanggan baru yang bingung? Anggota tim junior? Pengguna dengan koneksi internet lambat? Rancang sistem Anda untuk melindungi mereka terlebih dahulu. Jangan biarkan mereka "tercampur" dan tertabrak oleh pengguna ahli.
-
🧠 Pelajaran 2: Tantang "Konsultan" Anda. Kita semua memiliki "konsultan" dalam hidup kita—bisa jadi itu atasan kita, ahli dari departemen lain, atau bahkan asumsi kita sendiri yang sudah mendarah daging ("kita selalu melakukannya seperti ini"). Tesis ini mengingatkan kita untuk tidak 'nurut' saja. Tanyakan "mengapa". Minta datanya. "Audit" klaim mereka sebelum Anda "membangun" seluruh proyek Anda di atasnya.
-
💡 Pelajaran 3: Mencegah Jauh Lebih Murah Daripada Mengobati. "Jauh lebih murah... di papan gambar". Investasikan satu jam ekstra di awal untuk merencanakan (Tahap 1-3) untuk menghemat 100 jam di akhir untuk memadamkan kebakaran (memperbaiki "black spot"). Baik itu menulis email penting atau meluncurkan produk baru, periksa draf Anda. Lakukan "audit pre-opening" sebelum Anda menekan "kirim".
Penutup: Jalan di Depan
Membaca tesis Hadelin Verjus adalah sebuah pengalaman yang membuka mata. Ini adalah pengingat yang kuat bahwa dunia di sekitar kita—jalan yang kita lalui, gedung yang kita masuki, sistem yang kita gunakan—dibangun di atas ribuan keputusan desain.
Ketika keputusan tersebut dibuat tanpa empati, tanpa audit, dan tanpa menantang status quo, hasilnya bisa menjadi bencana. Orang-orang terluka dan tewas. Bukan karena "nasib buruk", tetapi karena "desain yang buruk".
Dunia yang lebih aman, lebih adil, dan lebih efisien tidak terjadi secara kebetulan. Ia didesain.
Pertanyaannya sekarang, baik untuk Rwanda pada tahun 2014 maupun untuk kita hari ini, adalah: Apakah kita memiliki keberanian untuk mengaudit desain kita sendiri?
Kalau kamu tertarik dengan analisis mendalam ini, dan kamu tidak takut dengan dokumen teknis yang padat data, coba baca karya aslinya.