Krisis Air Bersih di Perkotaan Pesisir: Tantangan Global, Solusi Lokal
Di tengah meningkatnya urbanisasi dan perubahan iklim, akses terhadap air bersih menjadi tantangan utama, terutama di wilayah pesisir. Kota Banda Aceh, seperti banyak kota lainnya di Indonesia, menghadapi masalah serius: kualitas air sumur dan sungai terus menurun akibat pencemaran limbah domestik dan intrusi air laut. Permasalahan ini bukan hanya berdampak pada kesehatan masyarakat, tapi juga mengancam ketahanan air jangka panjang.
Melalui pendekatan inovatif dan lokal, artikel ini menyajikan solusi yang sangat relevan—pemanfaatan bentonit sebagai bahan alami untuk perbaikan kualitas air masyarakat. Penelitian ini membandingkan efektivitas bentonit aktif dan non-aktif dalam menurunkan parameter penting kualitas air seperti TDS (Total Dissolved Solids), konduktivitas, salinitas, dan pH, baik untuk sumber air sungai maupun air sumur.
Mengapa Bentonit?
Bentonit adalah jenis tanah liat yang mengandung mineral montmorillonit dengan daya serap tinggi. Sifat fisik dan kimianya memungkinkan bentonit menyerap ion-ion logam berat, zat organik, dan berbagai kontaminan air lainnya. Di Aceh sendiri, bentonit mudah ditemukan dan sangat murah, sehingga cocok untuk diaplikasikan secara massal oleh masyarakat tanpa perlu infrastruktur canggih.
Berdasarkan penelitian sebelumnya, bentonit bahkan terbukti mampu menurunkan bakteri E. coli dalam air tanpa proses aktivasi—menunjukkan potensi luar biasa sebagai media adsorben alami.
Metodologi: Studi Empiris di Kota Banda Aceh
Penelitian dilakukan di sembilan titik pengambilan sampel:
- Enam titik di dua cabang Sungai Krueng Aceh (menuju Alue Naga dan Lampulo)
- Tiga titik di sumur warga di Lampriet, Kampung Laksana, dan Beurawe
Air dari masing-masing titik dianalisis untuk parameter:
- pH (tingkat keasaman)
- TDS (total zat padat terlarut)
- Konduktivitas (kemampuan menghantarkan listrik)
- Salinitas (kadar garam)
Setelah pengukuran awal, air diuji kembali setelah perlakuan bentonit aktif dan non-aktif, untuk mengukur efektivitas penurunan nilai-nilai tersebut. Bentonit aktif diperoleh melalui pemanasan pada suhu 120°C, sedangkan bentonit non-aktif digunakan langsung setelah digerus dan diayak.
Temuan Utama: Kualitas Air Sebelum Perlakuan Bentonit
1. pH Air
Nilai pH seluruh sampel masih dalam rentang aman untuk air bersih, yaitu antara 6,5 hingga 8,5. Sungai dan sumur menunjukkan pH bervariasi antara 7,4 hingga 8,1.
2. TDS: Masalah Serius di Sumur
TDS sungai bervariasi dari 1,87 hingga 18,92 g/L, sedangkan sumur menunjukkan angka ekstrem:
- Sumur di Lampriet: 19,97 g/L
- Laksana: 88,55 g/L
- Beurawe: 68,53 g/L
Standar maksimum TDS untuk air bersih hanya 1 g/L. Ini artinya air sumur warga sangat jauh dari kategori aman untuk dikonsumsi.
3. Konduktivitas & Salinitas
Nilai konduktivitas dan salinitas tinggi ditemukan pada titik-titik dekat muara, seperti Alue Naga (22,65 mV & 49,83‰). Sebaliknya, sumur menunjukkan konduktivitas rendah, artinya belum terkena intrusi air laut, tapi terkontaminasi dari sumber lain seperti limbah domestik.
Perbandingan Efektivitas Bentonit Aktif dan Non-Aktif
Setelah perlakuan menggunakan bentonit, hasilnya menunjukkan:
- Peningkatan pH terutama pada air sumur, yang semula lebih rendah dari air sungai. Peningkatan ini disebabkan pelepasan karbonat dari bentonit ke dalam air.
- Penurunan TDS sangat signifikan. Untuk sumur dengan TDS awal >60 g/L, nilai menurun drastis setelah ditambahkan bentonit non-aktif.
- Konduktivitas menurun, terutama pada sampel sungai.
- Salinitas juga turun signifikan, baik pada sungai maupun sumur.
Kunci Temuan:
- Bentonit non-aktif lebih efektif untuk air sungai, karena mempertahankan lebih banyak gugus fungsi aktif untuk menyerap garam dan ion logam.
- Bentonit aktif lebih cocok untuk air sumur, karena tidak menyebabkan lonjakan pH yang terlalu tinggi.
Analisis dan Implikasi Praktis
Penelitian ini membuktikan bahwa bentonit merupakan alternatif ekonomis dan ekologis untuk pengolahan air skala rumah tangga. Tidak hanya murah, penggunaannya pun sederhana: cukup dengan mencampur bentonit ke dalam air, diaduk selama dua jam, lalu disaring.
Potensi aplikasi langsung:
- Wilayah pesisir dengan kontaminasi air laut dan limbah pasar
- Permukiman padat penduduk tanpa sistem sanitasi terpadu
- Kondisi darurat, seperti pascabanjir atau bencana alam
Selain itu, karena bentonit tersedia lokal, tidak diperlukan impor bahan kimia atau teknologi mahal. Ini sangat sesuai dengan prinsip kemandirian air masyarakat dan teknologi tepat guna.
Kritik dan Saran: Apa yang Perlu Dikembangkan?
Walaupun temuan ini sangat menjanjikan, ada beberapa tantangan dan peluang pengembangan:
- Belum diuji terhadap parameter mikrobiologi seperti bakteri patogen. Perlu studi lanjut apakah bentonit juga efektif dalam menurunkan coliform atau E. coli.
- Tidak semua kontaminan bisa diadsorpsi, misalnya senyawa organik kompleks dari pestisida atau bahan kimia rumah tangga.
- Skalabilitas perlu diuji dalam skala komunal, misalnya untuk kebutuhan satu RT atau kelurahan.
- Perlu edukasi masyarakat dalam prosedur penggunaan yang benar, agar efektivitas tidak berkurang.
Penelitian lanjutan juga bisa mengeksplorasi kombinasi bentonit dengan bahan lain seperti arang aktif atau zeolit untuk hasil yang lebih optimal.
Relevansi Global dan Nasional
Kajian ini sangat relevan dengan konteks Indonesia dan dunia:
- SDG 6 (Clean Water and Sanitation): menjamin akses air bersih yang terjangkau
- Adaptasi perubahan iklim: bentonit membantu menangani dampak intrusi air laut
- Ketahanan air perkotaan: terutama di kota pesisir yang rentan seperti Semarang, Makassar, dan Surabaya
Bahkan secara global, konsep "nature-based solutions" kini didorong oleh UNEP dan WHO sebagai solusi air masa depan. Bentonit sebagai bahan alam berada di garis depan solusi ini.
Penutup: Dari Laboratorium ke Rumah Tangga
Melalui pendekatan ilmiah yang kuat dan orientasi solusi nyata, artikel ini menunjukkan bahwa bentonit bukan sekadar tanah liat biasa. Dengan karakter adsorptifnya, bentonit dapat menjadi "penyaring alami" yang andal dalam meningkatkan kualitas air, bahkan di wilayah yang paling tertekan oleh polusi dan perubahan iklim.
Yang terpenting, teknologi ini bisa dilakukan sendiri oleh masyarakat—tidak butuh alat canggih atau anggaran besar. Bila diterapkan secara luas dan konsisten, bentonit bisa menjadi salah satu kunci ketahanan air bersih Indonesia di masa depan.
Sumber asli:
Muhammad Zia Ulhaq, Dafif Hanan, Athaya Salsabila, Andi Lala, Muslem Muslem, Zulhiddin Akbar, dan Zahriah Zahriah. 2023. Utilizing Bentonite as a Natural Material to Enhance the Quality of Community Water Resources in the Urban Area. Leuser Journal of Environmental Studies, Vol. 1, No. 2.