Di masa ketika pembelajaran tatap muka terganggu oleh kondisi luar biasa—seperti pandemi—sistem pendidikan vokasi menghadapi tantangan ganda: bagaimana menjamin kelangsungan pembelajaran teknis yang membutuhkan praktik, dan bagaimana mempertahankan mutu hasil belajar ketika interaksi fisik dibatasi. Paper ini mencoba menjawab persoalan itu secara konkret: apakah Problem Based Learning (PBL) yang dikemas lewat platform Edmodo mampu meningkatkan pemahaman konsep matematis siswa pada mata pelajaran Mekanika Teknik di tingkat SMK? Jawaban dari studi di SMKN 1 Sidoarjo itu tidak hanya relevan untuk guru dan pengambil kebijakan, tapi juga bagi dunia industri yang menunggu lulusan dengan kemampuan nyata.
Latar: kebutuhan vokasi yang praktis di era digital
Penelitian ini bermula dari kebutuhan yang jelas: pendidikan kejuruan harus mempersiapkan siswa dengan keterampilan teknis dan pola pikir pemecahan masalah. Mekanika Teknik — yang mengajarkan analisis gaya-gaya batang pada konstruksi rangka sederhana — menuntut penguasaan konsep matematis dan kemampuan menerapkan teori pada situasi nyata. Ketika pembelajaran beralih ke daring, ada kekhawatiran bahwa latihan-latihan praktis dan diskusi pemecahan masalah akan melemah. Penulis menempatkan PBL sebagai metode yang memungkinkan siswa belajar dari masalah otentik, sedangkan Edmodo dipilih sebagai wadah e-learning yang fleksibel dan kaya fitur untuk menjalankan sintaks PBL secara daring. Artikel ini memotret implementasi konkret itu dari proses validasi perangkat hingga hasil belajar siswa.
Desain penelitian: sederhana tapi tepat sasaran
Metode yang dipakai adalah pre-experimental design tipe One Group Pretest-Posttest, yaitu pengukuran kemampuan sebelum dan sesudah perlakuan pada kelompok yang sama. Sampel adalah siswa kelas X DPIB (Desain Pemodelan dan Informasi Bangunan) di SMKN 1 Sidoarjo—khususnya dua kelas eksperimen, TKP-2 dan TKP-3. Perlakuan yang diberikan adalah penerapan model PBL dengan media Edmodo, fokus materi pada analisis gaya-gaya batang pada konstruksi rangka sederhana. Validasi perangkat pembelajaran dilakukan oleh guru SMK dan dosen ahli; hasil validasi menunjukkan perangkat dianggap layak: silabus (81,95% — sangat valid), RPP (80,36% — sangat valid), media Edmodo (77,09% — valid), dan angket respon siswa (81,25% — sangat valid). Validasi ini memberi legitimasi bahwa intervensi tersebut dirancang secara tepat sebelum diuji ke siswa.
Pelaksanaan PBL di Edmodo — langkah demi langkah yang diterapkan
Penelitian merinci sintaks PBL dalam lingkungan daring: pertama, siswa dikumpulkan dalam kelas online; kedua, dibentuk kelompok kecil; ketiga, guru menyiapkan masalah atau isu otentik; keempat, kelompok diminta mencari referensi; kelima, diskusi dilakukan secara daring untuk membangun kerja sama dan eksplorasi; keenam, guru memonitor dan membimbing jalannya diskusi; ketujuh, tugas dikumpulkan melalui link yang disediakan; kedelapan, presentasi dilakukan secara virtual dan hasil didiskusikan; kesembilan, dilanjutkan refleksi dan evaluasi bersama. Inilah kerangka yang mengubah Edmodo dari sekadar platform distribusi bahan menjadi arena pemecahan masalah kolaboratif.
Bukti kuantitatif: normalitas data, uji t, dan N-Gain
Sebelum menyimpulkan dampak, penulis melaporkan uji statistik yang layak: data pretest dan posttest pada kedua kelas terdistribusi normal (uji chi-kuadrat) dan homogen (uji homogenitas). Setelah memenuhi prasyarat, dilakukan uji t-berpasangan. Hasil menunjukkan perbedaan signifikan antara pretest dan posttest untuk kedua kelas: thitung untuk TKP-2 = 2,097 (ttabel ≈ 2,056) dan thitung untuk TKP-3 = 2,100 (ttabel ≈ 2,042), sehingga H0 ditolak. Artinya, peningkatan nilai setelah perlakuan signifikan secara statistik. Kekuatan efek diukur juga melalui indeks N-Gain: kelas TKP-2 memperoleh N-Gain 0,6 (kategori sedang), sedangkan TKP-3 memperoleh 0,5 (kategori sedang). Angka-angka ini menunjukkan bahwa intervensi memberi peningkatan konsep matematis dalam level yang bermakna — bukan dramatis, tetapi nyata dan konsisten.
Narasi hasil: bukan sekadar angka — apa yang berubah di kelas
Angka-angka statistik memberi signifikansi, tetapi yang menarik adalah apa yang terjadi di ruang kelas daring. Angket respon siswa memperlihatkan bahwa mayoritas peserta merespons positif penerapan model PBL via Edmodo: rentang persentase jawaban pada mayoritas item berada di kisaran 60%–80% (kriteria: baik), sedangkan satu item berada pada kategori cukup. Siswa menyatakan bahwa penyajian masalah mampu menarik perhatian (65% baik), menimbulkan rasa ingin tahu (72% baik), memudahkan penggalian informasi (68,5% baik), dan membantu memecahkan permasalahan (66% baik). Menariknya, 67,5% siswa merasa bisa berpartisipasi lebih aktif di Edmodo. Respon-respon ini menunjuk pada dua hal: perlakuan tidak hanya meningkatkan skor tes, tetapi juga memperbaiki keterlibatan (engagement) dan proses berpikir kritis siswa.
Interpretasi: kenapa PBL + Edmodo bekerja (menurut data)
Ada beberapa mekanisme yang dapat ditarik dari laporan penulis tentang mengapa kombinasi ini efektif. Pertama, PBL menempatkan siswa pada posisi aktif: mereka bukan hanya menerima materi tetapi harus mencari solusi untuk masalah riil — proses yang memperkuat pemahaman konsep. Kedua, Edmodo menyediakan fitur yang mendukung kerja kelompok, pembagian tugas, pengumpulan file, forum diskusi, kuis, dan penilaian, sehingga praktik kolaboratif dapat berjalan tanpa hambatan ruang fisik. Ketiga, pembelajaran daring memberi ruang bagi siswa belajar berulang (akses materi kapan saja), memungkinkan pengulangan dan refleksi yang mendalam—faktor penting bagi pembelajaran konsep matematis yang abstrak. Hasil N-Gain sedang menjadi indikator bahwa pembelajaran tidak sekadar mengangkat skor semata, melainkan menumbuhkan kualitas berpikir yang lebih tinggi pada level kognitif siswa.
Kelebihan penelitian: desain praktis dan relevansi vokasi
Kekuatan studi ini terletak pada relevansinya yang tinggi bagi dunia SMK: soal yang diuji adalah topik yang bersentuhan langsung dengan praktik kejuruan; platform yang dipilih (Edmodo) sederhana, terjangkau, dan cocok untuk implementasi cepat; metode PBL bersinergi dengan tuntutan industri untuk lulusan yang mampu memecahkan masalah teknis. Validasi perangkat oleh pihak sekolah dan akademisi memberikan bukti bahwa perlakuan bukan sekadar eksperimen ad hoc, melainkan intervensi yang layak diterapkan secara lebih luas.
Keterbatasan yang jujur — apa yang tidak dijawab penelitian ini
Penulis juga terbuka mengenai keterbatasan. Pertama, desain penelitian bersifat pre-experimental tanpa kelompok kontrol; sehingga peningkatan yang terjadi bisa dipengaruhi oleh faktor luar selain perlakuan (mis. matang waktu belajar, faktor motivasi klaster tertentu). Kedua, sampel terbatas pada dua kelas di satu sekolah—generalizabilitasnya ke SMK lain perlu diuji lagi. Ketiga, kendala infrastruktur menjadi nyata: beberapa siswa dilaporkan memiliki keterbatasan perangkat atau akses internet memadai—faktor yang membatasi partisipasi penuh. Keempat, durasi intervensi relatif singkat; dampak jangka panjang terhadap keterampilan praktik dan kesiapan kerja belum diukur. Penulis merekomendasikan studi lanjutan dengan desain eksperimental, sampel lebih besar, dan pengukuran capaian praktik di lapangan.
Hambatan teknis dan sosial: realitas implementasi Edmodo di SMK
Paper memaparkan hambatan pelaksanaan, yang penting bagi pembaca praktik: adanya siswa tanpa smartphone memadai, keterbatasan akses internet di rumah, dan sulitnya pengawasan guru selama pembelajaran jarak jauh. Ini bukan sekadar catatan teknis—ia adalah pengingat bahwa solusi digital perlu disertai intervensi sosial: dukungan perangkat, paket data, atau fasilitas belajar di komunitas. Selain itu, adaptasi guru ke format daring dan kemampuan mendesain masalah otentik membutuhkan pelatihan. Dengan kata lain, implementasi berkelanjutan menuntut investasi non-teknis.
Implikasi praktis: dari kelas ke kebijakan vokasi
Apa arti temuan ini bagi dunia pendidikan vokasi? Pertama, PBL yang didukung e-learning bisa menjadi strategi transisi ketika tatap muka terganggu, tanpa mengorbankan hasil belajar kontekstual. Kedua, Edmodo dan platform sejenis berperan sebagai pengganda kapasitas pengajaran—memungkinkan guru memonitor, mengevaluasi, dan memberi umpan balik lebih sistematis. Ketiga, hasil yang positif menjustifikasi investasi sekolah dalam pengembangan perangkat pembelajaran digital, pelatihan guru, dan penyediaan akses digital bagi siswa. Keempat, pada level kebijakan, data ini dapat mendorong agar program vokasi memadukan kurikulum yang menekankan problem solving dan penggunaan teknologi sebagai standar.
Nuansa kritis: jangan cepat puas, skala dan kualitas praktik tetap ukuran utama
Meskipun hasilnya menjanjikan, tidak bijak bila pembaca lalu menyimpulkan bahwa sekadar mengunggah materi ke platform otomatis menyelesaikan persoalan vokasi. Inti dari PBL adalah kualitas masalah yang diberikan, kedalaman bimbingan guru, serta peluang praktik nyata. Nilai N-Gain sedang menunjukkan peningkatan, bukan transformasi penuh. Selain itu, tanpa kelompok kontrol yang jelas, perlu kehati-hatian dalam mengekstrapolasi dampak. Penulis sendiri menyinggung bahwa hasil belajar meningkat, tetapi keterampilan aplikatif jangka panjang perlu diukur melalui asesmen praktik langsung dan penempatan industri.
Rekomendasi penguatan—dari penulis ke praktik yang lebih luas
Berdasarkan temuan dan keterbatasan, studi memberikan sejumlah rekomendasi praktis yang dapat dibaca sebagai peta tindakan: (1) skala up program PBL-Edmodo ke kelas lain dengan desain studi yang lebih robust; (2) sediakan dukungan teknologi bagi siswa yang kurang mampu; (3) latih guru untuk merancang masalah otentik dan memfasilitasi diskusi daring secara efektif; (4) integrasikan evaluasi praktik lapangan untuk menilai transfer pembelajaran; (5) dorong kolaborasi sekolah-industri agar masalah pembelajaran mencerminkan kebutuhan dunia kerja; dan (6) lakukan penelitian jangka panjang untuk memetakan efek terhadap kesiapan kerja lulusan.
Kesimpulan panjang: pembelajaran vokasi yang adaptif dan bertanggung jawab
Penelitian Nurrohma & Adistana (2021) menyuguhkan bukti yang meyakinkan bahwa Problem Based Learning, bila dikemas dengan media e-learning yang tepat, mampu meningkatkan pemahaman konsep matematis siswa SMK pada ranah mekanika teknik, bahkan ketika pembelajaran tatap muka terganggu. Ini bukan sekadar kabar baik untuk masa pandemi; ini adalah argumen kuat bahwa pendidikan vokasi yang adaptif dan berbasis masalah dapat berfungsi lebih efektif bila didukung teknologi yang memungkinkan kolaborasi, akses ulang materi, dan monitoring guru. Namun keberhasilan nyata mensyaratkan perhatian pada infrastruktur, pelatihan guru, pengayaan masalah otentik, serta evaluasi praktik yang lebih mendalam.
Dengan kata lain: Edmodo dan PBL bukan obat mujarab, tetapi mereka adalah alat yang — bila dirancang dan didampingi dengan kebijakan dan dukungan nyata — dapat mengubah pengalaman belajar vokasi dari pasif menjadi aktif, dari teoritis menjadi aplikatif, dan dari rapuh menjadi lebih tahan terhadap gangguan eksternal.
Proyeksi dampak (jika diadopsi lebih luas)
Jika rekomendasi diadopsi secara berkelanjutan—termasuk peningkatan akses perangkat, pelatihan guru, dan kolaborasi sekolah-industri—sekolah vokasi dapat melihat perbaikan berkelanjutan pada pemahaman konseptual siswa dan keterlibatan belajar. Pada tingkat institusi, ini berpotensi meningkatkan kualitas lulusan yang siap kerja, menurunkan kebutuhan remedial di dunia kerja, dan memperbaiki citra SMK sebagai lembaga yang menghasilkan tenaga siap pakai. Efeknya bukan hanya akademik: ini berdampak pada daya saing tenaga kerja vokasi di pasar kerja lokal dan nasional.
Sumber Artikel:
Nurrohma, R. I., & Adistana, G. A. Y. P. (2021). Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning dengan Media E-Learning melalui Aplikasi Edmodo pada Mekanika Teknik. Edukatif: Jurnal Ilmu Pendidikan, 3(4), 1199–1209. https://doi.org/10.31004/edukatif.v3i4.544.