Bagian 1: Keberhasilan Rekayasa Ulang: Perubahan Proses Bisnis (BPR)

Dipublikasikan oleh Nurul Aeni Azizah Sari

17 Mei 2024, 23.27

Sumber: Pinterest

Menata ulang pertumbuhan bisnis: keharusan untuk berubah
Pada pertengahan abad ke-20, Theodore Levitt memicu pergeseran paradigma dengan kritiknya terhadap strategi picik yang mendefinisikan pertumbuhan perusahaan, dengan menunjukkan “miopia pertumbuhan” yang lazim terjadi di antara para eksekutif tingkat C. Dia berpendapat bahwa kemakmuran sejati tidak terletak pada produksi massal, pengurangan biaya, atau keyakinan semata-mata pada produk yang sangat diperlukan.

Tetapi pada pemahaman yang mendalam tentang kebutuhan pelanggan dan penciptaan lingkungan yang mendukung dan digerakkan oleh inovasi. Gagasan perintis ini menjadi dasar dari rekayasa ulang proses bisnis (Business Process Reengineering/BPR), sebuah pendekatan revolusioner yang mendorong organisasi untuk secara radikal memikirkan kembali operasi mereka, menyelaraskannya dengan lanskap permintaan konsumen dan kemajuan teknologi yang terus berubah.

Esensi dari BPR, yang berkembang dari wawasan awal Levitt hingga metodologi saat ini, mencerminkan perjalanan berkelanjutan menuju efisiensi dan inovasi. Hal ini merupakan bukti dari relevansi pendekatan ini dalam lingkungan bisnis saat ini, di mana laju perubahan semakin cepat, dan taruhannya adalah kemampuan beradaptasi yang semakin tinggi.

Asal-usul BPR dan kemajuannya melalui berbagai alat dan metodologi menggarisbawahi sebuah kebenaran universal: bisnis harus terus mengembangkan proses mereka, tidak hanya untuk bertahan hidup tetapi juga untuk berkembang. Dengan mengkaji kerangka kerja yang dikembangkan oleh Kettinger dkk. pada tahun 1997 dan menyandingkannya dengan kemajuan kontemporer, kami menyelidiki bagaimana BPR tetap menjadi lensa penting yang dapat digunakan oleh perusahaan untuk mengevaluasi kembali dan menata ulang jalur pertumbuhan mereka.

Eksplorasi ini lebih dari sekadar upaya akademis; ini adalah ajakan untuk bertindak bagi organisasi modern. Lintasan perkembangan BPR menawarkan wawasan yang tak ternilai tentang bagaimana bisnis telah beradaptasi - dan harus terus beradaptasi - strategi mereka untuk memenuhi kebutuhan pasar global yang terus berubah. Dalam semangat Levitt, perjalanan ini mendorong evaluasi ulang terhadap proses bisnis kami, mendorong kami untuk membuang inefisiensi dan merangkul inovasi dengan tangan terbuka.

Awal mula transformasi perusahaan
Konsep organisasi sama tuanya dengan peradaban itu sendiri, dengan setiap era membawa mekanisme uniknya sendiri untuk mencapai tujuan dan kesuksesan. Namun, pergeseran monumental dalam pengembangan perusahaan benar-benar dimulai dengan fajar perdagangan, ketika aktivitas dalam organisasi mulai diakui sebagai proses yang dapat dioptimalkan untuk efisiensi dan produktivitas yang lebih besar.

Karya penting Frederick Taylor di awal abad ke-20, “Prinsip dan Metode Manajemen Ilmiah,” mengusulkan penyederhanaan kerja sebagai kunci produktivitas, menabur benih untuk apa yang akan menjadi era transformatif dalam operasi industri. Henry Ford membawa prinsip-prinsip ini lebih jauh, merevolusi industri otomotif dengan jalur perakitannya, sehingga menunjukkan dampak mendalam dari optimalisasi proses pada biaya produksi dan output.

Pematangan filosofi ini berkembang melalui kebangkitan teknologi informasi, yang mengarah pada perpaduan penting antara manajemen bisnis, kontrol kualitas, dan TI. Tiga serangkai ini - yang dulunya terpisah dalam pendekatan mereka - saling terkait untuk membentuk apa yang sekarang kita pahami sebagai Business Process Management (BPM), sebuah perspektif holistik tentang perubahan yang memanfaatkan keahlian yang beragam untuk mencapai tujuan yang terpadu.

Persimpangan harmoni: manajemen bisnis bertemu dengan TI
Paul Harmon, pada tahun 2010, menyatakan bahwa rekayasa ulang proses bisnis (Business Process Reengineering/BPR) berada di persimpangan antara manajemen bisnis dan TI. Di sinilah tujuan strategis membentuk perubahan proses, dan TI muncul sebagai pemain penting, tidak lagi hanya sebagai sistem pendukung, tetapi sebagai kekuatan pendorong di balik proses transformatif.

Dengan munculnya TI, sifat BPR pun berubah. TI menjadi alat yang ampuh yang tidak hanya mendukung tetapi juga secara aktif mendorong rekonstruksi proses bisnis, memastikan bahwa proses tersebut tidak hanya efisien tetapi juga tangguh dan responsif terhadap tujuan strategis yang terus berkembang.

Disadur dari: medium.com