Air Tanah, Kunci Ketahanan di Asia Tengah
Air tanah di Asia Tengah, khususnya Uzbekistan, adalah sumber kehidupan yang menopang kebutuhan domestik, pertanian, dan industri di tengah iklim kering dan ketergantungan pada aliran sungai musiman dari gletser. Namun, pengelolaan air tanah di kawasan ini menghadapi tantangan besar: mulai dari over-ekstraksi, polusi, hingga kegagalan institusi dan lemahnya koordinasi antar lembaga. Paper karya Sylvia Schmidt, Ahmad Hamidov, dan Ulan Kasymov ini membedah kompleksitas tata kelola air tanah Uzbekistan dengan menggabungkan kerangka Social-Ecological Systems (SES) dan Informational Governance. Pendekatan ini menyoroti peran krusial informasi—atau seringnya, ketiadaan informasi—dalam keberhasilan atau kegagalan pengelolaan air tanah.
Kerangka Analisis: Integrasi SES dan Informational Governance
Penulis mengadaptasi kerangka SES Ostrom (2007) untuk menelaah interaksi manusia-lingkungan, dengan fokus pada subsistem: ekosistem terkait, pengaturan ekonomi dan sosial-politik, sistem sumber daya, unit sumber daya, aktor, interaksi, sistem tata kelola, dan outcome. Untuk memperdalam analisis, paper ini mengintegrasikan empat tema utama dari informational governance (Mol 2006):
- Dinamika dan Mekanisme Informasi: Bagaimana informasi dikumpulkan, diproses, dan dibagikan.
- Ketidakpastian dan Multiple Knowledges: Tantangan akibat data yang tidak lengkap, metode berbeda, dan pengetahuan lokal vs. formal.
- Power Constellations: Siapa yang mengendalikan informasi dan bagaimana hierarki mempengaruhi akses serta pengambilan keputusan.
- Desain Reformasi Informasi: Upaya dan hambatan dalam memperbaiki sistem informasi untuk tata kelola yang lebih demokratis dan efektif.
Metodologi: Tinjauan Sistematis Literatur dan Studi Kasus Uzbekistan
Penelitian ini menggunakan tinjauan sistematis terhadap 54 sumber (artikel, laporan, bab buku) tentang tata kelola air tanah di Asia Tengah, dengan fokus khusus pada 14 sumber relevan untuk Uzbekistan. Analisis konten kualitatif digunakan untuk mengidentifikasi pola, tantangan, dan peluang dalam tata kelola serta penyebaran informasi air tanah.
Sumber Daya dan Penggunaan Air Tanah di Uzbekistan: Angka-angka Kunci
- Cadangan air tanah Uzbekistan: 18,5 km³, dengan ekstraksi aktual 7,7 km³/tahun.
- Recharge tahunan: 23–27 km³ (berbeda tergantung sumber).
- Jumlah akuifer utama: 99, dengan 77 di antaranya berisi air tawar layak minum.
- Jumlah sumur air tanah: >25.000 sumur.
- Kontribusi air tanah untuk air minum: 50% kebutuhan domestik (3,4 km³/tahun).
- Penggunaan untuk irigasi: 2,1 km³/tahun (28% dari total ekstraksi).
- Penggunaan industri: 0,7 km³/tahun (10% dari total ekstraksi), termasuk untuk wisata kesehatan dan pabrik air mineral.
Studi Kasus: Tata Kelola Air Tanah dan Dampaknya
Aktor dan Interaksi
Aktor utama mencakup rumah tangga, petani, perusahaan industri, serta lembaga pemerintah dan lokal. Di tingkat komunitas, pengetahuan lokal (misal: “wise men” di mahalla) sering lebih diandalkan daripada pengetahuan teknis formal. Namun, interaksi antara aktor seringkali terhambat oleh keterbatasan akses informasi dan minimnya koordinasi.
Studi oleh Karimov dkk. (2022) menunjukkan bahwa irigasi berbasis air tanah memang menjamin ketepatan waktu penyiraman, namun membutuhkan biaya listrik dan tenaga kerja lebih tinggi dibanding irigasi gravitasi, sehingga petani didorong untuk efisiensi.
Sistem Tata Kelola: Regulasi, Monitoring, dan Sanksi
Kebijakan utama meliputi:
- Water Sector Development Concept 2020–2030: Menargetkan pengurangan lahan irigasi dengan air tanah kritis dari 1.051.000 ha menjadi 773.000 ha, pengembangan sistem informasi status lahan dan air, serta perlindungan air tanah strategis.
- Undang-Undang Air dan Penggunaan Air (1993): Menjamin keberlanjutan, perlindungan, dan hak kepemilikan air.
- Regulasi Teknis: Syarat izin pengeboran untuk sumur >25 m atau ekstraksi >5 m³/hari, harga resmi air tanah untuk irigasi UZS 124,8/m³ (sekitar US$0,01).
- Monitoring: 1.465 stasiun monitoring air tanah (2017), namun distribusi dan cakupan masih terbatas.
Namun, hanya sebagian kecil sumur yang terdaftar resmi. Banyak sumur didaftarkan ke pemerintah lokal atau penyedia listrik, bukan ke otoritas geologi nasional. Sumur kecil (<25 m, <5 m³/hari) tidak diatur secara formal.
Outcome: Over-ekstraksi, Salinisasi, dan Polusi
- Salinisasi: 70% lahan irigasi tidak memiliki drainase bebas, menyebabkan peningkatan salinitas. Lahan dengan muka air tanah 1–2 m naik dari 743.500 ha (17,4%) pada 2008 menjadi 1.182.900 ha (27,5%) pada 2010. Lebih dari 46,6% lahan irigasi terdampak salinisasi (2,5% sangat asin, 13,3% sedang, 30,9% ringan).
- Penurunan cadangan air tanah: Turun 40% antara 1965–2002; 35% cadangan hilang dalam 30–40 tahun terakhir.
- Polusi: Kontaminasi oleh nitrat, pestisida, dan bahan kimia pertanian. Air tanah di Bukhara, Khorezm, dan Karakalpakstan tidak memenuhi standar air minum negara.
- Kerugian ekonomi: Salinisasi dan air tanah dangkal menyebabkan kerusakan infrastruktur dan permukiman, dengan kerugian antara US$2,5–10 juta.
Informational Governance: Tantangan, Kesenjangan, dan Reformasi
Dinamika dan Mekanisme Informasi
Monitoring air tanah di Uzbekistan masih didominasi sistem negara yang sentralistik, berbasis sains alam, dan cenderung tertutup. Data tahunan hanya didistribusikan ke sekitar 40 lembaga pemerintah, tidak tersedia untuk publik. Sistem pelaporan formal dan informal berjalan paralel, menciptakan redundansi, inefisiensi, dan kebingungan.
Kekurangan data tentang penggunaan industri, tumpang tindih otoritas, dan menurunnya jumlah sumur observasi memperburuk ketidakpastian status air tanah. Distribusi sumur monitoring tidak merata, dan sering tidak cukup spesifik untuk kebutuhan lokal.
Ketidakpastian dan Multiple Knowledges
Variasi data antara sumur monitoring yang berdekatan menunjukkan adanya nugget variance (variabilitas kecil-skala) dan kemungkinan error pengukuran. Metode penilaian yang berbeda, kurangnya pertukaran informasi, serta adanya sistem pelaporan ganda menimbulkan “multiple knowledges” yang saling bertentangan. Hal ini menurunkan kepercayaan pengguna terhadap data dan menyulitkan perencanaan adaptasi.
Informasi tentang kondisi akuifer jarang tersedia bagi pengguna, sehingga masyarakat sulit mengambil tindakan kolektif atau adaptif. Pengetahuan lokal memang ada, namun sering tidak terintegrasi dengan data formal atau teknologi modern.
Power Constellations: Hierarki dan Monopoli Informasi
Penguasaan informasi oleh lembaga negara menciptakan hierarki dan monopoli, baik di tingkat nasional maupun lokal. Water Consumer Associations (WCA) yang seharusnya menjadi jembatan ke petani, justru lemah dalam pengambilan keputusan dan sering diintervensi pemerintah daerah. Sistem pewarisan otoritas dari era Soviet masih terasa, dengan dominasi negara dan minimnya ruang partisipasi masyarakat.
Ketergantungan pada ahli dan birokrasi memperkuat hierarki, sementara akses informal ke informasi hanya tersedia bagi mereka yang punya koneksi. Konflik kepentingan antara petani besar, industri, dan pengguna domestik sering tidak terselesaikan akibat lemahnya mekanisme koordinasi dan transparansi.
Desain Reformasi: Upaya dan Hambatan
Uzbekistan mulai menunjukkan minat pada reformasi tata kelola informasi air tanah, sejalan dengan tren global keterbukaan data dan Integrated Water Resources Management (IWRM). Beberapa langkah reformasi:
- Moratorium pengeboran dan penggunaan air tanah di wilayah dengan penurunan muka air >5 m.
- Kewajiban pemasangan meter air dan pelaporan tahunan untuk semua pengguna.
- Pengembangan database lingkungan terpusat dan pengadaan alat monitoring baru.
- Kerjasama internasional untuk observasi akuifer lintas negara dan adopsi teknologi digital (GIS, digital agriculture).
Namun, implementasi masih terbatas, koordinasi antarlembaga lemah, dan akses publik terhadap data tetap rendah. Monitoring dan penegakan hukum di sektor pertambangan dan pertanian masih perlu diperkuat.
Studi Kasus: Praktik Lokal dan Inovasi
- Irigasi kolektif di masa kekeringan: Petani kecil (dehkan farms) mengembangkan aturan informal untuk berbagi biaya listrik dan pemeliharaan sumur, serta mengatur giliran penggunaan air tanah.
- Penggunaan energi terbarukan: Beberapa komunitas mulai mengadopsi pompa air berbasis energi surya untuk mengurangi biaya listrik dan meningkatkan efisiensi.
- Proyek Managed Aquifer Recharge: Studi di Fergana Valley menunjukkan potensi recharge terkelola untuk meningkatkan cadangan air tanah melalui kolaborasi lintas negara.
Analisis Kritis dan Perbandingan
Kelebihan Paper
- Pendekatan Interdisipliner: Integrasi SES dan informational governance memberikan analisis mendalam tentang hubungan manusia-lingkungan dan peran informasi dalam tata kelola sumber daya.
- Studi Kasus Konkrit: Data empiris dan contoh nyata dari Uzbekistan memperkuat argumen dan relevansi hasil penelitian.
- Rekomendasi Kebijakan: Penulis tidak hanya mengidentifikasi masalah, tetapi juga menawarkan solusi berbasis data dan pengalaman global.
Kritik dan Tantangan
- Keterbatasan Data Primer: Mayoritas analisis berbasis tinjauan literatur; penelitian lapangan lebih lanjut dibutuhkan untuk memahami praktik lokal dan dinamika sosial secara mendalam.
- Implementasi Reformasi: Meskipun ada kemajuan kebijakan, hambatan birokrasi dan budaya hierarkis masih menjadi tantangan utama.
- Kurangnya Integrasi Pengetahuan Lokal: Potensi pengetahuan tradisional belum sepenuhnya dimanfaatkan dalam tata kelola air tanah.
Hubungan dengan Tren Global
Paper ini sejalan dengan tren global menuju tata kelola air berbasis data terbuka, kolaborasi multi-pihak, dan integrasi teknologi digital. Praktik di Uzbekistan mencerminkan tantangan yang dihadapi banyak negara berkembang: ketergantungan pada sumber air tanah di tengah perubahan iklim, tekanan populasi, dan kebutuhan reformasi institusional.
Rekomendasi dan Implikasi Kebijakan
- Penguatan Informational Governance: Transparansi data, pertukaran informasi antarlembaga, dan akses publik harus diperluas untuk mendukung aksi kolektif dan pengambilan keputusan berbasis bukti.
- Integrasi Pengetahuan Lokal dan Formal: Kolaborasi antara komunitas, akademisi, dan pemerintah penting untuk menggabungkan keunggulan pengetahuan lokal dan teknologi modern.
- Monitoring dan Penegakan Hukum: Penegakan aturan, pemasangan meter air, dan monitoring polusi harus diperkuat, terutama di sektor pertanian dan pertambangan.
- Pengembangan Database Terbuka dan Digitalisasi: Investasi pada sistem informasi digital dan pelatihan SDM menjadi kunci untuk memperbaiki tata kelola.
- Kerjasama Regional: Koordinasi lintas negara di Asia Tengah sangat penting untuk mengelola akuifer bersama dan menghadapi tantangan perubahan iklim.
Menuju Tata Kelola Air Tanah yang Adaptif dan Inklusif
Paper ini menegaskan bahwa keberhasilan tata kelola air tanah di Uzbekistan (dan Asia Tengah) sangat bergantung pada kualitas, keterbukaan, dan distribusi informasi. Tanpa perbaikan sistem informasi dan kolaborasi lintas aktor, risiko over-ekstraksi, polusi, dan konflik akan terus meningkat. Reformasi informational governance, integrasi pengetahuan lokal, dan digitalisasi adalah kunci menuju sistem air tanah yang tangguh dan berkelanjutan—sebuah pelajaran penting bagi negara-negara lain dengan tantangan serupa.
Sumber Artikel
Schmidt, S., Hamidov, A., & Kasymov, U. (2024). Analysing Groundwater Governance in Uzbekistan through the Lenses of Social-Ecological Systems and Informational Governance. International Journal of the Commons, 18(1), 203–217.