Analisis Kelayakan Air Hujan untuk Kebutuhan Domestik di Desa Plosobuden, Lamongan

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah

04 Juni 2025, 12.18

pixabay.com

Ketersediaan air bersih di Indonesia, terutama di wilayah pedesaan seperti Desa Plosobuden, Lamongan, semakin terancam oleh perubahan iklim, pertumbuhan penduduk, dan eksploitasi air tanah yang berlebihan. Situasi ini mendorong pencarian solusi alternatif yang ramah lingkungan dan berkelanjutan. Salah satu pendekatan yang kini mendapat perhatian adalah pemanfaatan air hujan melalui sistem pemanenan air hujan (rainwater harvesting). Paper karya Eko Sutrisno dan Jazilah dari Universitas Islam Majapahit ini mengupas tuntas potensi, kualitas, dan kelayakan pemanfaatan air hujan untuk kebutuhan domestik di Desa Plosobuden, serta tantangan implementasinya di tingkat masyarakat.

Studi Kasus: Desa Plosobuden, Lamongan – Potret Keterbatasan dan Peluang

Latar Belakang dan Permasalahan

Desa Plosobuden, khususnya Dusun Buden, menghadapi tantangan besar dalam memenuhi kebutuhan air bersih. Air tanah di wilayah ini cenderung asin, sehingga saat musim kemarau warga sering mengalami kelangkaan air. Solusi yang selama ini dilakukan adalah menampung air hujan ke dalam sumur gali untuk menurunkan kadar keasinan air saat kemarau. Namun, keterbatasan biaya membuat pembangunan tandon air hujan belum merata.

Padahal, wilayah ini memiliki curah hujan tahunan yang cukup tinggi, rata-rata 1501–2000 mm per tahun, sehingga potensi air hujan sangat besar namun belum dioptimalkan17. Ini menjadi alasan utama mengapa penelitian ini penting dilakukan.

Metodologi: Tinjauan Sistematis dan Analisis Multiaspek

Penelitian ini menggunakan Systematic Literature Review (SLR) untuk menganalisis aspek kuantitas, kualitas, serta sosial-ekonomi dan lingkungan dari pemanfaatan air hujan. Data dikumpulkan dari literatur internasional dan nasional, serta survei lapangan di Desa Plosobuden. Fokus utama adalah menilai kelayakan air hujan sebagai sumber air domestik, mulai dari potensi penampungan, kualitas air, hingga persepsi masyarakat1.

Potensi Kuantitas: Berapa Banyak Air Hujan yang Bisa Dimanfaatkan?

Perhitungan Potensi Air Hujan

Dengan luas atap rata-rata 50 m² per rumah tangga dan koefisien limpasan 0,8 (untuk atap genteng), setiap rumah di Dusun Buden dapat menampung 63,3 hingga 85 m³ air hujan per tahun. Jika terdapat 200 rumah tangga, maka potensi air hujan yang dapat dikumpulkan mencapai 12.660 hingga 17.000 m³ per tahun1.

Angka ini sangat signifikan. Sebagai ilustrasi, untuk memenuhi kebutuhan air bersih satu keluarga (4 orang) selama 90 hari musim kemarau, dibutuhkan sekitar 7.200 liter (atau 7,2 m³). Dengan kapasitas tandon 1.000 liter, satu keluarga perlu menyiapkan sekitar 8 tandon untuk mencukupi kebutuhan selama kemarau1.

Kualitas Air Hujan: Apakah Aman untuk Kebutuhan Domestik?

Hasil Analisis Kualitas

Air hujan secara alami sangat murni, namun kualitasnya bisa terpengaruh oleh polusi udara dan lingkungan sekitar. Rata-rata pH air hujan di Desa Plosobuden berkisar antara 5,5–7,0, masih dalam batas aman untuk kebutuhan domestik setelah melalui proses filtrasi sederhana1. Kandungan logam berat seperti Pb dan Cd rendah di pedesaan, jauh di bawah ambang batas kualitas air domestik.

Namun, tantangan utama adalah kontaminasi mikroba, terutama bakteri Coliform. Penelitian di Desa Plosobuden menunjukkan bahwa air hujan dari penampungan dengan konstruksi atas memiliki kandungan Coliform yang lebih rendah dibandingkan penampungan bawah tanah atau kombinasi atas-bawah. Pada beberapa kasus, kandungan Coliform masih melebihi standar baku mutu 50/100 ml menurut Permenkes No. 416/Menkes/Per/IX/1990, khususnya pada PAH bawah tanah26. Jenis bakteri yang ditemukan meliputi Escherichia coli, Klebsiella sp., Enterobacter sp., dan Salmonella sp.6.

Implikasi Kesehatan

Kandungan Coliform yang tinggi dapat menyebabkan gangguan pencernaan hingga iritasi mata, terutama jika air digunakan untuk mandi atau wudhu. Oleh karena itu, penting untuk melakukan filtrasi dan desinfeksi sebelum air hujan digunakan untuk kebutuhan domestik, terutama konsumsi langsung26.

Efisiensi Sistem Penampungan Air Hujan (SPAH): Komponen dan Praktik Terbaik

Sistem penampungan air hujan terdiri dari beberapa komponen utama:

  • Atap penampung: Semakin luas dan bersih, semakin tinggi efisiensi penangkapan air.
  • Talang air/gutter: Harus rutin dibersihkan agar tidak tersumbat.
  • Filter awal: Mengurangi kotoran dan partikel sebelum air masuk ke tandon.
  • Tangki penyimpanan: Kapasitas 500–2.000 liter, sebaiknya dari bahan tahan karat dan tertutup rapat.
  • Pompa (opsional): Untuk distribusi air ke dalam rumah jika dibutuhkan tekanan lebih tinggi15.

Efisiensi sistem dapat mencapai 90% jika semua komponen terpelihara dengan baik dan atap menggunakan material yang tidak berpori1.

Persepsi dan Dukungan Masyarakat: Kunci Keberhasilan Implementasi

Survei terhadap 200 rumah tangga di Dusun Buden menunjukkan bahwa 85% warga bersedia memanfaatkan air hujan untuk kebutuhan domestik. Dukungan ini didorong oleh kebutuhan akan sumber air alternatif dan pengalaman krisis air tanah. Namun, 45% responden masih khawatir terhadap risiko kontaminasi selama penyimpanan, terutama jika tandon tidak dirawat dengan baik1.

Dukungan masyarakat akan meningkat jika ada bantuan atau subsidi dari pemerintah untuk pembangunan SPAH. Kolaborasi antara warga, pemerintah desa, dan pihak terkait sangat penting untuk keberlanjutan program ini1.

Analisis Ekonomi: Investasi, Efisiensi, dan Balik Modal

Biaya pemasangan sistem pemanenan air hujan relatif terjangkau, dengan waktu pengembalian modal rata-rata 3–5 tahun. Penghematan diperoleh dari berkurangnya pembelian air bersih atau pengeluaran untuk air galon selama musim kemarau15. Selain itu, sistem ini tidak memerlukan energi listrik besar, sehingga sangat efisien untuk rumah tangga pedesaan9.

Dampak Lingkungan dan Keberlanjutan

Penerapan SPAH memberikan dampak positif pada:

  • Konservasi air tanah: Mengurangi eksploitasi air tanah dan mencegah intrusi air laut di wilayah pesisir.
  • Pengurangan risiko banjir: Menyerap air hujan yang berlebih dan mengurangi limpasan.
  • Stabilitas ekosistem: Menjaga keseimbangan lingkungan dan mencegah penurunan muka tanah139.

Selain itu, SPAH mendukung pencapaian SDGs, khususnya target akses universal terhadap air bersih dan sanitasi (SDG 6)1.

Studi Banding dan Tren Nasional

Penelitian di Yogyakarta menunjukkan bahwa sistem pemanenan air hujan dapat memenuhi hingga 80% kebutuhan air domestik jika 50–75% luas atap dimanfaatkan secara optimal4. Di Balikpapan, keberlanjutan sistem ini sangat dipengaruhi oleh kualitas air tanah, ketersediaan dana, dan kolaborasi antar pemangku kepentingan8. BMKG juga menegaskan bahwa pemanenan air hujan adalah solusi strategis jangka panjang menghadapi krisis air akibat perubahan iklim37.

Tantangan dan Rekomendasi

Tantangan Utama

  • Kontaminasi mikrobiologis: Perlu edukasi rutin mengenai perawatan tandon dan sistem filtrasi.
  • Variabilitas curah hujan: Sistem harus dirancang fleksibel agar mampu menyimpan air cukup saat musim hujan untuk digunakan di musim kemarau.
  • Keterbatasan dana: Perlu insentif dan dukungan pemerintah agar masyarakat mampu membangun SPAH yang layak13.

Rekomendasi

  • Edukasi masyarakat: Penting untuk meningkatkan pemahaman teknis dan manfaat lingkungan dari SPAH.
  • Regulasi dan insentif: Pemerintah daerah perlu menetapkan kebijakan pendukung, seperti subsidi tandon atau pelatihan teknis.
  • Inovasi teknologi: Integrasi dengan sistem filtrasi canggih dan sensor kualitas air untuk meningkatkan keamanan dan efisiensi15.

Kesimpulan: SPAH, Investasi Masa Depan Desa Tangguh Air

Studi di Desa Plosobuden membuktikan bahwa air hujan adalah sumber air bersih yang layak, efisien, dan berkelanjutan untuk kebutuhan domestik. Dengan potensi hingga 85 m³ per rumah per tahun, kualitas air yang baik setelah filtrasi, dan waktu balik modal yang singkat, SPAH sangat layak diadopsi di desa-desa dengan keterbatasan air tanah. Kunci keberhasilan ada pada edukasi, kolaborasi, dan dukungan kebijakan. Jika diimplementasikan secara luas, SPAH dapat menjadi solusi strategis menghadapi krisis air bersih dan perubahan iklim di Indonesia.

Sumber Artikel (Bahasa Asli)

Eko Sutrisno, Jazilah. "Analisa Kualitas Air Hujan untuk Keperluan Domestik di Desa Plosobuden, Deket, Lamongan." Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Islam Majapahit. Diterima 31 Desember 2024, tersedia online 8 Januari 2025.