Pendahuluan
Industri konstruksi merupakan salah satu sektor dengan risiko kecelakaan kerja tertinggi di Indonesia. Data BPJS Ketenagakerjaan menunjukkan peningkatan signifikan pada angka kecelakaan kerja, dengan 234.270 kasus pada 2021, naik 5,65% dari tahun sebelumnya yang mencatat 221.740 kasus. Kondisi ini menegaskan pentingnya penerapan sistem Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) yang efektif pada proyek konstruksi.
Studi yang dilakukan oleh Pajri, Widyatami, dan Mentari (2024) menganalisis faktor-faktor kunci yang mempengaruhi penerapan K3 pada proyek konstruksi Gedung Resto Apung Muara Angke, Jakarta Utara. Tinjauan ini akan mengelaborasi temuan penting dari penelitian tersebut dan mengaitkannya dengan konteks yang lebih luas dalam industri konstruksi di Indonesia.
Latar Belakang Permasalahan K3 di Indonesia
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan aspek krusial dalam industri konstruksi yang sering terabaikan. Fakta bahwa 80-85% kecelakaan kerja terjadi akibat kelalaian pekerja sendiri menunjukkan betapa pentingnya aspek manusia dalam manajemen K3. Selain kelalaian, faktor-faktor seperti perilaku tidak hati-hati, ketidakpatuhan terhadap SOP, dan pengabaian penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) menjadi kontributor utama kecelakaan kerja di Indonesia.
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi menegaskan pentingnya penerapan K3 yang komprehensif, tidak hanya berfokus pada pekerja konstruksi tetapi juga memperhatikan faktor non-pekerja dan aspek keamanan pasca-konstruksi hingga tahap pemeliharaan di sekitar lokasi proyek.
Metodologi Penelitian
Penelitian yang dilakukan Pajri et al. menggunakan pendekatan kuantitatif dengan teknik pengumpulan data melalui riset lapangan, kuesioner, pengutipan langsung, dan riset kepustakaan. Studi ini melibatkan 90 responden yang terdiri dari:
- 73 responden dari kontraktor utama
- 12 responden dari konsultan perencana/pengawas
- 5 responden dari pemilik proyek
Profil responden didominasi oleh pekerja berusia 26-30 tahun (41,1%), berjenis kelamin laki-laki (71,1%), dengan pendidikan Strata 1 (55,6%), dan pengalaman kerja kurang dari 5 tahun (60%).
Penelitian ini menganalisis tiga variabel independen (X) yaitu:
- Level Jenjang Pendidikan (X1)
- Tingkat Jabatan (X2)
- Pengalaman Bekerja (X3)
Dan satu variabel dependen (Y) yaitu Keamanan, Keselamatan, dan Kesehatan (K3).
Hasil Analisis Deskriptif
Hasil analisis deskriptif menunjukkan bahwa semua variabel yang diteliti berada dalam kategori "tinggi" menurut persepsi responden:
- Level Jenjang Pendidikan (X1) memiliki rata-rata 3,791 (kategori tinggi)
- Indikator tertinggi adalah pemahaman terhadap rambu-rambu keselamatan dan pentingnya mengikuti safety talk di tempat kerja.
- Tingkat Jabatan (X2) memiliki rata-rata 3,862 (kategori tinggi)
- Indikator tertinggi adalah suasana dan hubungan kerja yang kondusif untuk bekerja.
- Pengalaman Bekerja (X3) memiliki rata-rata 3,683 (kategori tinggi)
- Indikator tertinggi adalah perhatian terhadap rambu-rambu keselamatan dan kepatuhan pada SOP yang diterapkan di tempat kerja.
- Keamanan, Keselamatan, Kesehatan (K3) (Y) memiliki rata-rata 3,853 (kategori tinggi)
- Indikator tertinggi adalah pemberian penindakan/hukuman terhadap pelanggaran penggunaan APD dan pelanggaran SOP.
Hasil Pengujian Hipotesis
Hasil uji regresi linier berganda menghasilkan persamaan berikut: Y = 1,227 + 0,272 X₁ + 0,334 X₂ + 0,437 X₃
Persamaan ini menunjukkan bahwa semua variabel independen (X1, X2, X3) memiliki pengaruh positif terhadap variabel dependen (Y). Kenaikan pada setiap variabel independen akan menyebabkan peningkatan pada variabel K3.
Koefisien determinasi (Adjusted R Square) sebesar 0,675 menunjukkan bahwa 67,5% variabel K3 dipengaruhi oleh ketiga variabel independen, sedangkan 32,5% sisanya dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang tidak diteliti.
Berdasarkan nilai relatif kontribusi, Pengalaman Bekerja memberikan pengaruh paling dominan (43,99%), diikuti oleh Tingkat Jabatan (30,93%), dan Level Jenjang Pendidikan (25,08%).
Analisis Mendalam tentang Pengaruh Tiap Variabel
1. Pengaruh Level Jenjang Pendidikan terhadap K3
Tingkat pendidikan pekerja berpengaruh signifikan terhadap kesadaran dan implementasi K3. Pekerja dengan tingkat pengetahuan yang lebih tinggi cenderung lebih mudah menerima dan menerapkan prinsip-prinsip K3. Penelitian menunjukkan bahwa pekerja yang memahami rambu-rambu keselamatan dan pentingnya safety talk cenderung lebih peduli terhadap aspek keselamatan.
Temuan ini menegaskan pentingnya program pelatihan dan edukasi K3 yang berkelanjutan untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran pekerja. Peneliti menyarankan bahwa perusahaan konstruksi perlu mengupayakan pemberian informasi yang jelas, terperinci, dan menyeluruh tentang K3 untuk meningkatkan pengetahuan pekerja.
2. Pengaruh Tingkat Jabatan terhadap K3
Tingkat jabatan seseorang dalam hierarki organisasi proyek konstruksi berpengaruh signifikan terhadap implementasi K3. Penelitian menunjukkan bahwa komitmen pimpinan proyek sangat menentukan keberhasilan penerapan K3. Ketika pimpinan menunjukkan komitmen kuat terhadap K3, hal ini akan mendorong pekerja pada level di bawahnya untuk turut memperhatikan aspek keselamatan.
Suasana kerja yang kondusif juga menjadi faktor penting yang mempengaruhi kesadaran K3. Ketika manajemen menciptakan lingkungan kerja yang mendukung implementasi K3, pekerja cenderung lebih patuh terhadap protokol keselamatan.
Para ahli dalam penelitian ini menekankan bahwa sikap level jabatan yang masih menganggap sepele K3 perlu mendapat perhatian khusus. Diperlukan komitmen kuat dari manajemen dan kedisiplinan/konsistensi para petugas safety induction dalam memberikan pemahaman tentang pentingnya K3.
3. Pengaruh Pengalaman Bekerja terhadap K3
Pengalaman bekerja memberikan kontribusi terbesar (43,99%) terhadap implementasi K3. Pekerja yang berpengalaman cenderung lebih memahami risiko dan bahaya di lokasi konstruksi, sehingga lebih waspada dan mengutamakan aspek keselamatan.
Meskipun demikian, penelitian juga menemukan fenomena menarik bahwa terkadang pekerja berpengalaman justru cenderung mengabaikan protokol keselamatan karena merasa sudah terbiasa dengan lingkungan kerja. Sebagai contoh, beberapa pekerja yang telah mengetahui peraturan tetap tidak melaksanakannya, seperti enggan menggunakan sarung tangan dan baju pelindung karena merasa kurang nyaman.
Penelitian juga menunjukkan bahwa pekerja yang bertindak dengan benar pun bisa mengalami kecelakaan kerja karena kurangnya pelatihan, pengetahuan yang terbatas, atau sikap yang tidak mendukung. Tindakan keselamatan yang benar merupakan akumulasi dari pengetahuan dan sikap yang tepat.
Penerapan K3 di Proyek Gedung Resto Apung Muara Angke
Penelitian menemukan bahwa penerapan K3 pada proyek konstruksi Gedung Resto Apung Muara Angke sudah dilaksanakan dengan baik, yang ditunjukkan dengan beberapa program dan inisiatif berikut:
- Program Sosialisasi K3
- Perusahaan melakukan sosialisasi K3 kepada pekerja dan staff
- Bekerja sama dengan pihak eksternal untuk keperluan K3 pekerja
- Penerapan Safety Sign dan Spanduk K3
- Safety sign dan spanduk K3 telah terpasang di lokasi proyek
- Symbol atau petunjuk bahaya lainnya sudah diterapkan untuk menjaga keselamatan
- Upaya untuk mencapai target zero accident
- Penerapan Alat Pelindung Diri (APD)
- APD tersedia dan memenuhi syarat (helm, rompi, body harness untuk pekerjaan di ketinggian)
- Meskipun demikian, masih ditemukan pekerja yang tidak menggunakan APD secara konsisten
- Identifikasi Bahaya, Penilaian dan Pengendalian Risiko (IBPR)
- IBPR dilakukan di lapangan saat terjadi kendala pengerjaan proyek
- Sistem pengawasan dan kontrol berjalan dengan baik
- Pelaporan dan penanganan masalah K3 dilakukan secara langsung
- Prosedur Job Safety Analysis (JSA)
- JSA diterapkan untuk mencegah kecelakaan yang dapat berakibat pada timbulnya korban jiwa
- Prosedur ini juga bertujuan mencegah kerusakan pada alat-alat kerja
Rekomendasi untuk Peningkatan Implementasi K3
Berdasarkan temuan penelitian, beberapa rekomendasi dapat diajukan untuk meningkatkan implementasi K3 pada proyek konstruksi:
- Peningkatan Program Edukasi dan Pelatihan
- Menyelenggarakan program pelatihan K3 secara berkala untuk meningkatkan pengetahuan pekerja
- Memberikan informasi yang jelas dan menyeluruh tentang K3
- Meningkatkan kesadaran akan pentingnya safety talk sebelum memulai pekerjaan
- Penguatan Komitmen Manajemen
- Mendorong pimpinan proyek untuk menunjukkan komitmen yang kuat terhadap K3
- Menciptakan suasana kerja yang kondusif untuk implementasi K3
- Melakukan evaluasi K3 secara konsisten melalui inspeksi dan audit
- Peningkatan Pengawasan dan Sanksi
- Meningkatkan pengawasan terhadap penggunaan APD
- Memberikan sanksi yang tegas terhadap pelanggaran protokol keselamatan
- Menerapkan sistem reward untuk pekerja yang konsisten mematuhi peraturan K3
- Pemberdayaan Pekerja Berpengalaman
- Memanfaatkan pengalaman pekerja senior untuk mentoring pekerja junior
- Melibatkan pekerja berpengalaman dalam penyusunan prosedur keselamatan
- Mendorong budaya saling mengingatkan antar pekerja tentang aspek keselamatan
- Monitoring dan Evaluasi Berkelanjutan
- Melakukan monitoring dan evaluasi K3 secara berkala
- Melakukan review terhadap insiden atau near-miss untuk pembelajaran
- Mengupdate protokol keselamatan sesuai dengan perkembangan teknologi dan standar industri
Kontribusi Penelitian dalam Konteks yang Lebih Luas
Penelitian ini memberikan kontribusi penting dalam pemahaman tentang faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi K3 di industri konstruksi Indonesia. Temuan bahwa pengalaman bekerja memberikan kontribusi terbesar (43,99%) terhadap implementasi K3 menggarisbawahi pentingnya merekrut dan mempertahankan pekerja berpengalaman, sekaligus memberikan pelatihan yang memadai untuk pekerja yang kurang berpengalaman.
Selain itu, peran tingkat jabatan (30,93%) yang cukup signifikan menegaskan pentingnya pendekatan top-down dalam implementasi K3. Komitmen dari pimpinan proyek dan manajemen senior menjadi kunci keberhasilan program K3.
Meskipun level jenjang pendidikan memberikan kontribusi paling kecil (25,08%), namun tetap signifikan dan tidak bisa diabaikan. Peningkatan pengetahuan pekerja melalui program edukasi dan pelatihan tetap menjadi aspek penting dalam meningkatkan kesadaran dan implementasi K3.
Kesimpulan
Penelitian yang dilakukan oleh Pajri, Widyatami, dan Mentari (2024) mengungkapkan bahwa Level Jenjang Pendidikan, Tingkat Jabatan, dan Pengalaman Bekerja secara signifikan mempengaruhi implementasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) pada proyek konstruksi Gedung Resto Apung Muara Angke. Ketiga variabel tersebut berpengaruh sebesar 67,5% terhadap implementasi K3, dengan Pengalaman Bekerja memberikan kontribusi terbesar (43,99%).
Studi ini juga menemukan bahwa penerapan K3 pada proyek tersebut sudah dilaksanakan dengan baik, ditunjukkan dengan adanya program sosialisasi K3, penerapan safety sign dan spanduk K3, penerapan APD, prosedur Job Safety Analysis (JSA), dan Identifikasi Bahaya, Penilaian dan Pengendalian Risiko (IBPR) yang dilaporkan ke manajemen.
Untuk mempertahankan dan meningkatkan penerapan K3, diperlukan monitoring dan evaluasi yang berkala, peningkatan program edukasi dan pelatihan, penguatan komitmen manajemen, peningkatan pengawasan dan sanksi, serta pemberdayaan pekerja berpengalaman.
Dengan memahami dan mengelola faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi K3, industri konstruksi Indonesia dapat bergerak menuju praktik kerja yang lebih aman dan sehat, yang pada akhirnya akan mengurangi angka kecelakaan kerja dan meningkatkan produktivitas.
Sumber : Pajri, S., Widyatami, F. S., & Mentari, S. (2024). Analisis Faktor yang Mempengaruhi Penerapan K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) pada Konstruksi Pembangunan Gedung Resto Apung Muara Angke. Jurnal Komposit: Jurnal Ilmu-ilmu Teknik Sipil, 8(1), 1-8.