Energi dan Sumber Daya Mineral

KESDM: Pelanggan PLTS Atap Bisa Ekspor Listrik 100 Persen

Dipublikasikan oleh Wanda Adiati, S.E. pada 24 Maret 2022


Kementerian ESDM akan merevisi Peraturan Menteri ESDM Nomor 49 Tahun 2018 untuk menggenjot pemanfaatan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) atap. Hal ini tersebut dilakukan karena pemanfaatan PLTS atap masih minim.

Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Dadan Kusdiana mengatakan, dalam revisi ini pemerintah akan mengubah ketentuan ekspor listrik dari yang saat ini berlaku 65 persen menjadi 100 persen. "Angka 65 persen ini dianggap belum menarik, kenapa dianggap belum menarik, selama 3,5 tahun setelah dimulai itu baru 35 MW," ujar Dadan dalam konferensi pers, Jumat (27/8).

Dalam Pasal 6 Ayat 1 Permen ESDM 49 Tahun 2018 dijelaskan, energi listrik pelanggan PLTS atap yang diekspor dihitung berdasarkan nilai kWh ekspor yang tercatat pada meter kWh ekspor impor dikali 65 persen. Kemudian, di Ayat 2 disebutkan, perhitungan energi listrik pelanggan PLTS atap dilakukan setiap bulan berdasarkan selisih antara nilai kWh impor dengan kWh ekspor.

Di Ayat 3, dalam hal jumlah energi listrik yang diekspor lebih besar dari jumlah energi yang diimpor pada bulan berjalan, selisih akan diakumulasikan dan diperhitungkan sebagai pengurang tagihan bulan berikutnya.

Selanjutnya, di Ayat 4 dijelaskan, selisih lebih yang diperhitungkan sebagaimana dimaksud Ayat 3 diakumulasikan paling lama 3 bulan untuk perhitungan periode tagihan listrik bulan Januari sampai dengan Maret, April sampai dengan Juni, Juli sampai dengan September, atau Oktober sampai dengan Desember.

Pasal 6 Ayat 5 menjelaskan, dalam hal akumulasi selisih lebih sebagaimana dimaksud pada Ayat 4 masih tersisa setelah perhitungan periode tagihan listrik bulan Maret, Juni, September dan Desember untuk tahun berjalan, selisih lebih dimaksud akan dinihilkan dan perhitungan lebih dimulai kembali pada periode tagihan listrik April, Juli, dan Oktober tahun berjalan atau bulan Januari tahun berikutnya.

Dadan mengatakan, dalam revisi aturan yang baru kelebihan akumulasi selisih tagihan yang akan dinihilkan diperpanjang dari semula 3 bulan menjadi 6 bulan. "Jadi tidak bisa, misalkan, kita nabung, kemudian dipakai kita tahun depan itu tidak bisa, pasti akan di-nol-kan. Sistemnya akan meng-nol-kan, ini untuk memastikan terjadi kepastian di dalam penyediaan listrik baik oleh konsumen maupun oleh PLN," katanya.

Selanjutnya jangka waktu permohonan PLTS atap akan dipersingkat dari semula 15 hari menjadi 12 hari untuk yang dengan perubahan perjanjian jual beli listrik (PJBL). Lalu, 5 hari untuk yang tanpa perubahan PJBL. "Mekanisme pelayanan diwajibkan berbasis aplikasi," tambah Dadan.


Sumber Artikel: republika.co.id

Selengkapnya
KESDM: Pelanggan PLTS Atap Bisa Ekspor Listrik 100 Persen

Energi dan Sumber Daya Mineral

Pemerintah Disarankan Perbaiki Strategi Pengembangan EBT

Dipublikasikan oleh Wanda Adiati, S.E. pada 24 Maret 2022


Pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Energi Baru Terbarukan (EBT) dinilai perlu memperjelas kewajiban pembelian dan kompensasi listrik. Strategi pengembangan EBT pun perlu diatur ulang agar tidak membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Anggota Komisi VII DPR RI Fraksi PPP Anwar Idris mengatakan, pemerintah perlu mematangkan strategi terkait masalah investasi pembangunan pembangkit listrik EBT yang kurang bersaing dengan pembangkit energi fosil. Menurutnya, harga EBT yang lebih mahal dibandingkan dengan fosil, menyebabkan produsen listrik memerlukan insentif dari pemerintah. 

"Salah satu insentif EBT yang diberikan dalam bentuk kompensasi dari pemerintah kepada produsen listrik. Di sisi lain, insentif ini perlu dilakukan hati-hati karena biayanya akan membebani anggaran negara," ujarnya, Jumat (24/9).

Selain itu, di tengah upaya mendorong transisi energi, pihaknya juga mengingatkan proses peralihan harus berjalan mulus dan tidak bisa serta merta melupakan kontribusi energi fosil yang masih sangat berperan.

Guru Besar Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Mukhtasor menyoroti mekanisme kerja sama jual-beli listrik. Menurutnya, kerja sama PLN dengan swasta sah saja dilakukan, tetapi harus memastikan bahwa prinsip penguasaan negara harus berlaku. 

Sayangnya, kata dia, kondisi saat ini menunjukkan bahwa negara tidak dalam posisi punya fleksibilitas, kecuali harus menanggung semua risiko yang terjadi dengan kompensasi dari APBN.

Dengan skema take or pay (TOP), PLN diwajibkan mengambil seluruh pasokan listrik terkontrak atau membayar denda bila tidak mengambil sesuai dengan volume terkontrak.

Karena ada skema penalti berupa TOP tersebut, maka mau tidak mau PLN harus tetap membeli listrik dari para pengembang listrik swasta tersebut.

Padahal, kata Mukhtasor, PLN sedang dihadapkan dengan kondisi kelebihan pasokan. Hal ini mengharuskan BUMN tersebut bekerja keras mencari permintaan baru demi menyerap listrik. 

Daya mampu listrik PLN tercatat mencapai 57 gigawatt (GW) dengan daya mampu 39 GW. Itu berarti ada cadangan daya hingga 31 persen.

"Beban tanggungan ini sangat berat dan akan semakin berat ketika RUU EBT memilih strategi yang salah, misalnya memahalkan harga listrik energi terbarukan ketika tren harga produksi semakin murah, seperti PLTS di dunia saat ini," ujarnya.

Selain itu, lanjut Mukhtasor, persoalan juga semakin rumit ketika RUU EBT membuka ruang bahwa PLN dapat diwajibkan membeli listrik energi terbarukan dari swasta atau asing, padahal kondisi pasokan listrik sedang berlebih.


Sumber Artikel: republika.co.id

Selengkapnya
Pemerintah Disarankan Perbaiki Strategi Pengembangan EBT

Internet of Things

Peran IoT dan Cloud Computing Bangun Industri

Dipublikasikan oleh Muhammad Farhan Fadhil pada 24 Maret 2022


IoT (internet of things) dan cloud computing merupakan dua teknologi yang sangat berbeda. Keduanya sudah menjadi bagian dari kemajuan dunia industri.

Prodi Teknologi Informasi Universitas BSI (Bina Sarana Informatika) kembali melangsungkan webinar demi memfasilitasi mahasiswa untuk menambah wawasan dan pengetahuan tentang IoT dan cloud computing.

Dengan mengusung tajuk ‘Peran IoT & Cloud Computing di Era Industri’, webinar ini mendatangkan pemateri Kepala Lab Riset Komputer dan Jaringan, Departemen Ilmu Komputer dan Elektronika, UGM, Dr Mardhani Riasetiawan, digelar secara daring lewat Zoom, pada Kamis (1/7).

Menurut Hendra Supendar, kaprodi Teknologi Informasi Universitas BSI, tujuan webinar ini agar mahasiswa memahami lebih cepat mengenai IoT dan cloud computing. Di mana peran IoT dan cloud saat ini sangat dibutuhkan di berbagai dunia industri.

“Mahasiswa diharapkan dapat menyimak materi kali ini serta berperan aktif. Sehingga dapat memanfaatkan ilmu saat ini agar berguna di masa yang akan datang,” tuturnya Rabu  (14/7) .

Sementara itu, pemateri Dr Mardhani memberikan penggambaran korelasi antara peran IoT, big data dan cloud computing. Ia juga memberikan contoh penggunaan IoT lamp yang digunakan dalam suatu ruangan lab.

“IoT merupakan sesuatu yang menghubungkan perangkat. Perangkat IoT adalah sebuah jaringan raksasa agar semua orang dapat terhubung satu sama lain dan berbagi data,” katanya.

Ia mengatakan, Saat ini IoT telah digunakan dalam berbagai bidang. Dimulai dari bidang kesehatan, edukasi, transportasi, dan lainnya.

“Sedangkan untuk cloud computing merupakan model gabungan pemanfaatan teknologi komputer, misalnya jaringan, server, penyimpanan, aplikasi, dan layanan, yang dikembangkan berbasis internet,” ujarnya.

Dr Mardhani juga menjelaskan, teknologi ini memungkinkan untuk dapat menggunakan daya secara bersamaan, realtime, mudah digunakan dan dapat diakses di mana saja.

“Tentunya hal ini dilakukan untuk menjalankan program atau aplikasi melalui komputer-komputer yang terkoneksi pada waktu yang sama,” tandasnya.

Ia mengatakan, peranan cloud computing sangat erat jika disinggungkan dengan IoT di mana keduanya dapat saling terhubung. Untuk bisa saling berkomunikasi menggunakan internet ke perangkat yang sudah dihubungkan dengan IoT.

Sumber Artikel: republika.co.id

Selengkapnya
Peran IoT dan Cloud Computing Bangun Industri

Internet of Things

Perangkat IoT Non Bisnis Kian Rentan Serangan Siber

Dipublikasikan oleh Muhammad Farhan Fadhil pada 24 Maret 2022


Perusahaan keamanan siber global Palo Alto Networks dalam surveinya mengatakan bahwa peningkatan perangkat IoT non-bisnis yang terhubung pada jaringan perusahaan dalam satu tahun terakhir, bisa dimanfaatkan pelaku kejahatan siber. Mereka bisa masuk ke dalam jaringan korporat guna melakukan serangan ransomware dan lainnya. 

Mengutip keterangannya pada Selasa (26/10), hal ini disampaikan oleh 80 persen responden dari Asia Pasifik (termasuk Jepang) yang memiliki perangkat IoT yang terhubung ke jaringan organisasi mereka. Adapun perangkat non-bisnis ini bervariasi, mulai dari bohlam lampu, alat monitor detak jantung, peralatan gym, mesin kopi, konsol game, sampai ke pengumpan hewan peliharaan.

Hasil survei ini juga memperingatkan diperlukannya perubahan keamanan untuk melindungi jaringan perusahaan yang terhubung pada perangkat IoT non-bisnis. Sebanyak 98 persen responden dari kelompok yang sama juga menunjukan bahwa pendekatan organisasi mereka terhadap keamanan IoT memerlukan peningkatan, dan 30 persen menyatakan perlunya perbaikan total dengan kemampuan keamanan terbaik yang di seputar threat protections (57 persen), penilaian risiko (57 persen), konteks perangkat IoT untuk tim keamanan (60 persen), serta visibilitas dan inventaris perangkat (56 persen).

"Adopsi IoT telah menjadi penggerak bisnis yang penting. Hal ini menghadirkan tantangan keamanan baru yang dapat dipenuhi jika karyawan dan pengusaha berbagi tanggung jawab bersama untuk melindungi jaringan perusahaan," kata Principal Researcher Unit 42 di Palo Alto Networks, Vicky Ray.

Vicky melanjutkan, penting bagi pekerja jarak jauh untuk mengetahui perangkat rumah pribadi yang mungkin terhubung ke jaringan perusahaan melalui router rumah mereka. "Perusahaan perlu memantau berbagai ancaman dan akses ke jaringan dengan lebih baik sambil mempraktikkan segmentasi jaringan yang tepat untuk melindungi karyawan jarak jauh dan aset-aset organisasi yang paling berharga," kata Ray.

Dari semua pengambil keputusan TI di Asia Pasifik (termasuk Jepang) yang disurvei oleh Palo Alto Networks yang memiliki perangkat IoT yang terhubung ke jaringan mereka, lebih dari setengahnya (53 persen) menunjukkan bahwa perangkat IoT tersegmentasi pada jaringan yang terpisah dari jaringan mereka. Jaringan ini membedakan antara jaringan yang digunakan untuk keperluan bisnis secara primer dan aplikasi bisnis seperti sistem HR, server email, sistem finansial dan sebagainya.

Sedangkan, 28 persen responden mengatakan bahwa perangkat IoT adalah tersegmentasi secara mikro dalam zona keamanan yang berbeda, praktik terbaik industri di mana organisasi menciptakan security zone yang terkontrol dengan ketat di jaringan mereka untuk mengisolasi perangkat IoT dan memisahkannya dari perangkat TI untuk menghindari peretas bergerak bebas di sebuah jaringan.

Sumber Artikel: republika.co.id

Selengkapnya
Perangkat IoT Non Bisnis Kian Rentan Serangan Siber

Internet of Things

Tahun Sukses Pekembangan IoT

Dipublikasikan oleh Muhammad Farhan Fadhil pada 24 Maret 2022


Sepanjang 2021, industri Internet of Things (IoT) di Indonesia berkembang pesat. TP-Link yang merupakan perusahaan penyedia perangkat jaringan internet dan aksesoris, kini telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat selama menghadapi pandemi dan era digital saat ini. Tahun 2021 merupakan tahun kedua pandemi, bahkan menjadi puncak kasus tertinggi pada Juli 2021....

Sumber Aritikel: republika.id

Selengkapnya
Tahun Sukses Pekembangan IoT

Internet of Things

Mengenal IoT, Peluang dan Tantangannya di Era Revolusi 4.0

Dipublikasikan oleh Muhammad Farhan Fadhil pada 24 Maret 2022


Melalui kegiatan ICIC The Sixth International Conference On Informatics and Computing (ICIC) 2021, yang dilaksanakan secara daring melalui Zoom, dan luring di gedung Universitas Nusa Mandiri Margonda (UNM) kampus Depok, di hari ke-3 Rakornas Aptikom 2021, Rabu, (3/11) kemarin. Prof. DR. Teddy Surya Gunawan, pemateri dari Internasional Islamic University Malaysia menjelaskan mengenai perkembangan dari revolusi industri 4.0 yang menghadirkan IoT.

Seperti diketahui saat ini, hadirnya teknologi merupakan hasil terobosan yang telah diciptakan oleh manusia, baik yang biasa dihasilkan dari analisis atau penelitian. Hingga melahirkan  banyak perubahan dan penemuan hal yang baru.

Internet of Things (IoT) merupakan salah satu hasil penemuan terbaru yang saat ini dikembangkan karena punya kelebihan dari segi fungsionalitas dan mendukung kinerja tanpa menggunakan bantuan kabel, dan berbasis wireless.

Berbicara mengenai IoT, Prof Teddy mengungkapkan bahwa, terdapat perbedaan antara era revolusi industri zaman dulu dengan era revolusi industri 4.0 saat ini. Sehingga melahirkan kehadiran berbagai teknologi baru seperti Internet of Things (IoT), Robotik, Artificial Intelligence (AI), yang mampu mentransformasi proses, ke arah digital dan menjadikannya semakin efektif dan juga efisien.

“Fungsionalitas dan Aplikasi AI yang disimbolkan dalam bentuk pohon, dimana dalam pohon akarnya atau pondasinya adalah IoT, Logic, Robotics dan berbagai elemen lain. Sementara itu technologies and applications merupakan pohonnya, terdiri dari smart homes, smart factories, smart cities dan berbagai hal lainnya,” ujar Prof. DR. Teddy Surya Gunawan .

Saat ini banyak potensi dan peluang yang lebih besar dalam industri manufaktur, khususnya dalam pemanfaatan IoT. Hingga tak heran, jika yang cepat beradaptasi dan memilih untuk bertransformasi, memiliki peluang memenangkan persaingan pasar lebih besar.

Sumber Artikel: republika.co.id

Selengkapnya
Mengenal IoT, Peluang dan Tantangannya di Era Revolusi 4.0
« First Previous page 742 of 773 Next Last »