Pertambangan dan Perminyakan
Dipublikasikan oleh Sirattul Istid'raj pada 14 April 2025
Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia perlu mempersiapkan diri terhadap naik-turunnya harga komoditi serta tren dunia ke depan menuju peningkatan penggunaan energi hijau. Salah satu hal yang bisa dilakukan Indonesia menangani keadaan ini yakni dengan memanfaatkan peluang di masa transisi energi menuju energi terbarukan.
Gas bumi merupakan salah satu komoditi energi yang ikut berperan dalam mendorong ketahanan ataupun kemandirian energi dalam negeri saat ini. Di sisi lain, dengan meningkatnya pembangunan industri manufaktur dalam negeri, turun juga berdampak pada kebutuhan komoditas energi seperti gas bumi.
Umumnya, gas menggunakan pipa ke industri yang membutuhkan atau bisa juga diubah menjadi LNG yang saat ini sudah berfungsi sebagai komoditi dan bisa diperjual belikan. Berdasarkan data Kementerian ESDM, Indonesia punya cadangan gas alam sebesar 41,62 triliun kaki kubik persegi (trillion square cubic feet/TSCF) pada 2021.
Cadangan gas bumi terbukti paling banyak berada di wilayah Maluku, yakni 13.988 miliar kaki kubik persegi (billion square cubic feet/BSCF), serta Papua 11.412 BSCF. Indonesia memang memiliki cadangan gas sangat besar. Namun sayangnya cadangan itu belum bisa dimanfaatkan karena infrastruktur yang belum memadai.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Bea Cukai yang diolah Badan Pusat Statistik (BPS), sepanjang 2022 Indonesia melakukan impor gas bumi mencapai angka 6,8 juta ton. Angka ini naik 5,5% dibandingkan tahun 2021 sekaligus menjadi impor gas terbesar dalam lima tahun terakhir. berikut negara asal impor gas Indonesia.
Berdasarkan data di atas, Pada 2022 Indonesia paling banyak mengimpor gas dari Amerika Serikat (AS), dengan volume sekitar 2,8 juta ton. Sementara Uni Emirat Arab menjadi pemasok terbesar nomor dua, dengan volume sekitar 1,9 juta ton.
sumber: www.cnbcindonesia.com
Pertambangan dan Perminyakan
Dipublikasikan oleh Sirattul Istid'raj pada 14 April 2025
Gas bumi dapat menjadi salah satu sumber daya yang dapat digunakan untuk menjembatani transisi energi di Indonesia. Namun, pengembangan sektor ini terhambat oleh regulasi dan infrastruktur yang belum memadai. Padahal, penggunaan gas untuk energi terbarukan semakin krusial karena banyak negara tengah memperebutkannya.
Chairman Indonesian Gas Society Aris Mulya Azof menjelaskan, gas merupakan salah satu sumber energi untuk mendukung ketahanan energi nasional dan menjembatani transisi energi yang dilakukan pemerintah. Emisi pembakaran gas bumi dinilai lebih rendah ketimbang bahan bakar minyak dan batubara sehingga dapat mempercepat target penurunan gas rumah kaca Indonesia, yaitu sebesar 29 persen di tahun 2030. Jika dibandingkan dengan minyak bumi, emisi pembakaran gas bumi lebih rendah sekitar 20 gram CO2e/MJ (ekuivalen karbon dioksida per megajoule), sedangkan dibandingkan batubara lebih rendah sekitar 43 gram CO2e/MJ.
Aktivitas pekerja di Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU) Jawa 2 yang dikelola oleh PT Indonesia Power di Ancol, Jakarta, Rabu (3/2/2021).
”Apalagi kita memiliki cadangan gas commercially proven 43,57 triliun kaki kubik dan di tahun 2020 mampu memproduksi gas sebesar 2.4 juta kaki kubik,” jelasnya di Jakarta, Kamis (16/3/2023). Berdasarkan hal tersebut pula, gas masih dapat dimanfaatkan selama proses transisi menuju energi terbarukan yang diprediksi akan mulai getol dilakukan tahun 2030. Gas juga bisa menjadi jembatan untuk menyiasati masih tingginya biaya investasi di bidang renewable energy.
Meskipun begitu, utilisasi gas di Indonesia belum berjalan dengan optimal karena masih minimnya dukungan infrastruktur, khususnya terkait jaringan pipa, terminal, serta pabrik untuk likuifikasi dan regasifikasi gas. Adapun total kebutuhan belanja modal (capex) untuk pembangunan infrastruktur gas bumi nasional adalah sebesar Rp 1,2 miliar setiap tahunnya. Untuk mendorong hal tersebut, pemerintah perlu menciptakan iklim usaha yang baik untuk menarik investasi dapat masuk.
Walaupun begitu, Aris menambahkan, investor dinilai belum tertarik masuk karena regulasi harga, salah satunya terkait penetapan harga gas bumi tertentu (HGBT), yang kini ditetapkan sebesar 6 dollar AS per juta metrik british thermal unit (MMBTU) oleh pemerintah. Di sektor hulu, harga tersebut dinilai tidak sesuai dengan kondisi keekonomian gas sehingga perlu ada koreksi. ”Harapannya bisa dikoreksi menjadi lebih tinggi,” jelasnya.
Di sektor hilir, kebijakan HGBT juga dinilai belum efektif memberikan manfaat bagi tujuh industri penerima manfaat program ini. Padahal, program ini diharapkan bisa mendorong pertumbuhan di tujuh industri yaitu, petrokimia, oleokimia, pupuk, baja, kimia, keramik, kaca, dan sarung tangan karet. Hal tersebut tecermin dari realisasi investasi di sektor tersebut.Berdasarkan data Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat tahun 2022, realisasi investasi di sektor tersebut turun dari tahun 2020 di angka Rp 120 triliun, menjadi sebesar Rp 93 triliun di tahun 2021. Meski demikian, penerimaan pajak dari tujuh sektor tersebut tetap naik dari Rp 13 triliun di tahun 2020, menjadi Rp 15 triliun pada tahun 2021.
”Kita harapannya dievaluasi karena dampaknya membebani hulu dan pencapaian di hilir tidak sesuai target,” ujarnya. Selama ini, jaringan pipa di Indonesia mayoritas berada di area Sumatera dan Jawa, bahkan itu pun masih belum terkoneksi di beberapa bagian. Pemerintah berencana untuk memperpanjang jaringan yang ada, salah satunya Dumai-Sei Mangke di Sumatera dan Cirebon-Semarang di Jawa.
Di luar daerah tersebut, khususnya Indonesia timur, pemerintah berencana membangun terminal gas bumi cair (LNG) skala kecil dan fasilitas produksinya (LNG Plant). Hal ini dipengaruhi faktor geografis seperti kedalaman laut dan jauhnya jarak antardaerah yang membuat pembangunan akan diarahkan kepada infrastruktur nonpipa. Ada beberapa daerah yang rencananya menjadi sasaran, seperti di Bintuni, Papua dan Masela, Maluku, serta beberapa terminal skala kecil di Bali dan Nusa Tenggara. ”Harus ada aksesibilitas dan koneksi infrastruktur agar pemanfaatannya optimal,” jelasnya.
Tidak hanya harga
HGBT perlu dievaluasi mengingat faktor pertumbuhan di sektor hulu dan hilir tidak melulu ditentukan tinggi-rendahnya harga gas. Direktur Eksekutif Indonesia Petroleum Association Meity Wajong menerangkan, kondisi kerja di setiap lapangan minyak dan gas bumi di Indonesia berbeda-beda, khususnya terkait faktor geografis, distribusi, dan lainnya. Hal tersebut menyebabkan tentu adanya perbedaan dalam sisi biaya operasional.
Untuk itu, ia berharap adanya kebijakan penyesuaian harga yang lebih proporsional terhadap penentuan harga. Selain itu, pembenahan regulasi diperlukan karena investasi ke sektor tidak terbarukan diprediksikan menurun karena investor lebih tertarik ke sektor energi terbarukan. ”Dengan berkurangnya porsi investasi di energi fosil, investor sekarang benar-benar mempertimbangkan di mana mereka akan berinvestasi,” ucapnya. Dalam mengembangkan sektor gas bumi dari hulu-hilir, pemerintah perlu memperhatikan faktor lain agar tidak terpaku kepada permasalahan harga saja. Direktur Eksekutif Reforminer Institute Komaidi Notonegoro menerangkan, harga gas bumi bukan satu-satunya variabel penentu pertumbuhan di sektor hilir.
Terdapat 15 variabel lainnya yang juga harus dilihat oleh pemerintah, salah satunya tentang kemampuan daya saing industri. Indonesia harus jeli melihat peluang pemanfaatan gas untuk transisi energi karena banyak negara masih mengandalkan sumber daya ini untuk menyokong pembangunan energi terbarukannya. ”Amerika Serikat, Jerman, Rusia, China, dan Australia akan mengakselerasi penggunaan gas. Hal itu membuat persaingan memperebutkan gas bumi akan sangat besar di kemudian hari, apalagi Indonesia masih impor, kita harus optimalkan gas bumi kita,” jelasnya.
Sumber: www.kompas.id
Pertambangan dan Perminyakan
Dipublikasikan oleh Sirattul Istid'raj pada 14 April 2025
Gas alam, seperti halnya batu bara dan minyak, adalah bahan bakar fosil yang berasal dari bahan organik seperti tanaman, hewan, dan mikroorganisme yang hidup jutaan tahun yang lalu. Teori saat ini menyatakan bahwa gas alam terbentuk di bawah tanah di bawah kondisi tekanan tinggi. Ketika bahan organik terurai, bahan tersebut terkubur di bawah lapisan tanah, sedimen, dan terkadang batuan selama jutaan tahun, mengalami kompresi dan paparan suhu tinggi di dalam kerak bumi. Proses ini memecah ikatan karbon di dalam bahan organik, menghasilkan pembentukan metana termogenik, komponen utama gas alam.
Cadangan gas alam sering ditemukan di dekat cadangan minyak, dengan cadangan yang lebih dalam biasanya mengandung lebih banyak gas alam daripada minyak karena suhu dan tekanan yang lebih tinggi. Beberapa gas alam juga terbentuk di dekat permukaan oleh mikroorganisme yang disebut metanogen, yang menguraikan bahan organik menjadi metana biogenik melalui proses yang dikenal sebagai metanogenesis. Meskipun sebagian besar metana biogenik dilepaskan ke atmosfer, berbagai upaya sedang dilakukan untuk menangkap dan memanfaatkan sumber energi potensial ini.
Baik metana termogenik maupun metana biogenik dapat terlepas ke atmosfer, tetapi sebagian besar metana termogenik terperangkap dalam formasi geologi kedap air yang dikenal sebagai cekungan sedimen. Cekungan ini, yang ditemukan di seluruh dunia di lingkungan mulai dari gurun dan daerah tropis hingga daerah kutub, menyimpan cadangan gas alam yang signifikan. Untuk mengakses cadangan ini, sumur dibor melalui formasi batuan untuk memungkinkan gas keluar dan dipanen.
Cekungan sedimen yang kaya akan gas alam tersebar di seluruh dunia, termasuk wilayah seperti gurun pasir di Arab Saudi, daerah tropis di Venezuela, dan ladang es di Alaska. Di Amerika Serikat, produksi gas alam yang signifikan terjadi di negara-negara bagian di sepanjang Teluk Meksiko, seperti Texas dan Louisiana, serta di negara-negara bagian utara seperti Dakota Utara, Dakota Selatan, dan Montana, di mana operasi pengeboran di cekungan sedimen telah berkembang dalam beberapa tahun terakhir.
Jenis-jenis Gas Alam
Ada beberapa jenis gas alam yang berbeda, termasuk gas alam konvensional dan non-konvensional. Gas alam konvensional terperangkap dalam material yang dapat ditembus di bawah batuan yang tidak dapat ditembus dan lebih mudah diekstraksi. Sementara itu, gas alam non-konvensional ditemukan dalam kondisi geologis yang lebih sulit untuk diakses dan diekstraksi, seperti gas alam di lapisan batuan sedimen yang sangat dalam, gas alam serpih, gas alam yang sangat rapat, gas metana di lapisan batu bara, gas di zona geopressure, dan hidrat metana.
Biogas adalah jenis gas yang dihasilkan ketika bahan organik terurai tanpa adanya oksigen. Proses ini disebut penguraian anaerobik dan terjadi di tempat-tempat seperti tempat pembuangan sampah atau di mana bahan organik seperti kotoran hewan, limbah rumah tangga, atau limbah industri mengalami penguraian. Biogas mengandung lebih sedikit metana dibandingkan gas alam, tetapi dapat diproses dan digunakan sebagai sumber energi terbarukan.
Gas alam di lapisan batuan yang sangat dalam adalah jenis gas alam yang tidak konvensional. Gas alam serpih adalah jenis lain dari deposit non-konvensional. Gas alam serpih terperangkap di antara lapisan batuan serpih yang sangat kedap air, dan pemulihan gas alam serpih membutuhkan teknologi seperti hidrofraktori dan pengeboran horizontal. Gas alam padat juga merupakan gas alam non-konvensional yang terperangkap di dalam batuan kedap air dan membutuhkan metode ekstraksi yang sulit.
Gas metana batu bara adalah jenis gas alam non-konvensional lainnya yang umumnya ditemukan di sepanjang lapisan batu bara yang mengalir di bawah tanah. Gas di zona geopressure terbentuk di kedalaman yang sangat dalam di bawah permukaan bumi dan memiliki potensi energi yang tinggi meskipun sulit untuk diekstraksi. Metana hidrat adalah jenis gas alam non-konvensional lainnya yang terbentuk di lapisan es dan sedimen laut, dan memiliki potensi energi yang besar tetapi membutuhkan penanganan yang hati-hati karena potensi dampak lingkungan yang besar.
Pengeboran dan Pengangkutan
Gas alam diekstraksi dari dalam bumi melalui pengeboran vertikal dan sering kali menggunakan teknik hydrofracturing, pengeboran horizontal, dan pengasaman untuk meningkatkan produktivitas sumur. Namun, praktik-praktik ini dapat menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan, termasuk menurunkan permukaan air dan mencemari sumber air bawah tanah. Setelah diekstraksi, gas alam umumnya diangkut melalui jaringan pipa besar. Di Amerika Serikat, terdapat lebih dari 210 sistem jaringan pipa yang menghubungkan gas alam di seluruh negara bagian.
Gas alam juga dapat dikonversi menjadi LNG dengan cara didinginkan ke dalam bentuk cair. LNG memungkinkan penyimpanan dan pengangkutan yang lebih mudah, terutama ke daerah-daerah yang tidak memiliki infrastruktur pipa gas. LNG diangkut dengan kapal tanker khusus yang diisolasi untuk menjaga suhu LNG tetap stabil. Amerika Serikat saat ini meningkatkan produksi LNG domestiknya dan juga mengimpor dari negara-negara seperti Trinidad dan Tobago dan Qatar.
Mengkonsumsi Gas Alam
Meskipun gas alam membutuhkan waktu jutaan tahun untuk dikembangkan, energinya baru dieksploitasi dalam beberapa ribu tahun terakhir. Sekitar tahun 500 SM, para insinyur Cina menggunakan gas alam yang merembes dari dalam tanah untuk membuat tabung bambu. Pipa-pipa ini mengalirkan gas untuk memanaskan air. Pada akhir abad ke-18, perusahaan-perusahaan Inggris memasok gas alam untuk lampu jalan dan penerangan rumah. Saat ini, gas alam digunakan untuk berbagai keperluan industri, komersial, perumahan dan transportasi. Menurut Departemen Energi AS (DOE), gas alam bisa lebih murah hingga 68 persen daripada listrik.
Gas Alam dan Lingkungan
Gas alam biasanya harus diproses sebelum digunakan karena dapat mengandung berbagai elemen dan senyawa selain metana, seperti air, etana, butana, propana, hidrogen sulfida, karbon dioksida, uap air, dan terkadang helium dan nitrogen. Metana dipisahkan dan diproses hingga menjadi hampir murni sebelum digunakan sebagai sumber energi di rumah kita. Sama seperti bahan bakar fosil lainnya, gas alam dapat dibakar untuk menghasilkan energi. Namun, gas alam adalah bahan bakar yang paling bersih, karena ketika dibakar, gas alam hanya menghasilkan sedikit produk sampingan.
Tidak seperti batu bara dan minyak, yang memiliki formasi molekul yang kompleks dan mengandung banyak karbon, nitrogen, dan sulfur, metana dalam gas alam memiliki struktur molekul yang sederhana: CH4. Ketika dibakar, gas ini hanya mengeluarkan karbon dioksida dan uap air, sama seperti yang dilakukan manusia ketika bernapas.
Keamanan
Gas alam, sumber energi yang sangat penting, diekstraksi melalui pengeboran. Namun, proses ini memiliki risiko. Kantong-kantong tekanan tinggi yang tak terduga dapat menyebabkan kebocoran yang berbahaya, dan sumur yang rusak dapat pecah. Meskipun gas alam menghilang dengan cepat, kebocoran masih menimbulkan bahaya lingkungan, melepaskan lumpur dan minyak ke daerah sekitarnya.
Rekahan hidraulik, yang digunakan untuk memperluas sumur, dapat mencemari habitat lokal dan air minum dengan bahan radioaktif. Emisi metana yang tidak terkendali bahkan dapat memaksa evakuasi sementara. Secara historis, jaringan pipa besi cor memungkinkan terjadinya kebocoran gas yang signifikan. Saat ini, jaringan pipa modern yang terbuat dari berbagai bahan membantu mengurangi emisi metana di sektor gas alam AS. Menyeimbangkan kebutuhan energi dengan keselamatan tetap menjadi tantangan penting.
Disadur dari: https://education.nationalgeographic.org/resource/natural-gas/
Pertambangan dan Perminyakan
Dipublikasikan oleh Sirattul Istid'raj pada 14 April 2025
Reservoir minyak, juga dikenal sebagai reservoir minyak dan gas, mengacu pada akumulasi hidrokarbon di bawah tanah yang terkandung di dalam formasi batuan berpori atau retak. Reservoir ini terbentuk ketika kerogen, yang merupakan bahan tanaman purba, mengalami transformasi di dalam lapisan batuan di sekitarnya karena panas dan tekanan yang kuat yang ada di kerak bumi.
Reservoir minyak biasanya dikategorikan sebagai konvensional atau non-konvensional. Reservoir konvensional mengandung hidrokarbon yang terbentuk secara alami seperti minyak bumi atau gas alam, yang terperangkap di dalam batuan dengan permeabilitas lebih rendah di atasnya. Di sisi lain, reservoir non-konvensional memiliki porositas tinggi dan permeabilitas rendah pada formasi batuan, yang secara efektif menjebak hidrokarbon tanpa memerlukan mekanisme perangkap yang berbeda. Penemuan reservoir difasilitasi melalui teknik eksplorasi hidrokarbon.
Ladang minyak
Ladang minyak mengacu pada area di mana minyak bumi cair terakumulasi di bawah tanah di berbagai reservoir, terperangkap oleh formasi batuan yang kedap air. Kehadiran ladang minyak menyiratkan kelayakan ekonomi untuk eksploitasi komersial. Ladang-ladang ini bisa mencapai ratusan kilometer, sehingga memerlukan upaya ekstraksi yang ekstensif, termasuk sumur eksplorasi dan jaringan pipa untuk transportasi minyak. Memulai operasi di ladang minyak, baik di darat maupun di laut, merupakan upaya logistik yang rumit dan memerlukan infrastruktur seperti jalan dan akomodasi pekerja. Perusahaan yang berspesialisasi dalam konstruksi skala besar, seperti Hill International dan Halliburton, terlibat dalam pembangunan infrastruktur yang diperlukan.
Istilah "ladang minyak" terkadang digunakan secara luas untuk menunjukkan keseluruhan industri perminyakan, namun industri ini lebih tepat dikategorikan ke dalam sektor hulu, tengah, dan hilir. Terdapat lebih dari 65.000 ladang minyak di seluruh dunia, dengan ladang minyak terkenal seperti Ladang Ghawar di Arab Saudi dan Ladang Burgan di Kuwait yang memiliki cadangan minyak yang sangat besar. Lokasi ladang minyak dengan cadangan terbukti seringkali berperan penting dalam konflik geopolitik di dunia modern.
ladang gas
Gas alam terbentuk melalui proses geologi yang sama seperti minyak bumi, yang berasal dari perengkahan termal kerogen. Biasanya, minyak dan gas alam ditemukan bersamaan, dengan cadangan kaya minyak yang dikenal sebagai ladang minyak dan cadangan kaya gas alam disebut ladang gas alam. Sedimen organik yang terkubur pada kedalaman 1.000 hingga 6.000 meter menghasilkan minyak, sedangkan kondisi yang lebih dalam dan lebih panas menyebabkan pembentukan gas alam.
Ladang gas alam terbesar adalah ladang South Pars/Asalouyeh, yang dimiliki bersama antara Iran dan Qatar, diikuti oleh ladang Urengoy dan Yamburg di Rusia. Gas alam juga dapat ditemukan di lepas pantai, seperti di Laut Utara dan dekat Pulau Sable. Metode ekstraksi dan transportasi di ladang gas lepas pantai berbeda dengan di darat karena tantangan logistik.
Pada awal abad ke-21, kenaikan harga gas mendorong para pengebor untuk mengeksplorasi ladang-ladang yang sebelumnya dianggap tidak ekonomis. Misalnya, Eksplorasi McMoran mengebor hingga rekor kedalaman lebih dari 32.000 kaki di lokasi Blackbeard di Teluk Meksiko pada tahun 2008. Exxon Mobil juga mengebor hingga kedalaman 30.000 kaki di lokasi yang sama pada tahun 2006, meskipun tidak berhasil, sehingga menyebabkan ditinggalkannya perusahaan tersebut.
Pembentukan
Minyak mentah berasal dari sisa-sisa organisme yang pernah hidup, seperti plankton dan alga, yang mengalami panas dan tekanan selama jutaan tahun untuk diubah menjadi minyak dan gas alam. Proses ini terjadi ketika bahan organik tersebut terkubur di bawah sedimen, terkena suhu tinggi, dan mengalami transformasi menjadi hidrokarbon cair. Pembentukan reservoir minyak atau gas memerlukan kondisi tertentu, antara lain penguburan dalam, tekanan, migrasi hidrokarbon, dan terperangkap oleh batuan kedap air. Faktor lingkungan memainkan peran penting yang menyebabkan beragamnya waduk dalam hal lokasi, kedalaman, bentuk, ukuran, dan umur.
Meskipun proses umumnya tetap konsisten, variasi kondisi lingkungan menghasilkan beragam jenis reservoir. Dalam beberapa tahun terakhir, telah terjadi peningkatan eksplorasi reservoir batuan beku, khususnya pada formasi trachyte dan basalt, yang menawarkan kandungan minyak dan sifat fisik yang berbeda seperti konektivitas rekahan dan porositas batuan.
Geologi Minyak dan Gas
Jebakan dalam geologi perminyakan merujuk pada formasi di mana hidrokarbon terakumulasi karena ketidakmampuan gaya apung untuk mengatasi gaya kapiler dalam media penyegelan. Ada tiga jenis jebakan utama: struktural, stratigrafi, dan hidrodinamika. Jebakan struktural terjadi akibat perubahan struktur bawah permukaan seperti pelipatan dan patahan, sedangkan jebakan stratigrafi terbentuk karena variasi karakteristik batuan reservoir. Jebakan hidrodinamika, yang lebih jarang terjadi, terjadi karena perbedaan tekanan air yang menciptakan kemiringan pada kontak hidrokarbon-air.
Segel, atau batuan penutup, adalah komponen penting dari perangkap, mencegah migrasi hidrokarbon ke atas. Mereka membentuk segel kapiler ketika tekanan melintasi tenggorokan pori-pori melebihi tekanan daya apung hidrokarbon. Ada dua jenis: segel membran, yang bocor ketika perbedaan tekanan melebihi ambang batas, dan segel hidraulik, yang ditemukan di bebatuan dengan tekanan perpindahan tinggi, retak di bawah tekanan kemudian menutup kembali.
Reservoir non-konvensional, tidak seperti reservoir konvensional, tidak memiliki perangkap, dengan minyak dan gas yang terikat erat pada struktur batuan oleh kekuatan kapiler. Ekstraksi membutuhkan metode khusus karena tidak adanya akumulasi yang digerakkan oleh daya apung. Pasir minyak berfungsi sebagai contoh reservoir non-konvensional, yang membutuhkan metode ekstraksi seperti pertambangan daripada pengeboran dan pemompaan konvensional. Meskipun biaya ekstraksi lebih tinggi dan masalah lingkungan, ekstraksi minyak non-konvensional meningkat karena berkurangnya sumber daya konvensional.
Memperkirakan cadangan
Setelah penemuan reservoir, seorang insinyur perminyakan akan berusaha membangun gambaran yang lebih baik tentang akumulasi tersebut. Dalam contoh buku teks sederhana tentang reservoir yang seragam, tahap pertama adalah melakukan survei seismik untuk menentukan ukuran perangkap yang memungkinkan. Sumur penilaian dapat digunakan untuk menentukan lokasi kontak minyak-air dan dengan itu ketinggian pasir pembawa minyak. Sering kali digabungkan dengan data seismik, maka dimungkinkan untuk memperkirakan volume reservoir yang mengandung minyak.
Langkah selanjutnya adalah menggunakan informasi dari sumur-sumur penilaian untuk memperkirakan porositas batuan. Porositas ladang minyak, atau persentase dari total volume yang mengandung cairan dan bukan batuan padat, adalah 20-35% atau kurang. Hal ini dapat memberikan informasi mengenai kapasitas yang sebenarnya. Pengujian laboratorium dapat menentukan karakteristik cairan reservoir, khususnya faktor ekspansi minyak, atau seberapa banyak minyak mengembang ketika dibawa dari tekanan tinggi dan suhu tinggi reservoir ke "tangki penyimpanan" di permukaan.
Dengan informasi tersebut, dimungkinkan untuk memperkirakan berapa banyak barel "tangki stok" minyak yang berada di reservoir. Minyak semacam itu disebut minyak tangki stok pada awalnya. Sebagai hasil dari mempelajari faktor-faktor seperti permeabilitas batuan (seberapa mudah cairan dapat mengalir melalui batuan) dan mekanisme penggerak yang memungkinkan, adalah mungkin untuk memperkirakan faktor pemulihan, atau berapa proporsi minyak di tempat yang dapat diharapkan untuk diproduksi. Faktor pemulihan biasanya 30-35%, memberikan nilai untuk sumber daya yang dapat dipulihkan.
Kesulitannya adalah bahwa reservoir tidak seragam. Mereka memiliki porositas dan permeabilitas yang bervariasi dan mungkin terkotak-kotak, dengan rekahan dan patahan yang memecahnya dan mempersulit aliran fluida. Untuk alasan ini, pemodelan komputer dari reservoir yang layak secara ekonomi sering dilakukan. Ahli geologi, ahli geofisika, dan insinyur reservoir bekerja sama untuk membangun model yang memungkinkan simulasi aliran fluida di reservoir, yang mengarah pada perkiraan sumber daya yang dapat dipulihkan yang lebih baik.
Cadangan hanyalah bagian dari sumber daya yang dapat dipulihkan yang akan dikembangkan melalui proyek-proyek pengembangan yang telah diidentifikasi dan disetujui. Karena evaluasi cadangan memiliki dampak langsung terhadap perusahaan atau nilai aset, maka evaluasi cadangan biasanya mengikuti seperangkat aturan atau pedoman yang ketat.
Produksi
Untuk mendapatkan isi dari reservoir minyak, biasanya perlu dilakukan pengeboran ke dalam kerak bumi, meskipun rembesan minyak permukaan ada di beberapa bagian dunia, seperti La Brea Tar Pits di California dan banyak rembesan di Trinidad. Faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah hidrokarbon yang dapat dipulihkan dalam reservoir termasuk distribusi fluida dalam reservoir, volume awal fluida di tempat, tekanan reservoir, sifat fluida dan batuan, geometri reservoir, jenis sumur, jumlah sumur, penempatan sumur, konsep pengembangan, dan filosofi operasi. Produksi modern mencakup metode ekstraksi termal, injeksi gas, dan kimia untuk meningkatkan perolehan minyak.
Disadur dari: en.wikipedia.org
Pertambangan dan Perminyakan
Dipublikasikan oleh Sirattul Istid'raj pada 14 April 2025
Bahan bakar fosil, seperti batu bara, minyak, dan gas alam, adalah bahan organik yang terbentuk selama jutaan tahun dari organisme yang telah mati. Bahan bakar ini merupakan sumber energi penting untuk pemanasan, transportasi, dan pembangkit listrik. Namun, pembakaran yang ekstensif berkontribusi terhadap degradasi lingkungan, dengan lebih dari 70% emisi gas rumah kaca yang disebabkan oleh manusia berasal dari CO2 yang dilepaskan selama pembakaran. Menyadari urgensi perubahan iklim, ada pergeseran global menuju solusi energi berkelanjutan, yang bertujuan untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil. Transisi ini menimbulkan tantangan ekonomi, sehingga memerlukan pendekatan yang adil untuk mengatasi dampak sosial. Upaya internasional, seperti tujuan pembangunan berkelanjutan PBB dan Perjanjian Iklim Paris, bertujuan untuk mengarahkan transisi ini menuju alternatif energi yang lebih bersih.
Bahan bakar fosil utama (dari atas ke bawah): gas alam, minyak, dan batu bara.
Asal Mula Konsep Bahan Bakar Fosil
Konsep yang menjelaskan bahwa bahan bakar fosil berasal dari sisa-sisa fosil tumbuhan yang telah mati, pertama kali diajukan oleh Andreas Libavius pada tahun 1597 dan kemudian ditegaskan kembali oleh Mikhail Lomonosov pada pertengahan abad ke-18, menandai pemahaman penting dalam sejarah alam bumi. Istilah "bahan bakar fosil" diciptakan oleh ahli kimia Jerman Caspar Neumann pada tahun 1759, yang berarti sumber daya yang diperoleh dari kedalaman bumi.
Karena ladang minyak hanya terletak di tempat-tempat tertentu di Bumi, hanya beberapa negara yang independen terhadap minyak; negara-negara lain bergantung pada kapasitas produksi minyak negara-negara tersebut.
Fitoplankton dan zooplankton akuatik, yang membusuk dalam kondisi kekurangan oksigen jutaan tahun yang lalu, memulai proses pembentukan minyak bumi dan gas alam melalui dekomposisi anaerobik. Bahan organik ini, bercampur dengan sedimen, mengalami proses transformasi akibat panas dan tekanan yang hebat, sehingga menghasilkan kerogen dan kemudian hidrokarbon cair dan gas.
Meskipun tumbuhan di bumi berkontribusi terhadap pembentukan batu bara dan metana, proses geologi yang berkepanjangan menjadikan bahan bakar fosil sebagai sumber daya yang tidak terbarukan. Meskipun sumber energi tersebut dihasilkan terus-menerus, penipisan cadangan yang diketahui jauh melebihi laju pembentukan cadangan baru, hal ini menunjukkan keterbatasan sumber energi yang tak ternilai harganya.
Pentingnya Bahan Bakar Fosil
Bahan bakar fosil telah memainkan peran penting dalam kemajuan manusia karena kemampuannya yang mudah dibakar untuk menghasilkan panas. Gambut, yang digunakan sebagai bahan bakar rumah tangga sejak zaman kuno, mendahului sejarah yang tercatat. Peradaban awal menggunakan batu bara untuk peleburan bijih logam, sementara hidrokarbon semi-padat dari rembesan minyak berfungsi untuk berbagai tujuan seperti waterproofing dan pembalseman. Abad ke-19 menandai dimulainya eksploitasi minyak bumi secara komersial. Setelah dianggap sebagai limbah, gas alam sekarang dianggap sebagai sumber daya yang berharga, dengan deposito yang juga berfungsi sebagai sumber utama helium.
Pendapatan bersih industri minyak dan gas global mencapai rekor US$4 triliun pada tahun 2022.
Pentingnya minyak mentah berat, pasir minyak, dan serpih minyak meningkat pada awal tahun 2000-an, meskipun tren disinvestasi muncul karena jejak karbon yang tinggi. Bahan bakar fosil mendukung Revolusi Industri melalui mesin uap dan memfasilitasi kemajuan transportasi, termasuk mobil, truk, kereta api, dan pesawat terbang. Bahan bakar fosil juga berfungsi sebagai sumber penting pembangkit listrik dan bahan baku untuk industri petrokimia. Selain itu, bahan bakar fosil juga berperan penting dalam kemajuan pertanian, menyediakan energi untuk pupuk, pestisida, dan irigasi, sehingga mendukung produksi pangan global dan pertumbuhan populasi.
Dampak Lingkungan
Penggunaan bahan bakar fosil membawa dampak lingkungan yang beragam, melampaui pengguna langsung dan memengaruhi ekosistem secara global. Setiap jenis bahan bakar berkontribusi pada perubahan iklim dengan melepaskan CO2 saat terbakar, dan batu bara khususnya berdampak buruk karena menghasilkan emisi partikel, kabut asap, dan hujan asam tambahan. Perubahan iklim memperburuk degradasi ekosistem, mengancam kepunahan spesies, dan menimbulkan tantangan dalam produksi pangan, yang pada akhirnya mengancam kesehatan manusia. Selain itu, pembakaran menghasilkan asam sulfat dan nitrat, yang menyebabkan hujan asam yang merusak struktur alami dan buatan.
Proyek Karbon Global menunjukkan bagaimana penambahan CO2 sejak tahun 1880 disebabkan oleh berbagai sumber yang terus meningkat.
Bahan bakar fosil juga mengandung unsur radioaktif seperti uranium dan torium, yang dilepaskan ke atmosfer saat terbakar, menimbulkan risiko lingkungan dan kesehatan. Pembakaran batu bara menghasilkan abu dasar dan abu terbang yang signifikan, yang lebih lanjut memperburuk polusi lingkungan. Selain itu, ekstraksi, pengolahan, dan transportasi bahan bakar fosil berdampak pada lingkungan, termasuk degradasi habitat akibat praktik penambangan dan polusi dari kilang minyak. Upaya untuk mengurangi dampak ini melibatkan promosi sumber energi terbarukan dan penerapan regulasi lingkungan. Meskipun ada upaya tersebut, investasi pemerintah dalam produksi bahan bakar fosil terus memperparah kekhawatiran lingkungan, sehingga mendesak untuk segera beralih ke alternatif energi yang berkelanjutan.
Dampak Penyakit dan kematian
Pencemaran lingkungan dari bahan bakar fosil berdampak pada manusia karena materi partikulat dan polusi udara lainnya dari pembakaran bahan bakar fosil menyebabkan penyakit dan kematian ketika terhirup. Dampak kesehatan ini termasuk kematian dini, penyakit pernapasan akut, asma yang memburuk, bronkitis kronis, dan penurunan fungsi paru-paru.
Mereka yang miskin, kurang gizi, sangat muda, sangat tua, dan orang-orang yang memiliki penyakit pernapasan yang sudah ada sebelumnya dan masalah kesehatan lainnya lebih berisiko. Kematian global akibat polusi udara dari bahan bakar fosil diperkirakan mencapai lebih dari 8 juta orang (2018, hampir 1 dari 5 kematian di seluruh dunia), 10,2 juta (2019), dan 5,13 juta kematian akibat polusi udara ambien karena penggunaan bahan bakar fosil (2023).
Pentingnya Penghapusan Bahan Bakar Fosil dan Divestasi
Pengurangan penggunaan dan produksi bahan bakar fosil secara bertahap hingga nol, dikenal sebagai penghapusan bahan bakar fosil. Tujuannya untuk mengurangi kematian dan penyakit akibat polusi udara, membatasi perubahan iklim, serta meningkatkan kemandirian energi. Langkah ini merupakan bagian dari transisi energi terbarukan yang sedang berlangsung, meski terhambat oleh subsidi bahan bakar fosil.
Transisi yang adil adalah kerangka kerja yang dikembangkan oleh gerakan serikat pekerja. Mencakup berbagai intervensi sosial untuk melindungi hak dan mata pencaharian pekerja ketika perekonomian beralih ke produksi yang lebih berkelanjutan. Di Eropa, pendukung transisi yang adil ingin menyatukan keadilan sosial dan iklim, misalnya untuk pekerja batu bara di wilayah yang bergantung pada batu bara namun kekurangan peluang kerja di luar sektor ini.
Divestasi atau pelepasan investasi dari bahan bakar fosil dan pengalihan ke solusi perubahan iklim, adalah upaya untuk mengurangi perubahan iklim dengan mengekang tekanan sosial, politik, dan ekonomi. Tujuannya agar institusi melepaskan aset termasuk saham, obligasi, dan instrumen keuangan lain yang terhubung dengan perusahaan ekstraksi bahan bakar fosil.
Kampanye divestasi bahan bakar fosil muncul di kampus perguruan tinggi Amerika Serikat pada 2011, dengan mahasiswa mendesak administrasi mengalihkan investasi dana abadi dari industri bahan bakar fosil ke energi bersih dan komunitas yang paling terdampak perubahan iklim. Pada 2012, Unity College di Maine menjadi institusi pendidikan tinggi pertama yang melakukan divestasi dana abadi dari bahan bakar fosil.
Menjelang 2015, divestasi bahan bakar fosil dilaporkan sebagai gerakan divestasi yang berkembang tercepat dalam sejarah. Per Juli 2023, lebih dari 1.593 institusi dengan total aset lebih dari $40,5 triliun di seluruh dunia telah memulai atau berkomitmen untuk melakukan divestasi dalam bentuk tertentu dari bahan bakar fosil.
Sektor Industri
Pada tahun 2019, Saudi Aramco menjadi berita utama dengan menjadi perusahaan publik paling berharga di dunia, mencapai valuasi $ 2 triliun yang mengejutkan hanya satu hari setelah IPO, menandai tonggak sejarah yang signifikan dalam industri bahan bakar fosil. Namun, dampak ekonomi dari bahan bakar fosil lebih dari sekadar kemenangan perusahaan. Polusi udara yang berasal dari penggunaan bahan bakar fosil memiliki biaya yang sangat besar, diperkirakan mencapai $ 2,9 triliun pada tahun 2018, setara dengan 3,3% dari PDB global. Subsidi bahan bakar fosil semakin memperumit lanskap keuangan, dengan pemerintah memberikan keringanan pajak dan insentif yang mendorong produksi dan konsumsi.
Subsidi bahan bakar fosil per kapita, 2019. Subsidi bahan bakar fosil per kapita sebelum pajak diukur dalam dolar AS yang konstan.
Meskipun subsidi ini bertujuan untuk meningkatkan ketahanan energi dan mengurangi kesenjangan ekonomi, subsidi ini sering kali menguntungkan segmen populasi yang lebih kaya dan memperburuk degradasi lingkungan. Meskipun ada janji untuk menghapus subsidi yang tidak efisien, subsidi tersebut tetap ada karena permintaan pemilih dan kekhawatiran akan keamanan energi. Lobi bahan bakar fosil, yang terdiri dari perusahaan-perusahaan besar dan perwakilan industri, memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kebijakan pemerintah, dan sering kali menghalangi perlindungan lingkungan dan inisiatif iklim untuk melindungi kepentingan mereka.
Kehadiran dan kegiatan mereka tersebar di berbagai negara, dengan pengaruh penting di negara-negara ekonomi demokratis seperti Kanada, Australia, Amerika Serikat, dan Eropa. Para pelobi ini mengeksploitasi krisis internasional untuk mendorong deregulasi dan mempromosikan pengembangan bahan bakar fosil, melanggengkan dominasi industri ini meskipun ada masalah lingkungan dan sosial yang meningkat.
Disadur dari: en.wikipedia.org
Physics of Failure Modeling
Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati pada 11 April 2025
Pendahuluan: Tantangan Memprediksi Kegagalan di Dunia Nyata
Produsen produk teknik sering menghadapi pengembalian garansi tak terduga akibat kegagalan desain tersembunyi atau kondisi lingkungan yang ekstrem. Untuk mengantisipasinya, digunakan Accelerated Life Tests (ALTs)—uji umur dengan beban lebih tinggi agar kegagalan muncul lebih cepat. Namun tantangannya: apakah data ALT bisa digunakan untuk memprediksi kegagalan di lapangan?
Makalah ini, ditulis oleh Meeker, Escobar, dan Hong, menawarkan solusi melalui model use-rate dan pendekatan komprehensif untuk multiple failure modes, yang menjembatani hasil laboratorium dan performa nyata produk. Contoh nyata menggunakan dua perangkat rumah tangga (Appliance A dan B) menunjukkan efektivitas pendekatan ini.
Accelerated Life Tests dan Model Use-Rate: Dasar Prediksi
ALT mensimulasikan masa pakai produk dengan mempercepat siklus atau menaikkan beban (misalnya suhu, tekanan). Namun untuk memetakan hasil ALT ke realita, diperlukan:
Studi Kasus: Appliance A dan Model Use-Rate Diskret
Komponen A memiliki cacat desain dan diuji ulang lewat ALT dengan siklus yang dipercepat. Distribusi waktu rusaknya mengikuti lognormal, sedangkan data penggunaan rumah tangga (distribusi lognormal diskret, 1–20 siklus per minggu) diperoleh dari survei.
Model campuran:
Jika siklus-to-failure lognormal dan distribusi penggunaan diskret, maka waktu gagal produk di lapangan diprediksi sebagai:
F(t)=∑i=1kπi⋅Φ(log(Ri⋅t)−log(ηC)σC)F(t) = \sum_{i=1}^{k} \pi_i \cdot \Phi\left( \frac{\log(R_i \cdot t) - \log(\eta_C)}{\sigma_C} \right)
Hasil: Prediksi distribusi waktu gagal di lapangan cocok dengan data historis garansi—menunjukkan bahwa ALT dan model penggunaan konsisten dengan realita.
Studi Kasus Lanjutan: Appliance B dan Dua Failure Mode
Permasalahan:
Turbine-device pada Appliance B mengalami dua jenis kegagalan:
Temuan penting:
Model Dua Failure Mode: Kombinasi Statistik dan Fisika
Produk dianggap sebagai sistem seri: gagal jika salah satu komponen gagal.
Dengan:
Maka distribusi waktu gagal gabungan:
F(t)=1−S(t,t)=1−P(T1>t,T2>t)F(t) = 1 - S(t, t) = 1 - P(T1 > t, T2 > t)
Asumsi penting:
Estimasi Parameter: ALT + Data Garansi
Estimasi parameter keandalan melalui kombinasi data Accelerated Life Testing (ALT) dan data garansi memberikan gambaran yang lebih realistis terhadap perilaku kegagalan produk. Dalam pendekatan ini, digunakan metode Maximum Likelihood Estimation (MLE) untuk mengidentifikasi parameter distribusi waktu kegagalan dari masing-masing failure mode. Hasil analisis menunjukkan bahwa untuk mode kegagalan wear, median waktu gagal adalah 246 hari dengan variabilitas (σ) sebesar 1,39 dan korelasi waktu-failure (ρ_TT) sebesar 0,54. Sementara itu, mode crack memiliki median waktu gagal 595 hari dan variabilitas lebih tinggi, yakni 1,65, namun tanpa estimasi korelasi. Ketika kedua mode digabungkan, median waktu gagal tercatat sebesar 223 hari. Temuan penting dari analisis ini adalah bahwa dengan mempertimbangkan korelasi ρ_TT sekitar 0,5—alih-alih mengasumsikan nilai nol—estimasi keandalan sistem menjadi lebih akurat. Hal ini menegaskan pentingnya mempertimbangkan hubungan antara variabel pengujian dan kondisi lapangan dalam model prediktif keandalan.
Prediksi untuk Desain Baru Appliance B
Desain baru dilakukan dengan:
Dengan model sebelumnya, distribusi waktu gagal sistem baru dihitung kembali.
Hasil (Desain Baru):
Grafik estimasi cdf (F(t)) dan interval kepercayaan 95% menunjukkan peningkatan drastis dalam keandalan sistem.
Simulasi & Sensitivitas: Apakah Korelasi Penting?
Dengan dua skenario:
Inti temuan:
Kritik & Relevansi
Kekuatan:
Kelemahan:
Relevansi industri:
Kesimpulan: ALT dan Model Penggunaan Membentuk Prediksi Masa Depan
Makalah ini menunjukkan bahwa dengan menyatukan data ALT, informasi penggunaan konsumen, dan pemodelan statistik-fisik, prediksi keandalan produk bisa ditingkatkan secara signifikan. Dengan mempertimbangkan failure mode ganda dan korelasi antar pemakaian, perusahaan bisa membuat keputusan desain dan garansi dengan lebih presisi dan percaya diri.
Sumber : William Q. Meeker, Luis A. Escobar, Yili Hong. Using Accelerated Life Tests Results to Predict Product Field Reliability. Center for Nondestructive Evaluation, Iowa State University, 2008.