Konstruksi
Dipublikasikan oleh Wafa Nailul Izza pada 08 Mei 2025
Pendahuluan
Industri konstruksi, yang sering dicap konservatif dan lamban dalam beradaptasi, kini tengah memasuki fase baru berkat adopsi technology transfer (TT) atau alih teknologi. Paper "Technology Transfer in the Construction Industry" karya Uusitalo dan Lavikka (2020)membahas bagaimana konsep TT, yang telah lama berkembang di sektor manufaktur dan teknologi tinggi, kini mulai diterapkan secara strategis di sektor konstruksi, khususnya melalui pendekatan Industrialized House Building (IHB).
Melalui kombinasi meta-analisis literatur dan studi kasus kualitatif di perusahaan IHB asal Swedia, penelitian ini menunjukkan bahwa platform strategi IHB membuka jalan bagi perusahaan konstruksi untuk mengatasi ketidakpastian pasar, mempercepat ekspansi global, dan meningkatkan kesejahteraan sosial — bukan hanya mengejar keuntungan.
Mengapa Technology Transfer Penting bagi Konstruksi?
Seiring pertumbuhan urbanisasi, perubahan iklim, dan tuntutan akan hunian berkualitas tinggi, industri konstruksi global mencapai rekor USD 1,39 triliun pada 2018. Untuk memenuhi kebutuhan ini, perusahaan konstruksi perlu:
Technology transfer menjadi jawabannya, memungkinkan inovasi material, proses, hingga model bisnis berpindah lintas perusahaan dan negara.
Karakteristik Khas TT di Industri Konstruksi
Tantangan Unik
Tidak seperti manufaktur, proyek konstruksi:
Namun, pendekatan Industrialized House Building (IHB) membalikkan tantangan ini dengan:
Platform Strategy: Kunci TT
Dalam konteks ini, platform berarti membangun sistem produksi berbasis standar yang fleksibel untuk berbagai proyek, sehingga lebih mudah dialihkan ke pasar lain.
Studi Kasus: Dua Model Technology Transfer
1. Alih Teknologi Internal: Subsidiary Company (Bathroom Pods)
Sebuah perusahaan IHB di Swedia mengalihkan teknologi produksi bathroom pods ke anak perusahaan mereka:
2. Alih Teknologi Eksternal: Ekspansi ke Pasar Finlandia
Dalam TT eksternal ini, perusahaan IHB:
Temuan Kunci dan Analisis Tambahan
Standarisasi Adalah Kunci
Standardisasi komponen dan proses memungkinkan teknologi konstruksi:
Studi Pendukung:
Jansson (2013) dan Lorenz (2017) menunjukkan bahwa perusahaan yang menerapkan standardisasi tinggi memiliki tingkat sukses TT lebih tinggi.
Faktor Sukses Technology Transfer
Dampak Sosial
Uniknya, perusahaan di studi ini tidak hanya fokus pada keuntungan, tetapi juga:
Kaitan dengan Tren Global
TT dalam konstruksi sejalan dengan:
Kritik terhadap Studi
Meskipun studi ini kuat dalam analisis empiris, beberapa catatan perlu diperhatikan:
Perbandingan:
Berbeda dengan studi Waroonkun dan Stewart (2008) yang fokus pada TT ke negara berkembang, artikel ini lebih melihat TT sebagai strategic expansion tool di negara maju.
Kesimpulan
Studi ini menunjukkan bahwa Technology Transfer berbasis platform di sektor konstruksi bukan hanya mungkin, tetapi sangat strategis dalam membentuk industri masa depan. Dengan membangun fondasi standardisasi komponen, proses lean, dan budaya organisasi berbasis kepercayaan, perusahaan konstruksi dapat:
Namun, sukses TT tidak semata-mata soal teknologi — faktor manusia, nilai sosial, dan kesiapan organisasi adalah pilar penting dalam perjalanan ini.
Sumber
Uusitalo, P., & Lavikka, R. (2020). Technology Transfer in the Construction Industry. The Journal of Technology Transfer, 46(4), 1291–1320.
DOI: https://doi.org/10.1007/s10961-020-09820-7
Building Information Modeling
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 08 Mei 2025
BIM Sebagai Alat Manajemen Risiko Modern
Sejak era CAD 2D, perkembangan teknologi perencanaan konstruksi telah bertransformasi drastis. BIM bukan sekadar model 3D, melainkan platform informasi kolaboratif yang mencakup dimensi waktu (4D), biaya (5D), dan manajemen siklus hidup proyek. Dalam konteks risiko, BIM memungkinkan deteksi dini konflik desain, perencanaan jadwal realistis, serta analisis biaya yang lebih akurat. Penelitian ini secara khusus menyoroti bagaimana BIM dapat mengatasi risiko sejak tahap desain hingga implementasi.
Studi ini menggunakan pendekatan campuran, dimulai dari studi literatur, dilanjutkan survei berbasis kuesioner kepada 100 perusahaan konstruksi Mesir, serta empat studi kasus. Responden berasal dari perusahaan kontraktor kategori 1 dan 2 yang terdaftar di Federasi Kontraktor Mesir. Kuesioner terbagi menjadi tiga bagian: (1) pengelolaan risiko proyek, (2) pengalaman penggunaan BIM, dan (3) persepsi terhadap manfaat BIM dari mereka yang belum menggunakannya.
Hasil survei menunjukkan bahwa hanya 23% perusahaan telah menggunakan BIM. Namun, lebih dari 90% responden menyatakan bahwa BIM sebaiknya diterapkan pada proyek besar (di atas 100 juta EGP). Sebanyak 87% mengakui bahwa BIM mampu mengurangi risiko proyek secara signifikan.
Salah satu studi kasus utama dalam penelitian ini adalah proyek Palm Hills Katameya PK2, sebuah kawasan residensial di New Cairo, Mesir. Proyek seluas 434.000 m² dengan 441unit ini bernilai sekitar 420 juta EGP. Peneliti membandingkan kinerja proyek saat menggunakan pendekatan konvensional (AutoCAD dan Primavera) dengan implementasi BIM menggunakan Revit dan Navisworks.
Visualisasi dan Koordinasi
Dengan BIM, model 3D memungkinkan semua pemangku kepentingan memahami desain dengan lebih jelas, mengurangi kebingungan dan miskomunikasi. Salah satu temuan kunci adalah peningkatan signifikan dalam deteksi clash antar sistem (sipil, MEP, arsitektur), yang sebelumnya sulit diidentifikasi dalam model 2D.
Clash Detection dan Mitigasi Biaya
Studi menunjukkan bahwa BIM berhasil mendeteksi dan menyelesaikan konflik desain seperti:
Hasilnya, biaya denda keterlambatan turun drastis dari 2,56 juta EGP (tanpa BIM) menjadi hanya 210 ribu EGP (dengan BIM), atau penurunan sebesar 91,8%.
Manajemen Waktu dan 4D BIM
Dengan mengintegrasikan jadwal Primavera ke dalam Navisworks, peneliti membangun model 4D yang mampu mensimulasikan setiap hari aktivitas proyek. Dari analisis ini, diketahui bahwa konstruksi fisik (tanpa finishing) selesai dalam 97 minggu dan finishing memakan waktu 64 minggu. Total durasi proyek adalah 161 minggu atau 3 tahun 4 bulan. Model 4D ini membantu kontraktor merencanakan alur kerja lebih efisien dan mencegah tumpang tindih antar zona konstruksi.
Estimasi Biaya dan 5D BIM
Dengan model 5D, kontraktor dapat mengekstrak volume material secara otomatis, mempercepat penyusunan Bill of Quantities (BOQ) dan estimasi biaya. Studi menunjukkan bahwa BIM mampu mengurangi kesalahan perhitungan dan mempercepat proses penawaran tender.
Indeks Durasi dan Dampak Biaya
Durasi aktual proyek tercatat 1326 hari, dibandingkan rencana awal 1237 hari, menghasilkan Duration Index (DI) sebesar 1,07. Sementara itu, peningkatan biaya proyek akibat keterlambatan hanya 0,61%, jauh lebih rendah dari potensi denda maksimal 10% dalam kontrak.
Hasil Kunci dan Diskusi
Analisis kuantitatif dan kualitatif dari studi ini menunjukkan beberapa poin penting:
Menariknya, hanya 13% responden percaya bahwa perusahaan yang tidak mengadopsi BIM akan tertinggal, menandakan masih lemahnya kesadaran strategis tentang pentingnya digitalisasi di kalangan industri.
Komparasi dengan Studi Sebelumnya
Penelitian ini mengkonfirmasi hasil-hasil sebelumnya yang dilakukan oleh Azhar (2011) dan Rana (2016), terutama dalam hal efisiensi waktu, biaya, dan peningkatan kolaborasi antar tim. BIM terbukti menjadi alat mitigasi risiko yang efektif terutama pada proyek kompleks seperti kompleks perumahan, rumah sakit, dan proyek infrastruktur publik besar.
Implikasi Praktis dan Rekomendasi
Untuk mengoptimalkan manfaat BIM, peneliti menyarankan agar:
Kesimpulan
Penelitian ini memberikan bukti kuat bahwa BIM bukan sekadar alat desain, tetapi sistem manajemen risiko yang komprehensif dalam proyek konstruksi. Melalui studi kasus nyata dan survei industri, terbukti bahwa BIM mampu menurunkan risiko, mempercepat durasi, dan mengefisiensikan biaya proyek. Meskipun adopsi BIM di negara-negara berkembang masih rendah, potensi dan urgensinya semakin tak terbantahkan. Dengan komitmen kolektif dari pemerintah, industri, dan akademisi, BIM dapat menjadi katalis transformasi digital yang membawa industri konstruksi menuju masa depan yang lebih efisien dan berkelanjutan.
Sumber Asli:
Badawy, N. S., Mahdi, I. M., & Rashed, I. A. (2019). Studying the Impact of Using Building Information Modeling (BIM) in Mitigating Risks for Construction Projects. International Journal of Scientific & Engineering Research, 10(7), 1927–1949.
Building Information Modeling
Dipublikasikan oleh Wafa Nailul Izza pada 08 Mei 2025
Pendahuluan
Industri konstruksi dikenal sebagai salah satu sektor paling rentan terhadap kecelakaan kerja. Menurut data dari Bureau of Labor Statistics, angka kecelakaan fatal di industri ini masih tinggi meskipun telah ada upaya regulasi yang ketat. Kompleksitas lokasi kerja, sifat proyek yang dinamis, serta ketergantungan besar pada tenaga manusia membuat mitigasi risiko menjadi tantangan utama.
Dalam konteks ini, adopsi teknologi Virtual-Design Construction (VDC) seperti Building Information Modeling (BIM), Virtual Reality (VR), Augmented Reality (AR), Geographic Information System (GIS), dan Gaming Technologies menawarkan peluang baru untuk meningkatkan keselamatan kerja di proyek konstruksi. Artikel ini mengupas secara mendalam bagaimana teknologi-teknologi ini, jika diterapkan secara strategis, dapat mengubah paradigma keselamatan di lapangan.
Mengapa Keselamatan Konstruksi Masih Menjadi Masalah?
Dampak dari kecelakaan tidak hanya terbatas pada kerugian manusia tetapi juga biaya ekonomi yang sangat besar, dengan biaya tidak langsung yang diperkirakan enam kali lipat dari biaya langsung.
Peran Kunci Virtual-Design Construction dalam Keselamatan
Building Information Modeling (BIM)
BIM telah menjadi fondasi dalam upaya proaktif keselamatan dengan menyediakan:
Virtual Reality (VR)
VR menghadirkan pengalaman pelatihan keselamatan yang lebih realistis:
Augmented Reality (AR)
Berbeda dari VR, AR menggabungkan elemen dunia nyata dan digital:
Geographic Information Systems (GIS)
GIS memungkinkan pengelolaan data spasial untuk meningkatkan keselamatan:
Gaming Technology
Game serius berbasis simulasi menawarkan metode pelatihan keselamatan baru:
Analisis Tambahan: Tren Industri dan Tantangan Implementasi
Tren Terkini
Tantangan Nyata
Kritik dan Saran
Meskipun VDC berpotensi besar, adopsinya masih terhambat oleh:
Saran:
Dampak Praktis
Penerapan VDC dalam keselamatan konstruksi bukan hanya sekadar tren teknologi, tetapi kebutuhan mutlak di tengah:
Sumber:
Afzal, M., Shafiq, M.T., & Al Jassmi, H. (2021). Improving construction safety with virtual-design construction technologies – a review. Journal of Information Technology in Construction (ITcon), Vol. 26, pp. 319–340. DOI: 10.36680/j.itcon.2021.018.
Building Information Modeling
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 08 Mei 2025
Industri konstruksi terkenal akan kompleksitasnya, seringkali menghadapi tantangan berupa keterlambatan waktu, pembengkakan biaya, koordinasi yang buruk, serta kualitas produk akhir yang rendah. BIM hadir sebagai solusi integratif yang menawarkan efisiensi komunikasi, kolaborasi antarpihak, dan visualisasi proyek yang lebih baik. BIM memungkinkan integrasi desain, jadwal konstruksi, anggaran, dan operasional bangunan dalam satu model digital terpadu.
Namun, meskipun potensinya besar, adopsi BIM di Indonesia masih rendah. Berdasarkan studi ini, pengembangan dan pemanfaatan BIM belum maksimal akibat berbagai hambatan, mulai dari minimnya kompetensi SDM, hingga belum adanya regulasi yang kuat.
Metodologi dan Sampel Survei
Penelitian ini mengumpulkan data dari 44 responden profesional konstruksi di Indonesia melalui kuesioner online. Responden terdiri dari pemilik proyek, konsultan, dan kontraktor yang terlibat langsung dalam pengelolaan proyek konstruksi. Analisis dilakukan menggunakan regresi linear berganda untuk mengidentifikasi faktor-faktor utama yang berkontribusi terhadap keberhasilan manajemen proyek konstruksi berbasis BIM.
Lima Pilar Keberhasilan Penerapan BIM
Hasil regresi mengungkap lima faktor utama yang berpengaruh signifikan terhadap kesuksesan proyek konstruksi melalui BIM. Urutan pentingnya adalah sebagai berikut:
Studi Kasus dan Data Empiris
Penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata penggunaan BIM di Indonesia masih terbatas pada tahap desain dan belum secara menyeluruh mencakup siklus hidup proyek. Studi-studi sebelumnya yang dirujuk (seperti Nelson dan Sekarsari, 2019; Nugrahini dan Permana, 2020) menunjukkan bahwa BIM dapat mendeteksi konflik desain lebih awal dan mencegah kesalahan pelaksanaan. Namun, hambatan seperti budaya organisasi yang resisten terhadap perubahan dan kurangnya motivasi internal dari stakeholder masih mendominasi.
Data lain menunjukkan bahwa meskipun 67,5% profesional konstruksi di Indonesia telah mengenal BIM, hanya sebagian kecil yang memiliki keterampilan teknis mendalam. Tantangan ini menghambat proses migrasi dari sistem konvensional ke sistem berbasis BIM secara menyeluruh.
Implikasi Praktis dan Strategi Implementasi
Dari hasil studi ini, dapat dirumuskan beberapa rekomendasi strategis:
Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini menyadari beberapa keterbatasan, seperti cakupan responden yang belum sepenuhnya mewakili semua aktor dalam industri konstruksi (misalnya supplier), serta adanya ketidaksinkronan antara hasil ranking dan validitas statistik untuk beberapa faktor seperti kepemimpinan dan motivasi stakeholder. Ke depan, penelitian lebih mendalam tentang aspek-aspek tersebut sangat diperlukan.
Kesimpulan
Studi ini menyimpulkan bahwa keberhasilan implementasi BIM dalam manajemen proyek konstruksi di Indonesia tidak semata bergantung pada teknologi, tetapi sangat dipengaruhi oleh faktor manusia, regulasi, dan budaya organisasi. Lima faktor utama yang paling berpengaruh adalah pemahaman akan pentingnya BIM, standarisasi regulasi, kompetensi teknis, komitmen, dan evaluasi berkelanjutan. BIM menjanjikan efisiensi biaya, peningkatan kualitas proyek, dan koordinasi lintas disiplin yang lebih baik, namun perlu didukung dengan infrastruktur kelembagaan dan sumber daya manusia yang memadai.
Sumber Asli:
Latupeirissa, J. E., & Arrang, H. (2024). Sustainability factors of building information modeling (BIM) for a successful construction project management life cycle in Indonesia. Journal of Building Pathology and Rehabilitation, 9:26.
Building Information Modeling
Dipublikasikan oleh Wafa Nailul Izza pada 08 Mei 2025
Pendahuluan: Transformasi Industri Konstruksi Menuju Era Digital
Dalam era globalisasi dan urbanisasi pesat, industri konstruksi menghadapi tantangan berat berupa rendahnya efisiensi dan tingginya pemborosan sumber daya. Di China, yang kini menjadi salah satu pasar konstruksi terbesar dunia, diprediksi tingkat urbanisasi akan mencapai 76% pada 2052. Namun, tanpa perubahan fundamental dalam manajemen proyek, laju pertumbuhan ini dapat tersendat.
Jiang Xu melalui riset ini menawarkan solusi berbasis teknologi: penerapan Building Information Modeling (BIM) 5D dalam proyek konstruksi. Studi kasus pada Central Grand Project menunjukkan bagaimana BIM 5D mampu mengoptimalkan pengelolaan waktu, biaya, dan kualitas secara terintegrasi.
Evolusi Teknologi BIM: Dari CAD ke BIM 5D
Dua Revolusi di Industri Konstruksi
Sejak 1970-an, industri konstruksi telah mengalami dua revolusi besar:
BIM 5D kini menjadi standar baru dalam proyek besar dan kompleks, memungkinkan semua pihak terkait berbagi model digital proyek secara real-time.
Tren Penerapan di China
Sejak 2009, Tiongkok mengalami lonjakan adopsi BIM, terutama dalam proyek-proyek besar seperti Shanghai Tower dan Guangzhou East Tower. BIM tidak hanya menjadi alat visualisasi, tetapi telah menjadi sistem manajemen siklus hidup bangunan.
Mengenal Lebih Dekat: Apa Itu BIM 5D?
BIM 5D adalah integrasi dari:
Platform ini mampu:
Studi Kasus: Central Grand Project
Central Grand Project menjadi proyek percontohan dalam studi ini. Aplikasi BIM 5D dilakukan secara terintegrasi mulai dari perencanaan, eksekusi konstruksi, hingga manajemen biaya.
A. Manajemen Teknis dan Kualitas
Visualisasi Desain
Model BIM digunakan untuk menguji kelayakan desain sebelum konstruksi dimulai. Ini membantu mendeteksi potensi masalah desain lebih awal dan mencegah perubahan besar saat proyek berlangsung.
Disclosure Teknologi Berbasis Visualisasi
Alih-alih briefing konvensional berbasis teks yang membingungkan, tim konstruksi menggunakan video animasi 3D dari model BIM untuk menjelaskan proses kerja kepada para pekerja.
Collision Detection
Melalui software seperti Navisworks, tabrakan antar struktur sipil, MEP (Mechanical, Electrical, Plumbing), dan HVAC berhasil dideteksi sebelum konstruksi fisik dimulai. Ini mengurangi insiden rework dan mempercepat progres proyek.
Data Nyata: Dalam uji coba di Central Grand Project, penerapan collision detection mengurangi 15% potensi kesalahan instalasi pada tahap awal.
B. Manajemen Jadwal Konstruksi
Dengan integrasi data real-time dari BIM 5D:
Setiap keterlambatan atau deviasi dari jadwal terdeteksi cepat.
Tim lapangan dapat melakukan penyesuaian sumber daya berdasarkan progres aktual harian.
Simulasi jadwal berbasis 5D membuat proyek lebih adaptif terhadap perubahan kondisi lapangan.
Contoh: Jika dalam simulasi ditemukan tumpang tindih pekerjaan antara instalasi listrik dan pemasangan plafon, maka penjadwalan ulang bisa langsung dilakukan di platform.
C. Manajemen Biaya dan Sumber Daya
BIM 5D memungkinkan:
Statistik Tambahan: Dengan integrasi data biaya, Central Grand Project mampu menghemat hingga 8% dari anggaran awal yang diproyeksikan.
Nilai Tambah dan Dampak Praktis
Penerapan BIM 5D di Central Grand Project menghasilkan berbagai dampak positif:
Kritik Tambahan:
Meski BIM 5D terbukti bermanfaat, studi ini belum membahas secara rinci tantangan resistensi adopsi di tingkat pekerja lapangan, yang kadang kurang familiar dengan teknologi digital.
Perbandingan dengan Penelitian Sejenis
Penelitian Zhang Xinsheng (2013) dan Liu Qingqing (2014) juga menyoroti bahwa kunci sukses BIM 5D adalah integrasi penuh antar tim proyek. Namun, Jiang Xu menambahkan pentingnya pemutakhiran model secara real-time agar konsisten dengan perubahan di lapangan — aspek yang sering diabaikan di proyek-proyek lain.
Tantangan Ke Depan
Beberapa tantangan yang perlu diatasi agar implementasi BIM 5D lebih efektif:
Kesimpulan: BIM 5D, Masa Depan Industri Konstruksi
BIM 5D bukan sekadar alat visualisasi, melainkan sistem manajemen konstruksi menyeluruh. Studi Central Grand Project membuktikan bahwa dengan penerapan cerdas dan integratif, proyek bisa:
Bagi industri konstruksi Indonesia, adopsi BIM 5D adalah keniscayaan untuk meningkatkan daya saing di era industri 4.0.
Referensi
Jiang Xu. (2017). Research on Application of BIM 5D Technology in Central Grand Project. Procedia Engineering, Vol. 174, pp. 600–610. DOI:10.1016/j.proeng.2017.01.194.
Zhang Xinsheng. (2013). Using BIM Technology to Carry Out Lifecycle Application to Enhance the Quality of the Project. Focusing on Informationization, 31(6), 20–24.
Liu Qingqing. (2014). Silver Software-Based Engineering Cost Management BIM Technology Research. PhD Thesis, Chang'an University.
Industri Kontruksi
Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah pada 08 Mei 2025
Dalam dunia konstruksi modern, praktik deconstruction menjadi strategi penting untuk mengurangi jejak lingkungan dan memaksimalkan penggunaan kembali material. Berbeda dengan metode konvensional yang merobohkan bangunan secara instan, deconstruction melibatkan pembongkaran bangunan secara selektif dan sistematis demi menyelamatkan material bernilai.
Penelitian yang dilakukan oleh Boukherroub dan tim mengangkat studi kasus di kawasan Gaspésie, Québec, Kanada, sebagai proyek pionir deconstruction berskala regional dengan pendekatan Lean Thinking. Proyek ini bukan hanya tentang merobohkan bangunan, tetapi mengintegrasikan konsep ekonomi sirkular, pengelolaan limbah berkelanjutan, dan optimalisasi sumber daya secara holistik.
Latar Belakang: Masalah Limbah di Industri Konstruksi
Industri konstruksi menjadi salah satu penyumbang limbah terbesar di dunia. Di Uni Eropa, misalnya, limbah konstruksi menyumbang lebih dari 30% dari total limbah. Di Québec sendiri, sekitar 3,5 juta ton limbah konstruksi, renovasi, dan pembongkaran (CRD) dihasilkan setiap tahun. Sebagian besar dari limbah ini langsung menuju tempat pembuangan akhir karena terbatasnya sistem pemrosesan ulang dan infrastruktur daur ulang.
Melihat urgensi ini, tim peneliti menginisiasi pendekatan deconstruction sebagai alternatif hijau terhadap demolisi tradisional. Salah satu keunggulan metode ini adalah potensinya untuk menyelamatkan material historis dan bernilai tinggi, sekaligus memperkuat ekonomi lokal melalui pasar barang bekas bangunan.
Studi Kasus: Lima Bangunan, Satu Tujuan
Penelitian ini berfokus pada lima bangunan di dua lokasi—kota Grande-Rivière dan Chandler—yang sepenuhnya dibongkar untuk mendukung pengembangan pusat pendidikan École de permaculture di kota Percé. Proyek berlangsung dari Mei 2022 hingga Oktober 2023.
Uniknya, proyek ini dipimpin oleh Régie Intermunicipale de Traitement des Matières Résiduelles de la Gaspésie (RITMRG), sebuah lembaga pengelola limbah regional yang berperan sebagai promotor utama. Dengan dukungan tim lean researcher, kontraktor, serta berbagai pemangku kepentingan lokal, proyek ini menjadi bagian dari inisiatif Circular Economy Acceleration Lab oleh École de technologie supérieure (ÉTS).
Pendekatan Lean dan Metodologi DMAIC
Penelitian ini menggunakan pendekatan Action Research dan kerangka DMAIC (Define, Measure, Analyse, Innovate, Control) dari Lean Six Sigma—meskipun fase “Control” belum diterapkan.
Fase Define:
Fase Measure dan Analyse:
Proses Tiga Tahap: Dari Perencanaan hingga Penyebarluasan Hasil
1. Pre-Deconstruction:
Melibatkan penilaian bangunan, pengajuan dana, proses tender, dan pelatihan tim. Tantangan utama termasuk birokrasi panjang, kesenjangan informasi antara perencana dan pelaksana, serta kekurangan referensi teknis.
2. Deconstruction:
Melibatkan pembongkaran selektif, pengelompokan material berdasarkan kategori (reuse, recycle, landfill), dan pelabelan untuk pelacakan. Material seperti kayu, jendela, dan struktur logam dipisahkan dan disiapkan untuk penjualan kembali.
3. Post-Deconstruction:
Inventarisasi material, promosi penjualan (melalui media lokal dan sosial), serta evaluasi proyek. Material hasil deconstruction dijual dengan sistem registry yang dikelola oleh GM RITMRG.
Hasil: Angka dan Fakta
Solusi dan Inovasi: Gabungan Literatur, Lapangan, dan Ahli
Dari Literatur:
Dari Praktisi:
Dari Para Ahli:
Tantangan Sistemik dan Rekomendasi Kebijakan
Penelitian ini mengungkap sejumlah hambatan sistemik:
Rekomendasi utama:
Kesimpulan: Merintis Jalan Menuju Konstruksi Berkelanjutan
Proyek deconstruction di Gaspésie membuktikan bahwa dengan pendekatan yang tepat, pemikiran lean, dan kerja sama multipihak, material yang dulu dianggap limbah kini bisa menjadi sumber daya berharga. Tidak hanya memberikan manfaat ekonomi dan lingkungan, proyek ini juga membuka mata industri bahwa transisi ke ekonomi sirkular bukan sekadar wacana, tetapi bisa diwujudkan.
Model ini bisa direplikasi ke daerah lain di Kanada, dan bahkan diterapkan secara global di negara-negara berkembang yang memiliki tantangan serupa dalam pengelolaan limbah konstruksi.
Sumber asli:
Boukherroub, T., Nganmi Tchakoutio, A., & Drapeau, N. (2024). Using Lean in Deconstruction Projects for Maximising the Reuse of Materials: A Canadian Case Study. Sustainability, 16(5), 1816.