Empat puluh satu universitas di Indonesia saat ini sedang diselidiki oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) dan polisi atas dugaan perdagangan orang dengan kedok penempatan mahasiswa magang di luar negeri sebagai bagian dari tugas wajib tahun terakhir.
Kementerian telah mengatakan akan memberikan sanksi kepada universitas-universitas yang terlibat, namun masih belum jelas kapan dan sanksi apa yang akan dikenakan saat penyelidikan polisi sedang berlangsung.
Penipuan magang menjadi lebih umum di wilayah ini dan para ahli mengatakan kasus terbaru yang melibatkan mahasiswa Indonesia tahun terakhir hanyalah puncak gunung es.
Para mahasiswa yang berasal dari sejumlah universitas di Indonesia ini ditawari program kerja-belajar selama tiga bulan di Jerman pada bulan Oktober 2023 dengan perusahaan yang memiliki perjanjian kerja sama dengan universitasnya untuk memberikan pengalaman praktik di bawah Merdeka Belajar Kampus Merdeka (Kampus Belajar Merdeka) yang dicanangkan pemerintah Indonesia.
Kenyataannya, perusahaan-perusahaan tersebut tidak lebih dari agen yang menyediakan tenaga kerja murah bagi perusahaan-perusahaan Jerman, menurut salah satu mahasiswa korban. Para siswa bekerja penuh waktu dan dikenakan biaya izin kerja dan surat penerimaan. Perusahaan yang bertindak sebagai agen mengambil bagian mereka sendiri sebesar Rp30 juta (US$1.860) per siswa.
Masalah yang berkembang
Ai Maryati Solihah, ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), mengatakan bahwa menipu siswa dengan menawarkan 'magang' sudah menjadi hal biasa di Asia Tenggara. Kasus terbaru yang ditangani komisi melibatkan delapan mahasiswa yang ditawari pekerjaan sebagai operator mesin di kapal laut sebagai bagian dari kursus praktis teknik mesin mereka. Namun pekerjaan itu justru mengharuskan mereka menangkap ikan.
“Ini tentu saja tidak ada hubungannya dengan pelajaran yang mereka pelajari di perguruan tinggi,” kata Ai kepada University World News minggu ini.
Menurut Ai, kasus lain melibatkan siswa sekolah kecantikan yang ditawari magang di perusahaan kosmetik di Malaysia namun kenyataannya dipekerjakan di perusahaan pembiakan burung walet untuk sup sarang burung walet yang lezat di Tiongkok. Burung walet bersarang di gua-gua di pegunungan tinggi yang berbahaya untuk diakses.
Ia menyebutkan tiga indikator utama perdagangan manusia: proses perekrutan yang tidak jelas, akomodasi yang buruk di tempat tujuan, dan eksploitasi. “Jika ketiga hal ini terjadi, bisa jadi itu adalah perdagangan manusia, atau setidaknya bukan merupakan bagian dari kegiatan sekolah atau universitas,” ujarnya.
Anak-anak yang putus sekolah juga menjadi sasaran sindikat buruh. “Secara alami, lulusan sekolah baru tidak terlalu memikirkan berapa banyak uang yang akan mereka peroleh, karena memiliki pengalaman lebih penting,” kata Ai.
Sikap orang tua membuat masalah semakin rumit. “Umumnya orang tua dari keluarga berpenghasilan rendah tidak terlalu khawatir anaknya dieksploitasi karena mereka berpikir anaknya bisa mandiri secara finansial. Kita perlu lebih banyak pendidikan masyarakat untuk hal ini,” kata Ai.
Sumber: www.universityworldnews.com