Transformasi Infrastruktur di Indonesia: Mengejar Pertumbuhan dan Mengatasi Tantangan

Dipublikasikan oleh Kania Zulia Ganda Putri

17 April 2024, 09.37

www.elibrary.imf.org

Mengembangkan Infrastruktur

​​​​​​Pendahuluan

Menyadari adanya kesenjangan infrastruktur yang besar di Indonesia dan dampak pertumbuhan yang cukup besar dari investasi infrastruktur yang lebih tinggi (sebagaimana diilustrasikan dalam Bab 3, "Mendorong Potensi Pertumbuhan"), bab ini berfokus pada isu-isu fiskal makro dan hambatan-hambatan struktural di sekitar pembangunan infrastruktur. Sejumlah literatur yang ada menyoroti bagaimana inefisiensi dalam proses investasi publik, yang merupakan masalah utama di negara berkembang, membatasi manfaat yang dapat diamati dari program-program infrastruktur publik (Pritchett 2000; Caselli 2005; Warner 2014; Bank Dunia 2014).

Kesenjangan infrastruktur di Indonesia, termasuk di bidang transportasi dan listrik, masih cukup besar dibandingkan dengan negara-negara lain. Terlepas dari kesenjangan infrastruktur, investasi infrastruktur masih kecil selama beberapa tahun terakhir, terkendala oleh terbatasnya anggaran dan hambatan struktural. Untuk menutup kesenjangan infrastruktur, pemerintah telah menyusun rencana ambisius untuk pembangunan infrastruktur. Sejalan dengan rencana ini, Pemerintah telah mempercepat belanja modal yang didukung oleh beberapa langkah reformasi dan telah mencapai keberhasilan awal dalam mempercepat belanja modal.

Kendala Infrastruktur dan Strategi Pembangunan

Kesenjangan infrastruktur di Indonesia masih cukup besar dibandingkan dengan negara-negara lain (Gambar 4.1 dan 4.2), terutama di bidang transportasi dan listrik. Sebagai contoh, biaya logistik merupakan salah satu yang tertinggi di Asia, diperkirakan mencapai rata-rata 25 persen dari PDB (dibandingkan dengan negara-negara lain yang hanya 13-20 persen), yang mencerminkan lemahnya konektivitas antarpulau dan terbatasnya jaringan jalan nasional. Kesenjangan infrastruktur yang besar telah meningkatkan biaya distribusi, menghambat daya saing industri, dan melemahkan kondisi ekonomi makro. Hasilnya adalah terbatasnya aliran investasi asing langsung dan berkurangnya daya saing ekspor (World Economic Forum 2014).

Infrastruktur Terkait Perdagangan dan Transportasi, 2016

sumber: www.elibrary.imf.org

Infestasi Publik

sumber: www.elibrary.imf.org

Untuk menutup kesenjangan infrastruktur, pemerintah telah menetapkan rencana ambisius untuk meningkatkan investasi infrastruktur sebesar US$323 miliar (32% dari PDB) selama 2015-22. Investasi-investasi ini termasuk membangun 3.650 kilometer jalan, 3.258 kilometer jalur kereta api, 24 pelabuhan laut baru, dan 15 bandar udara baru. Rencana ini juga mencakup pengembangan pembangkit listrik dengan total kapasitas 35 gigawatt, 33 bendungan baru, dan kilang minyak baru dengan kapasitas 600.000 barel per hari. Sebagian besar biaya diperkirakan akan ditanggung oleh sektor swasta (18% dari PDB) dan BUMN (10% dari PDB) (Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian 2015). Dari 247 proyek, 6 proyek telah selesai dibangun, 146 proyek sedang dibangun, dan 95 proyek sedang dipersiapkan.

Implikasi Fiskal Makro dari Pembangunan Infrastruktur

Peningkatan belanja infrastruktur memiliki implikasi fiskal makro yang signifikan. Pertama, hal ini akan meningkatkan pertumbuhan output dengan meningkatkan permintaan agregat dan juga kapasitas produksi ekonomi. Kedua, hal ini akan mempengaruhi neraca fiskal karena pengeluaran pemerintah yang lebih tinggi perlu dibiayai oleh langkah-langkah peningkatan pendapatan, pemotongan pengeluaran, atau defisit yang lebih tinggi-atau ketiganya. Ketiga, guncangan kebijakan fiskal ini akan mempengaruhi sektor korporasi dan rumah tangga melalui perubahan variabel makroekonomi seperti inflasi, upah, tingkat suku bunga, dan nilai tukar. Terakhir, dalam perekonomian terbuka, guncangan-guncangan ini juga akan mempengaruhi keseimbangan eksternal, yang mungkin mengakibatkan defisit transaksi berjalan eksternal yang lebih tinggi.

Institusi Pengelolaan Investasi Publik di Indonesia

Negara-negara dengan lembaga manajemen investasi publik yang lebih kuat memiliki investasi yang lebih mudah diprediksi, kredibel, efisien, dan produktif. Untuk membantu negara-negara mengevaluasi kekuatan praktik manajemen investasi publik mereka, IMF telah mengembangkan Penilaian Manajemen Investasi Publik (Public Investment Management Assessment/PIMA).1 PIMA mengevaluasi 15 lembaga yang membentuk pengambilan keputusan investasi publik dalam tiga tahap utama (lihat Gambar 4.4): pertama, merencanakan investasi berkelanjutan di seluruh sektor publik; kedua, mengalokasikan investasi pada sektor dan proyek yang tepat; dan ketiga, mengimplementasikan proyek secara tepat waktu dan sesuai anggaran. PIMA mencakup siklus investasi publik secara keseluruhan, termasuk perencanaan nasional dan sektoral, penganggaran investasi, penilaian dan pemilihan proyek, serta pengelolaan dan pemantauan pelaksanaan proyek.

Disadur dari: www.elibrary.imf.org