Dalam era Industri 4.0, pabrik pintar (smart factories) menjadi tulang punggung manufaktur modern. Keberhasilan mereka terletak pada efisiensi, fleksibilitas, dan kemampuan beradaptasi terhadap perubahan pasar yang cepat. Salah satu komponen kunci dalam mencapai tujuan tersebut adalah pengendalian kualitas (quality control) yang lebih proaktif dan berbasis data. Artikel ilmiah yang ditulis oleh Sidharth Sankhye dan Guiping Hu berjudul Machine Learning Methods for Quality Prediction in Production menghadirkan solusi inovatif melalui pendekatan machine learning (ML) untuk memprediksi kualitas produk secara lebih akurat dan efisien. Penelitian ini diterbitkan di jurnal Logistics (doi: 10.3390/logistics4040035).
Latar Belakang: Dari Inspeksi Manual ke Prediksi Cerdas
Proses pengendalian kualitas tradisional umumnya bersifat reaktif. Produk diperiksa setelah diproduksi, dan ketika ditemukan cacat, baru dilakukan tindakan perbaikan. Model ini tidak hanya boros waktu, tetapi juga menimbulkan biaya tinggi akibat penarikan produk (recall) dan kerugian reputasi. Di sinilah machine learning hadir, menawarkan kemampuan prediktif yang memungkinkan perusahaan mendeteksi potensi cacat produk sejak dini.
Penelitian ini mengambil studi kasus dari lini produksi alat rumah tangga (appliance manufacturing), yang sebelumnya mengalami peningkatan jumlah cacat produk meskipun telah dilengkapi sistem visi dan scanner modern. Keterlambatan dalam mendeteksi masalah mengakibatkan biaya recall yang besar. Dengan memanfaatkan data yang ada, penulis membangun model prediksi kualitas berbasis machine learning, khususnya metode klasifikasi.
Intisari Penelitian: Membangun Model Prediksi Kualitas
Penelitian ini fokus pada penerapan metode supervised learning, yaitu klasifikasi, untuk memprediksi compliance quality produk. Proses prediksi kualitas produk didasarkan pada data yang dikumpulkan secara real-time dari proses produksi multi-tahap.
Beberapa temuan penting dari penelitian ini:
- Model klasifikasi yang dikembangkan berhasil mencapai akurasi hingga 99%, dengan nilai Cohen’s Kappa sebesar 0.91. Ini menunjukkan tingkat keandalan yang sangat tinggi, bahkan untuk dataset dengan ketidakseimbangan kelas (imbalanced dataset).
- Penerapan feature engineering menjadi kunci dalam meningkatkan kinerja model, khususnya dalam mengatasi tantangan data imbalance, yang sering terjadi di pabrik modern.
Studi Kasus: Transformasi Lini Produksi Alat Rumah Tangga
Dalam studi kasus yang diangkat, penulis menganalisis data produksi dari sebuah pabrik alat rumah tangga yang memproduksi sekitar 800 unit produk per hari. Data yang digunakan meliputi:
- Nomor seri unit produk
- Model produk
- Minggu produksi
- Warna dan merek produk
- Catatan inspeksi kualitas dari proses Random Customer Acceptance Inspection (RCAI)
Masalah utama yang dihadapi adalah cacat produk berupa komponen salah pasang atau hilang, terutama setelah proses model changeover di lini produksi. Dengan produksi multi-model tanpa jeda, kemungkinan terjadinya kesalahan dalam proses perakitan meningkat.
Langkah-langkah Pengembangan Model
- Data Pre-processing: Membersihkan data, menyusun ulang atribut, dan memastikan konsistensi dataset.
- Feature Engineering: Membangun fitur baru, seperti proximity to model changeover, yang mengukur seberapa dekat posisi unit terhadap perubahan model sebelumnya. Ini terbukti signifikan dalam meningkatkan akurasi prediksi.
- Penggunaan Metode Ensembel: Penelitian membandingkan performa Random Forest (bagging) dan XGBoost (boosting). XGBoost terbukti unggul, terutama dalam klasifikasi unit produk yang tergolong cacat (minority class).
Insight Tambahan: Mengapa Feature Engineering Penting?
Feature engineering dalam studi ini memberikan keunggulan nyata. Salah satu fitur penting yang dikembangkan adalah batch_seq, yang menunjukkan urutan unit produksi setelah terjadi perubahan model. Dengan menambahkan atribut ini, model XGBoost mampu mengklasifikasi unit cacat dengan akurasi 98.34%, jauh lebih tinggi dibanding tanpa fitur tersebut.
Namun, upaya normalisasi fitur, seperti batch_seqperc (persentase posisi dalam batch), justru menunjukkan penurunan kinerja. Ini menunjukkan bahwa dalam konteks produksi, data absolut lebih bermakna daripada representasi relatif. Korelasi ini mencerminkan risiko tinggi cacat produk di awal batch setelah model changeover, terlepas dari ukuran batch.
Kelebihan Penelitian
- Konsistensi Hasil: Model dikembangkan dengan cross-validation dan diuji pada data independen, menunjukkan keandalan tinggi.
- Praktis untuk Implementasi Nyata: Waktu pelatihan model hanya 15 menit, sementara prediksi real-time dapat dilakukan dalam 0.05 detik per unit, membuatnya sangat layak diterapkan di lini produksi skala besar.
- Mengurangi Biaya Kualitas: Dengan memprediksi unit cacat secara proaktif, perusahaan dapat menghemat biaya recall dan meningkatkan efisiensi inspeksi.
Kritik dan Catatan untuk Pengembangan Lebih Lanjut
Meskipun hasilnya mengesankan, penelitian ini memiliki keterbatasan:
- Dataset Terbatas: Fokus penelitian adalah pada cacat kategori wrong/missing parts, karena data yang tersedia tidak mencakup parameter proses perakitan secara mendetail.
- Belum Menerapkan Deep Learning: Penulis tidak mengeksplorasi model deep learning seperti neural networks, yang berpotensi memberikan performa lebih baik jika diterapkan pada dataset yang lebih besar dan kaya fitur.
- Konteks Industri Terbatas: Studi ini hanya menguji satu jenis industri (alat rumah tangga). Perlu penelitian lebih luas di sektor manufaktur lain seperti otomotif atau elektronik.
Dampak Praktis dan Tren Industri
Penelitian ini sangat relevan dengan konsep smart manufacturing dan proses quality assurance berbasis prediksi di era Industri 4.0. Dengan banyaknya Internet of Things (IoT) dan sensor di pabrik modern, data proses produksi semakin melimpah. Penelitian seperti ini menjadi fondasi penerapan Predictive Quality Analytics (PQA) yang meminimalkan biaya produksi dan meningkatkan kepuasan pelanggan.
Dalam konteks global, perusahaan seperti Siemens, GE, dan Bosch telah mulai mengadopsi pendekatan serupa dalam sistem mereka. Contohnya, Bosch menggunakan AI untuk memprediksi cacat pada lini perakitan elektronik, mengurangi scrap rate hingga 25%.
Kesimpulan: Menuju Masa Depan Manufaktur Bebas Cacat
Penelitian Sankhye dan Hu menunjukkan bahwa machine learning dapat diandalkan untuk memprediksi kualitas produk, bahkan dalam kondisi dataset yang tidak seimbang dan kompleks. Implementasi metode ini membawa perusahaan manufaktur lebih dekat ke zero-defect manufacturing, di mana kualitas produk terjamin tanpa harus mengandalkan inspeksi akhir semata.
Dengan peningkatan ketersediaan data produksi dan kemajuan algoritma, solusi berbasis machine learning akan menjadi standar baru dalam pengendalian kualitas industri modern.
Referensi
Sankhye, S., & Hu, G. (2020). Machine learning methods for quality prediction in production. Logistics, 4(4), 35.