Pendahuluan: Konstruksi Menuju Era Digital
Transformasi digital dalam industri konstruksi tengah bergerak cepat, menggantikan pendekatan manual dan berbasis gambar 2D dengan sistem otomasi, robotik, dan kecerdasan buatan. Paper berjudul "Prioritization and Target Applications of Smart Construction Technologies for Construction Management" oleh Kim Ju-Yong, Kim Jin-Dong, dan Kim Gwang-Hee (2024) menyajikan analisis komprehensif terkait prioritas teknologi cerdas dalam manajemen konstruksi menggunakan metode Analytic Hierarchy Process (AHP). Fokus utama paper ini adalah menyusun panduan praktis bagi manajer proyek dalam menentukan teknologi yang paling relevan untuk diadopsi sesuai kebutuhan, efisiensi, dan urgensinya di lapangan.
Mengapa Smart Construction Perlu Diprioritaskan?
Dalam konteks global, sektor konstruksi dikenal sebagai industri yang padat karya, lambat dalam adopsi teknologi, dan rentan terhadap pembengkakan biaya serta keterlambatan proyek. Dengan meningkatnya kompleksitas proyek dan kebutuhan akan efisiensi, muncul kebutuhan mendesak akan teknologi yang mampu:
- Mengoptimalkan jadwal dan anggaran proyek.
- Meningkatkan keselamatan kerja.
- Memungkinkan kolaborasi real-time.
- Mengurangi ketergantungan pada tenaga kerja manual.
Metodologi: Analytic Hierarchy Process (AHP) sebagai Alat Strategis
Penelitian ini menggunakan AHP untuk mengidentifikasi dan memprioritaskan teknologi smart construction berdasarkan lima kriteria utama:
1. Safety (keamanan)
2. Ease of implementation (kemudahan penerapan)
3. Cost-effectiveness (efisiensi biaya)
4. Relevance to industry (kesesuaian dengan praktik konstruksi)
5. Efficiency (efisiensi operasional)
Sebanyak 20 responden yang terdiri dari manajer proyek konstruksi dan pakar teknologi konstruksi digital memberikan penilaian terhadap lima teknologi utama berdasarkan kriteria tersebut.
Temuan Kunci: Peringkat Prioritas Teknologi Smart Construction
Hasil analisis menunjukkan bahwa safety adalah faktor paling kritis, diikuti oleh kemudahan penerapan dan efisiensi biaya. Adapun lima teknologi yang menjadi fokus adalah:
1. Building Information Modeling (BIM)
Skor tertinggi dalam semua kelompok responden.
Digunakan untuk representasi digital proyek, deteksi interferensi desain, kolaborasi lintas disiplin, serta pengelolaan siklus hidup bangunan.
Dianggap fundamental karena mendukung digital twin, estimasi biaya otomatis, dan komunikasi lintas tim.
2. Drones
Menempati posisi kedua.
Digunakan untuk pemetaan lokasi, inspeksi keselamatan, dan monitoring progres.
Memberikan data real-time dengan efisiensi tinggi dalam biaya dan waktu.
3. Internet of Things (IoT)
Memungkinkan koneksi antar perangkat dan sensor.
Menghasilkan data lingkungan kerja secara real-time, termasuk kelembaban, suhu, dan getaran.
4. Artificial Intelligence (AI)
Meskipun penting, menempati posisi keempat.
Membantu analisis big data untuk prediksi risiko, optimasi sumber daya, dan pengambilan keputusan berbasis data.
5. Robotics
Diprioritaskan paling rendah.
Kendala utama terletak pada biaya tinggi dan kesulitan integrasi di lapangan.
Analisis Perbandingan: Manajer Konstruksi vs Pakar Teknologi
Manajer proyek cenderung memilih AI sebagai teknologi kedua setelah BIM, karena fungsi pendukung keputusan dan efisiensi manajerial.
Sebaliknya, pakar teknologi lebih memilih drone sebagai prioritas kedua, karena kemampuan monitoring proyek secara langsung dan presisi visual.
Studi Kasus dan Implikasi Lapangan
Paper ini menyoroti pentingnya penyesuaian pemilihan teknologi dengan kondisi aktual proyek. Misalnya:
- Proyek dengan tingkat bahaya tinggi lebih cocok memprioritaskan robotik dan drone.
- Proyek berskala besar dan kompleks cocok mengadopsi BIM dan AI untuk koordinasi multidisipliner.
Tantangan Implementasi
Walaupun potensinya besar, adopsi teknologi smart construction menghadapi beberapa tantangan:
- Kesenjangan kompetensi SDM antara pemahaman manajerial dan kemampuan teknis.
- Kurangnya sistem penilaian individual untuk mengevaluasi kapabilitas smart construction pada tingkat manajer proyek.
- Integrasi teknologi kompleks: perlu sistem platform terpadu.
- Biaya awal tinggi, terutama untuk robotik dan sistem AI skala besar.
Solusi Strategis yang Diusulkan
Penulis mengusulkan beberapa strategi agar teknologi dapat diimplementasikan secara efektif:
- Pengembangan indikator individual seperti Smart Construction Manager Index untuk mengevaluasi kesiapan teknologi tiap manajer.
- Pelatihan berbasis praktik dalam BIM, AI, dan penggunaan drone.
- Prioritisasi investasi pada teknologi dengan dampak langsung terhadap keselamatan dan efisiensi.
- Pengembangan roadmap digitalisasi proyek yang mengintegrasikan teknologi secara bertahap.
Perbandingan dengan Penelitian Lain
Beberapa studi pendukung dalam literatur:
- Gholami (2023) menekankan pentingnya faktor organisasi dan strategi dalam adopsi teknologi.
- Fasasi et al. (2024) menyebut dukungan kepemimpinan dan kebijakan pemerintah sebagai pendorong utama adopsi teknologi cerdas.
Penelitian Kim dkk. menambahkan nilai baru dengan fokus spesifik pada manajer proyek dan penggunaan AHP sebagai metode pengambilan keputusan berbobot.
Kesimpulan: Merancang Masa Depan Konstruksi yang Cerdas dan Terukur
Studi ini menyajikan peta jalan prioritas teknologi bagi manajer konstruksi modern yang ingin mengadopsi teknologi smart secara terstruktur dan strategis. BIM menjadi tulang punggung transformasi digital, sementara drone, AI, dan IoT menjadi pelengkap dalam pengumpulan data dan pengambilan keputusan. Penelitian ini menegaskan pentingnya memilih teknologi bukan hanya karena popularitasnya, tetapi karena relevansi dan dampaknya terhadap proyek.
Di tengah kompetisi global dan tekanan efisiensi, adopsi teknologi cerdas bukan lagi pilihan, melainkan kebutuhan mendesak. Studi ini adalah panduan penting untuk membangun keunggulan kompetitif dan kesiapan menghadapi revolusi industri 4.0 dalam sektor konstruksi.
Referensi
Kim, J.-Y., Kim, J.-D., & Kim, G.-H. (2024). Prioritization and Target Applications of Smart Construction Technologies for Construction Management. Journal of the Korea Institute of Building Construction, 24(6), 739–750. https://doi.org/10.5345/JKIBC.2024.24.6.739