Pendahuluan: Di Balik Pertumbuhan Ekonomi, Siapa yang Benar-Benar Berperan?
Pertumbuhan ekonomi bukan sekadar angka dalam laporan pemerintah. Ia mencerminkan dinamika riil masyarakat—apakah lapangan kerja bertambah? Apakah harga tetap stabil? Apakah industri lokal tumbuh?
Studi menarik yang dilakukan oleh Kusumawardani & Nuraini (2020) berfokus pada tiga variabel utama dalam membentuk pertumbuhan ekonomi Jawa Timur selama hampir empat dekade: industri pengolahan, tenaga kerja, dan inflasi. Penelitian ini membuka ruang diskusi yang lebih luas: apakah pemerintah selama ini benar-benar memahami motor penggerak ekonomi regional?
Jawa Timur: Kekuatan Ekonomi Kedua setelah DKI Jakarta
Berdasarkan data BPS, Jawa Timur konsisten menjadi provinsi dengan kontribusi ekonomi terbesar kedua di Indonesia setelah DKI Jakarta. Namun, kontribusi ini tidak selalu stabil. Dari 1981 hingga 2018, pertumbuhan ekonomi Jawa Timur fluktuatif—mulai dari puncak 8,32% pada 1995 hingga terjun bebas ke -16,12% pada 1998 akibat krisis moneter.
📊 Pertumbuhan tertinggi: 8,32% (1995); terendah: -16,12% (1998)
Dalam kurun waktu tersebut, peran industri pengolahan dan angkatan kerja mengalami kenaikan signifikan, namun inflasi juga menjadi faktor penghambat yang tidak bisa diabaikan.
Metodologi Penelitian: Regresi Linier Berganda dan 38 Tahun Data
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif deskriptif dengan pendekatan regresi linier berganda, memanfaatkan data time-series dari tahun 1981 hingga 2018. Data dianalisis dengan software Eviews 9.0, mencakup uji klasik seperti:
-
Uji normalitas
-
Uji multikolinearitas
-
Uji heteroskedastisitas
-
Uji autokorelasi
-
Uji F dan uji t
Model yang digunakan:
Y = β₀ + β₁Log(X₁) + β₂Log(X₂) + β₃X₃ + μ
Keterangan:
-
Y = Pertumbuhan ekonomi
-
X₁ = Industri pengolahan
-
X₂ = Tenaga kerja
-
X₃ = Inflasi
Hasil Utama: Siapa yang Paling Mempengaruhi Ekonomi Jawa Timur?
1. Industri Pengolahan: Pengaruh Positif dan Signifikan
-
Koefisien: 24,74
-
Probabilitas (p-value): 0,0117
Interpretasi: Setiap peningkatan 1% pada sektor industri pengolahan akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi sebesar 24,74 poin.
📈 Contoh riil: Industri pengolahan meningkat dari 373.553 (1981) menjadi 816.804 (2018)—naik 118,7%.
✅ Industri pengolahan terbukti sebagai motor utama ekonomi regional, sejalan dengan teori industrialisasi modern.
2. Tenaga Kerja: Dampak Terbesar Secara Parsial
-
Koefisien: 45,17
-
Probabilitas: 0,0229
Makna: Setiap pertambahan jumlah tenaga kerja sebesar 1% mampu mendorong pertumbuhan ekonomi hingga 45 poin.
👷 Jumlah tenaga kerja meningkat dari 13 juta (1981) menjadi 21 juta (2018)—naik 61%.
Namun, peningkatan ini menyisakan pertanyaan: apakah kualitas tenaga kerja juga ikut meningkat, atau hanya kuantitasnya?
🔍 Catatan kritis: Masih perlu evaluasi terkait keterampilan dan produktivitas tenaga kerja agar output benar-benar optimal.
3. Inflasi: Efek Negatif namun Signifikan
-
Koefisien: -0,25
-
Probabilitas: 0,0043
Setiap kenaikan inflasi 1% berpotensi menurunkan pertumbuhan ekonomi sebesar 0,25 poin.
🔥 Tingkat inflasi tertinggi terjadi pada 2005 sebesar 15,19%, sementara terendah pada 2016 sebesar 2,74%.
Inflasi yang terlalu tinggi akan menekan daya beli masyarakat dan meredam konsumsi domestik, yang seharusnya menjadi penggerak ekonomi.
Studi Kasus: Dampak Krisis 1998
Tahun 1998 menjadi titik balik penting. Saat krisis moneter menerjang, pertumbuhan ekonomi Jawa Timur terjun bebas ke angka negatif: -16,12%. Namun, anomali menarik terjadi: jumlah industri justru naik menjadi 588.638 unit (dari 560.811 tahun sebelumnya). Ini menandakan bahwa bukan kuantitas industri yang bermasalah, tapi daya beli masyarakat dan stabilitas harga yang runtuh.
Pelajaran penting di sini adalah: inflasi tidak boleh diremehkan meski sektor industri berkembang pesat. Tanpa stabilitas makroekonomi, pertumbuhan tidak akan berkelanjutan.
Analisis Tambahan: Bagaimana dengan Kualitas Industri dan Pekerja?
Meski jumlah industri pengolahan meningkat, belum tentu produktivitas per unit industri naik. Kita perlu bertanya:
-
Apakah industri yang tumbuh bersifat padat karya atau padat modal?
-
Apakah pekerja di Jawa Timur dibekali keterampilan yang sesuai dengan kebutuhan industri?
Menurut data BPS terbaru, mayoritas pekerja industri di Jawa Timur masih lulusan SMA ke bawah. Ini menunjukkan adanya mismatch antara pendidikan dan kebutuhan dunia kerja.
💡 Saran kebijakan: Perlu integrasi antara pendidikan vokasi dan kebutuhan industri lokal.
Kritik & Komparasi dengan Studi Lain
Penelitian ini unggul karena mengintegrasikan data panjang 38 tahun—sesuatu yang jarang dilakukan. Namun, ada beberapa kelemahan:
Kelemahan:
-
Tidak menganalisis faktor lain seperti pengeluaran pemerintah, investasi asing, atau ekspor.
-
Tidak memasukkan variabel struktural seperti kualitas pendidikan, teknologi, atau infrastruktur.
Komparasi:
Penelitian Rustiono (2008) di Jawa Tengah menemukan bahwa selain tenaga kerja, investasi dan pengeluaran pemerintah juga signifikan mendorong pertumbuhan ekonomi. Sementara itu, studi Shodiqin (2018) di Bandar Lampung menunjukkan bahwa industri pengolahan sangat krusial untuk pertumbuhan, selaras dengan hasil studi ini.
Implikasi Kebijakan: Apa yang Harus Dilakukan Jawa Timur?
Berdasarkan hasil penelitian ini, beberapa rekomendasi kebijakan yang dapat diambil:
-
Dorong industrialisasi berbasis lokal – Fokus pada industri pengolahan yang menyerap tenaga kerja besar seperti makanan-minuman, tekstil, dan manufaktur ringan.
-
Tingkatkan keterampilan tenaga kerja – Revitalisasi pendidikan vokasi dan BLK berbasis industri lokal.
-
Kendalikan inflasi regional – Pemerintah daerah harus memiliki strategi stabilisasi harga bahan pokok yang proaktif.
-
Diversifikasi sektor ekonomi – Jangan hanya bergantung pada industri; sektor jasa, pariwisata, dan digital harus dikembangkan.
Kesimpulan: Tiga Pilar Pembangunan Ekonomi Jatim
Selama hampir empat dekade, pertumbuhan ekonomi Jawa Timur sangat dipengaruhi oleh tiga variabel utama:
-
Industri pengolahan sebagai mesin pertumbuhan
-
Tenaga kerja sebagai motor penggerak
-
Inflasi sebagai faktor penyeimbang yang dapat merusak jika tidak dikontrol
Kombinasi kebijakan industrialisasi yang inklusif, pelatihan tenaga kerja, dan pengendalian inflasi akan menjadi fondasi kokoh bagi pertumbuhan berkelanjutan Jawa Timur ke depan.
Sumber:
Kusumawardani, M. W., & Nuraini, I. (2020). Pengaruh Industri Pengolahan, Tenaga Kerja, dan Inflasi terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Jawa Timur Tahun 1981–2018. Jurnal Ilmu Ekonomi (JIE), Vol. 4, No. 4, 732–746.
Tersedia di: Jurnal Ilmu Ekonomi Universitas Muhammadiyah Malang