Pendahuluan: Ancaman Kolusi dalam Dunia Proyek Pemerintah
Di balik gemerlap pembangunan infrastruktur, tersembunyi praktik-praktik kelam yang dapat merusak fondasi tata kelola yang sehat. Salah satunya adalah persekongkolan tender, praktik ilegal yang merugikan negara, mematikan persaingan usaha, dan menurunkan kualitas hasil proyek. Studi berjudul “Analisis Persekongkolan Tender dalam Pengadaan Pemerintah” oleh Oktarina (2023), dipublikasikan di Jurnal Pengadaan Indonesia, memberikan kontribusi penting dalam mengurai kompleksitas persoalan ini dari sisi regulasi, pelaku, hingga model tindakan hukum.
Fokus dan Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
-
Menganalisis efektivitas regulasi yang telah ada, seperti Perpres No. 16 Tahun 2018 dan peraturan LKPP.
-
Mengidentifikasi modus dan aktor utama dalam praktik persekongkolan tender di sektor pengadaan pemerintah.
Menyusun strategi atau langkah preventif berbasis data hukum dan studi kasus.
Dengan demikian, paper ini tidak hanya bersifat deskriptif, tapi juga analitis dan solutif—sebuah pendekatan yang sangat dibutuhkan dalam konteks korupsi struktural di sektor publik.
Metodologi: Pendekatan Yuridis Normatif dengan Studi Kasus
Metode yang digunakan adalah yuridis normatif dengan kombinasi pendekatan perundang-undangan dan studi kasus yang diteliti dari Putusan Mahkamah Agung Nomor 1616 K/PID.SUS/2020. Studi kasus ini sangat krusial karena membedah bagaimana praktik kolusi berlangsung secara konkret, dari tahap perencanaan hingga evaluasi tender.
Metode ini memperkuat argumentasi paper karena tidak hanya mengandalkan kerangka teori, namun juga bersandar pada praktik nyata di lapangan yang telah diuji secara hukum.
Temuan Utama: Pola, Aktor, dan Kelemahan Sistem
1. Modus Persekongkolan Tender: Terselubung dan Terstruktur
Paper ini mengidentifikasi dua bentuk persekongkolan tender:
-
Horizontal: Antara para penyedia jasa (kontraktor) yang membentuk kartel untuk membagi proyek dan menyusun pemenang tender secara bergiliran.
-
Vertikal: Melibatkan pejabat pengadaan atau panitia lelang yang bekerja sama dengan penyedia untuk memenangkan pihak tertentu.
Contoh konkrit dari kasus yang dianalisis: tiga perusahaan milik individu yang saling berhubungan diajukan sebagai peserta tender, padahal seluruhnya dikendalikan oleh satu orang. Mereka mengatur dokumen, penawaran, dan keikutsertaan dengan cara yang tidak wajar, sehingga menutup peluang penyedia yang sah dan kompeten .
2. Peran Aktor Internal dan Eksternal
Penelitian ini menyebut bahwa selain pelaku usaha, pihak internal pemerin tahan seperti:
-
Pejabat Pembuat Komitmen (PPK)
-
Kelompok Kerja (Pokja) Pemilihan
-
Panitia Pengadaan
juga berpotensi terlibat aktif atau pasif dalam praktik persekongkolan. Di sinilah letak kompleksitasnya: korupsi dalam pengadaan bukan hanya soal penyedia curang, tetapi juga lemahnya integritas birokrasi.
3. Celah Regulasi dan Pengawasan
Meski regulasi sudah berkembang, implementasinya belum efektif. Misalnya, sistem e-procurement yang dirancang untuk transparansi, justru bisa dimanipulasi jika pihak-pihak terkait memiliki niat untuk bermain curang.
Selain itu, sanksi administratif dari LKPP belum mampu memberikan efek jera. Banyak pelaku yang hanya dikenai sanksi larangan ikut tender selama beberapa tahun, tanpa konsekuensi pidana yang signifikan.
Studi Kasus: Pembelajaran dari Putusan MA
Kasus konkret yang dianalisis menyangkut proyek pembangunan infrastruktur jalan di Kabupaten Empat Lawang. Tiga perusahaan fiktif digunakan untuk mengikuti tender. Pemiliknya, yang sama, memanipulasi dokumen dan proses seleksi. Menariknya, hanya satu terdakwa yang dijatuhi hukuman pidana, meskipun aktor-aktor lain diduga kuat turut berperan.
Poin penting dari studi kasus ini:
-
Penyalahgunaan sistem LPSE (Layanan Pengadaan Secara Elektronik).
-
Ketidakmampuan aparat hukum membongkar jejaring persekongkolan yang lebih luas.
-
Tidak adanya audit forensik terhadap proses digital (misalnya jejak IP address, login akun LPSE).
Analisis Tambahan: Mengapa Persekongkolan Tender Sulit Diberantas?
A. Struktur Oligopolistik dan Politik Lokal
Banyak pengusaha yang terafiliasi dengan elite politik lokal, sehingga mereka mendapatkan ‘jatah’ proyek tertentu. Sistem tender hanyalah formalitas. Hal ini membuat pelaporan menjadi tidak efektif, karena pelapor justru terancam secara sosial atau ekonomi.
B. Lemahnya Peran APIP dan BPKP
Aparat pengawasan internal pemerintah (APIP) sering kali tidak memiliki kapasitas atau keberanian untuk menindak penyimpangan, terlebih jika yang terlibat adalah kepala dinas atau pejabat daerah.
C. Tidak Ada Perlindungan bagi Pelapor
Dalam sistem whistleblower Indonesia, pelapor korupsi tender masih rawan diintimidasi. Bandingkan dengan sistem whistleblower di AS, yang memberi insentif dan perlindungan hukum nyata.
Rekomendasi & Solusi Pencegahan
Penulis menawarkan tiga solusi strategis:
1. Penguatan Sistem Deteksi Dini di LKPP
-
Perlu integrasi sistem audit digital dengan LPSE, seperti log analysis dan pemetaan jaringan IP.
-
AI dan machine learning bisa digunakan untuk mendeteksi pola pengulangan peserta fiktif atau penawaran yang terlalu seragam.
2. Revitalisasi Peran Pokja
-
Pokja Pemilihan harus direkrut secara independen dan bukan dari ASN yang memiliki relasi lokal.
-
Penilaian kinerja Pokja harus berbasis hasil audit dan pelaporan publik.
3. Sanksi Pidana dan Perdata yang Tegas
-
Penegakan hukum harus menyasar seluruh aktor, termasuk pejabat yang membiarkan persekongkolan terjadi.
-
Perlu penerapan pidana korporasi jika perusahaan terbukti menjadi alat persekongkolan.
Kritik dan Perbandingan: Apa yang Masih Kurang?
Paper ini sangat kaya dari sisi analisis hukum, tetapi belum mengupas cukup mendalam aspek sosiologis dan politik ekonomi dari persekongkolan tender. Sebagai tambahan:
-
Penelitian lain dari Transparency International menunjukkan bahwa reformasi pengadaan harus dimulai dari transparansi anggaran publik dan pembukaan akses data kepada masyarakat luas.
-
Di beberapa negara, seperti Korea Selatan, sistem tender dilengkapi dengan random audit dan citizen review panel untuk menekan kolusi.
Kesimpulan: Saatnya Reformasi Menyeluruh di Sistem Pengadaan
Persekongkolan tender bukan sekadar praktik bisnis curang, melainkan kejahatan sistemik yang melemahkan pemerintahan, mem boroskan anggaran, dan merusak kepercayaan publik. Paper ini memberikan kontribusi besar dengan memperlihatkan bagaimana praktik kolusi berlangsung, celah dalam regulasi, serta rekomendasi konkret berbasis data hukum.
Namun untuk membasminya, dibutuhkan reformasi menyeluruh: mulai dari pembenahan sistem digital, penguatan kelembagaan LKPP dan APIP, hingga keberanian menindak aktor besar di balik layar.
Sumber Artikel
Oktarina. (2023). Analisis Persekongkolan Tender dalam Pengadaan Pemerintah. Jurnal Pengadaan Indonesia. Diakses dari: https://ejournal.stialanbandung.ac.id/index.php/jurnalpengadaan/article/view/991