Air bersih bukan hanya soal infrastruktur, tetapi juga tentang keadilan sosial, hak atas hidup layak, dan pembangunan berkelanjutan. Artikel ilmiah oleh Sameer H. Shah (2021) ini mengupas secara sistematis bagaimana konsep “keamanan air” diterapkan dan didefinisikan dalam konteks penghidupan pedesaan di negara-negara Global South selama dua dekade terakhir. Dengan meninjau 99 jurnal ilmiah terpublikasi antara 2000–2019, riset ini mengungkap kesenjangan konseptual, geografis, dan pendekatan solusi dalam diskursus keamanan air.
Mengapa Konsep Keamanan Air Masih Terbatas?
Hanya 30,3% artikel yang mendefinisikan dengan jelas istilah "keamanan air". Umumnya, definisi tersebut berhenti pada tingkat “kecukupan” air (misalnya: cukup untuk irigasi, konsumsi, dan sanitasi), namun tidak menyentuh aspek produktivitas, kesejahteraan, atau pemberdayaan. Ini menunjukkan pendekatan yang konservatif, yang hanya berfokus pada penghindaran risiko, bukan pada pembangunan kapasitas atau aspirasi hidup warga pedesaan.
Studi Kasus: Ketimpangan dan Solusi yang Canggung
Studi mencatat bahwa sebagian besar solusi berfokus pada:
- Penambahan pasokan air (45,5%) seperti bendungan besar dan transfer antar-basin
- Efisiensi penggunaan air seperti irigasi tetes dan pemanenan air hujan (38,4%)
- Manajemen dan tata kelola air (75,8%), namun banyak masih bersifat teknokratis dan tidak menyentuh akar ketimpangan
Sebagai contoh, di Lebanon, petani di Lembah Sungai Litani bersedia membayar lebih demi pemasangan sistem irigasi efisien, menunjukkan ada kemauan kolektif masyarakat bila solusi dirancang inklusif.
Ketimpangan Sosial sebagai Akar Krisis
Riset menemukan bahwa:
- Ketimpangan sosial, ekonomi, dan gender adalah penyebab mendasar air tidak dapat diakses secara adil
- Hanya 14% solusi yang menyasar akar ketimpangan, seperti distribusi air untuk kelompok termarjinalkan dan pengakuan hak pengelolaan air oleh komunitas lokal
Contohnya, di beberapa wilayah Afrika dan Asia, komunitas adat dan perempuan sering kali dikecualikan dari pengambilan keputusan pengelolaan air.
Siapa yang Bertanggung Jawab?
Lebih dari 80% artikel mengidentifikasi pemerintah sebagai aktor utama dalam solusi air, namun tanggung jawab juga disematkan kepada:
- Komunitas lokal (20,2%)
- Petani dan asosiasi tani (21,2%)
- Lembaga swadaya masyarakat (9%)
Sayangnya, partisipasi masyarakat lokal seringkali hanya dijadikan pelengkap, bukan pusat dari perubahan kebijakan.
Ketimpangan Geografis dalam Penelitian
Mayoritas studi berfokus di India (21), Afrika Selatan (15), dan Tiongkok (13). Wilayah seperti Afrika Tengah, Amerika Selatan bagian tengah, dan Afrika Utara nyaris luput, menunjukkan kebutuhan pemetaan ulang fokus geografis dalam riset air.
Rekomendasi Kritis: Arah Masa Depan
1. Ubah Fokus dari “Risiko” ke “Kesejahteraan”
Keamanan air harus diukur dari kemampuan orang untuk hidup bermartabat, bukan sekadar cukup minum.
2. Libatkan Ragam Penghidupan
Riset terlalu terfokus pada pertanian, padahal banyak komunitas hidup dari peternakan, perikanan, dan kerja informal.
3. Gugat Struktur yang Tidak Adil
Alih-alih solusi teknis, diperlukan transformasi sistemik: dari tata kelola, hukum air, hingga kepemilikan sumber daya.
4. Wawasan Skala Global
Dinamika air di satu wilayah dapat memengaruhi kawasan lain. Pendekatan multiskala dan lintas negara menjadi kunci menghadapi perubahan iklim dan pasar global.
Kesimpulan
Konsep keamanan air masih terlalu sempit jika hanya diukur dari jumlah air yang tersedia. Artikel ini menegaskan pentingnya menggeser pendekatan dari "sekadar cukup" menuju "keadilan dan kesejahteraan". Kesenjangan konseptual dan geografis dalam studi air harus segera dijembatani dengan riset interdisipliner, pendekatan hak asasi manusia, dan kebijakan berbasis komunitas.
Tanpa perubahan paradigma, penghidupan pedesaan di negara berkembang akan terus berada dalam lingkaran ketidakamanan air. Solusi sejati haruslah holistik, adil, dan berpihak pada yang selama ini tak bersuara.
Sumber : Shah, S. H. (2021). How is water security conceptualized and practiced for rural livelihoods in the global South? A systematic scoping review. Water Policy, 23(5), 1129–1146.