Seorang pengemudi mengisi daya mobil listrik dengan memanfaatkan aplikasi PLN Charge.IN di di Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) PLN di Kantor PLN Disjaya, Gambir, Jakarta, Jumat (29/1). PLN meluncurkan aplikasi charge.IN yang memudahkan para pemilik kendaraan listrik dalam hal pengisian daya serta dapat menunjukkan lokasi SPKLU maupun besaran pengisian daya.Prayogi/Republika.Foto: Prayogi/Republika.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT PAM Mineral Tbk menilai peluang bisnis nikel cukup menjanjikan. Hal ini disebabkan oleh tingginya permintaan bijih nikel di pasar domestik.
Direktur Utama PAM Mineral Ruddy Tjanaka mengatakan, perusahaan juga mendukung pemerintah yang akan mengembangkan industri dan ekosistem kendaraan listrik melalui pembentukan holding BUMN baterai Indonesia atau Indonesia Battery Corporation (IBC). Pabrik baterai mobil listrik milik IBC dan konsorsium LG Chem serta CATL mobil listrik akan mulai melakukan peletakan batu pertama pada akhir Juli 2021. Selanjutnya, pabrik baterai tersebut diharapkan mulai beroperasi pada 2023.
“Kami melihat satu peluang yang cukup menjanjikan pada pertambangan nikel berkadar rendah. Hal ini sejalan pertumbuhan kebutuhan baterai bahan bakar kendaraan listrik,” ujarnya dalam keterangan resmi, Kamis (15/7).
Di sisi lain, permintaan bijih nikel berkadar tinggi juga mengalami peningkatan, terutama karena adanya industri pengolahan atau smelter yang ada. Permintaan nikel dengan kadar tinggi juga cukup stabil, sedangkan permintaan pasar nikel berkadar rendah sudah kembali meningkat.
“Adanya industri baterai nasional seiring tumbuhnya smelter dengan teknologi hidrometalurgi akan meningkatkan kinerja perusahaan dengan diserapnya nikel kadar rendah yang diproduksi perusahaan. Ini yang kita harapkan bersama," ucapnya.
Ruddy menyebut, stabilnya industri pengolahan atau smelter menjadi peluang yang cukup menjanjikan bagi industri bijih nikel. Dia optimistis permintaan bijih nikel dengan kadar tinggi akan meningkat.
“Apalagi dengan ekspansi smelter yang ada, terutama di daerah-daerah yang dekat dengan tambang perusahaan. Tentu kita optimis perkembangan ke depan itu kebutuhan ore nikel bisa melebihi tujuh sampai delapan juta ton per bulan," kata dia.
Perusahaan juga berkeyakinan anak perusahaan masih memiliki sumber daya sekitar 28 juta ton lebih bijih nikel. Dari 28 juta bijih nikel tersebut, lanjut Ruddy, tidak semua memiliki kadar tinggi, namun juga terdapat bijih nikel dengan kadar rendah.
“Pada jangka menengah dan jangka panjang perusahaan memiliki strategi menambah cadangan dengan melalui akuisisi atau maupun mencari tambang baru, dapat mengerek kinerja perseroan dengan pertumbuhan yang lebih tinggi lagi kedepannya,” ucapnya.
Adapun rencana jangka pendek, perusahaan akan memenuhi target rencana kerja anggaran biaya (RKAB) sebanyak 1,8 juta ton bijih nikel. "Tambang nikel ini tergantung cuaca, jadi kita berharap cuaca mulai bersahabat, sehingga kita bisa produksi lebih banyak untuk memenuhi kebutuhan smelter ke depan," ucapnya.
Sumber: ekonomi.republika.co.id