Pengantar: Mengapa Produktivitas Tenaga Kerja Layak Jadi Fokus Strategis?
Industri konstruksi dikenal sebagai sektor yang menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar. Namun, ironisnya, justru di sektor ini sering ditemukan inefisiensi dalam produktivitas pekerja. Kondisi ini menimbulkan pertanyaan besar: faktor apa saja yang benar-benar berdampak besar terhadap produktivitas tenaga kerja dalam proyek konstruksi?
Penelitian yang dilakukan oleh Celine Faustine dan Mega Waty, dipublikasikan dalam JMTS: Jurnal Mitra Teknik Sipil edisi Agustus 2022, hadir untuk menjawab pertanyaan tersebut. Penelitian ini secara spesifik menganalisis proyek konstruksi gedung bertingkat tinggi di kawasan Jabodetabek, dengan menggunakan pendekatan kuantitatif dan metode Relative Importance Index (RII) untuk mengurutkan faktor-faktor yang paling berpengaruh.
Struktur Metodologi yang Solid: Menentukan Peringkat Faktor dengan RII
Penelitian ini menyasar proyek-proyek berskala besar dengan nilai minimal Rp250 miliar yang telah selesai dibangun. Dengan menyebarkan kuesioner kepada 30 responden (terutama project manager dan site manager), penelitian ini menggali persepsi pelaku industri terkait 15 faktor yang dianggap mempengaruhi produktivitas tenaga kerja.
Validitas dan reliabilitas data diuji menggunakan SPSS, dan hasilnya menunjukkan bahwa 14 dari 15 variabel terbukti valid dan reliabel. Kemudian, peneliti menggunakan metode Relative Importance Index (RII) untuk menentukan peringkat tingkat pengaruh masing-masing faktor terhadap produktivitas.
Analisis Mendalam: Apa Makna di Balik Angka?
1. Keterampilan Kerja (RII: 0,906)
Faktor ini menempati posisi tertinggi karena keterampilan langsung menentukan seberapa cepat dan akurat pekerjaan dapat diselesaikan. Di tengah percepatan proyek dengan teknologi konstruksi modern, pekerja yang tidak terampil justru menjadi bottleneck.
2. Peralatan Rusak atau Tidak Layak Pakai (RII: 0,883)
Meski kerap dianggap faktor teknis, kerusakan alat ternyata sangat memengaruhi produktivitas. Alat yang tidak optimal menyebabkan keterlambatan bahkan risiko kecelakaan, yang berdampak langsung terhadap kecepatan kerja.
3. Ketersediaan Material (RII: 0,872)
Tanpa bahan yang tersedia tepat waktu dan dalam kondisi baik, jadwal kerja tidak bisa dijalankan sesuai rencana. Ketergantungan pada logistik menempatkan faktor ini sebagai isu manajemen supply chain yang krusial.
4. Keterlambatan Pembayaran (RII: 0,867)
Masalah klasik yang kerap diabaikan oleh manajemen: keterlambatan pembayaran menurunkan motivasi, menciptakan ketidakpastian, dan pada akhirnya memicu absensi hingga penurunan kualitas kerja.
5. Absensi (RII: 0,861)
Kehadiran adalah bentuk komitmen. Tingkat absensi yang tinggi bukan hanya memperlambat pekerjaan, tetapi juga menunjukkan adanya masalah sistemik dalam motivasi atau manajemen pekerja.
6. Motivasi (RII: 0,833)
Motivasi bersifat abstrak namun memiliki pengaruh konkret terhadap produktivitas. Pekerja yang merasa diperhatikan, diberi penghargaan, atau mendapatkan tantangan kerja yang menarik akan bekerja lebih efektif.
7. Cuaca (RII: 0,833)
Kondisi alam sering kali berada di luar kendali, tetapi mitigasi cuaca buruk melalui pengaturan jadwal dan perlindungan kerja sangat mempengaruhi keberlangsungan aktivitas di lapangan.
8. Pengalaman Kerja (RII: 0,828)
Tenaga kerja berpengalaman memiliki keunggulan dalam pengambilan keputusan, efisiensi gerak kerja, dan pengurangan kesalahan.
Nilai Tambah: Perbandingan dengan Studi Lain dan Industri
Jika dibandingkan dengan penelitian serupa oleh Oktavio et al. (2020) dan Wijayaningtyas et al. (2019), hasil penelitian ini menunjukkan konsistensi dalam pentingnya faktor-faktor seperti keterampilan, material, dan cuaca. Namun, penelitian ini menambahkan kejelasan melalui kuantifikasi dengan RII, yang membantu pengambil keputusan dalam menyusun prioritas aksi.
Dalam konteks industri saat ini, tren seperti prefabrikasi, digitalisasi konstruksi, dan penggunaan IoT (Internet of Things) membuka kemungkinan baru untuk mengurangi dampak dari beberapa faktor negatif, terutama terkait material dan absensi.
Implikasi Praktis: Apa yang Bisa Dilakukan Manajemen Proyek?
Berikut rekomendasi berbasis hasil penelitian:
-
Pelatihan keterampilan berkala wajib dilakukan, terutama pada proyek skala besar.
-
Sistem pemeliharaan alat yang terintegrasi untuk menghindari downtime akibat peralatan rusak.
-
Pengelolaan logistik material harus dirancang dengan software manajemen rantai pasok.
-
Kebijakan keuangan seperti sistem pembayaran otomatis dapat meningkatkan moral pekerja.
-
Pemanfaatan teknologi presensi digital untuk memantau kehadiran dan respons cepat terhadap absensi.
Kritik Konstruktif terhadap Penelitian
Kelebihan:
-
Metodologi kuantitatif yang jelas dan terverifikasi.
-
Responden relevan dan berpengalaman di proyek gedung tinggi.
-
Pemanfaatan RII memberi dimensi numerik yang kuat.
Kekurangan:
-
Jumlah responden terbatas (hanya 30), kurang representatif untuk generalisasi nasional.
-
Fokus hanya pada proyek gedung tinggi, padahal faktor bisa berbeda untuk proyek infrastruktur lain.
-
Tidak dilakukan triangulasi data dengan observasi lapangan atau wawancara mendalam.
Kesimpulan: Menyusun Ulang Strategi Produktivitas Tenaga Kerja
Penelitian ini memperlihatkan bahwa produktivitas tenaga kerja dalam proyek konstruksi bukanlah hasil dari satu faktor tunggal, melainkan interaksi kompleks antara aspek teknis, manajerial, dan manusiawi. Temuan Celine Faustine dan Mega Waty mengingatkan kita bahwa pendekatan holistik perlu dikembangkan oleh semua pihak dalam industri konstruksi, dari pemilik proyek hingga subkontraktor.
Melalui optimalisasi keterampilan, logistik, dan kondisi kerja yang layak, proyek konstruksi bisa bertransformasi dari pekerjaan padat tenaga kerja yang penuh risiko menjadi lingkungan kerja yang efisien, produktif, dan berkelanjutan.
Sumber
Faustine, C., & Waty, M. (2022). Peringkat Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Tenaga Kerja pada Proyek Konstruksi. JMTS: Jurnal Mitra Teknik Sipil, 5(3), 681–692. https://doi.org/10.24912/jmts.v5i3.XXXX