Optimalisasi Manajemen Risiko Melalui Pemilihan Opsi Pengadaan dalam Proyek Konstruksi di Swedia

Dipublikasikan oleh Izura Ramadhani Fauziyah

03 Juni 2025, 09.29

pixabay.com

Dalam dunia konstruksi yang semakin kompleks, manajemen risiko telah menjadi fondasi penting dalam memastikan keberhasilan proyek dari segi biaya, waktu, dan kualitas. Paper berjudul “Risk Management in Construction Projects: A Comparative Study of the Different Procurement Options in Sweden” karya Ekaterina Osipova (Luleå University of Technology, 2008) secara sistematis membedah keterkaitan antara metode pengadaan (procurement) dan efektivitas manajemen risiko dalam proyek konstruksi di Swedia.

Melalui pendekatan studi kasus terhadap sembilan proyek nyata dan kombinasi metode kuantitatif (kuesioner) dan kualitatif (wawancara), paper ini tidak hanya mengisi celah pengetahuan mengenai peran kolektif klien, kontraktor, dan konsultan dalam manajemen risiko, tetapi juga memberikan insight strategis untuk industri konstruksi global yang relevan dengan era kolaboratif dan digital saat ini.

H2: Kerangka Teoritis: Risiko, Ketidakpastian, dan Model Kontrak

H3: Tiga Bentuk Pengadaan: DBB, DB, dan Partnering

  1. Design-Bid-Build (DBB)
    Kontrak tradisional di mana klien memisahkan peran perancang dan pelaksana. Paper menunjukkan bahwa DBB cenderung tidak memfasilitasi diskusi terbuka tentang risiko proyek, dan manajemen risiko menjadi kurang terintegrasi antar aktor.
  2. Design-Build (DB)
    Kontrak yang menggabungkan desain dan konstruksi di bawah satu kontraktor. Pendekatan ini memungkinkan keterlibatan lebih awal dari kontraktor dalam manajemen risiko, yang meningkatkan sinergi desain dan eksekusi.
  3. Partnering
    Pendekatan kolaboratif non-kontraktual di Swedia, mirip dengan “relational contracting.” Partnering mendorong kerja tim dan komunikasi terbuka, menciptakan lingkungan yang lebih kondusif untuk manajemen risiko kolektif.

H2: Studi Kasus: 9 Proyek Konstruksi di Swedia

Gambaran Umum Proyek

Penelitian ini menganalisis sembilan proyek konstruksi dengan nilai kontrak antara 5 hingga 95 juta SEK (sekitar €500.000 hingga €9 juta), terdiri dari bangunan publik dan infrastruktur, tersebar di Norrbotten dan Stockholm.

Studi Kasus Menarik

  • Proyek 1 (Design-Build, 41.1 MSEK):
    Proyek pembangunan gedung pertemuan di universitas dengan waktu pelaksanaan 15 bulan. Terjadi risiko tak terduga yang menambah biaya secara moderat (43.5 MSEK final). Klien menganggap proyek sukses secara biaya, sementara kontraktor menilai proyek kurang menguntungkan.
  • Proyek 4 (Design-Bid-Build, 19.7 MSEK):
    Proyek pembangunan jalan dengan deviasi biaya akhir mencapai 24.5 MSEK. Baik risiko yang teridentifikasi maupun tidak terduga memberikan dampak besar pada anggaran kontraktor.
  • Proyek 9 (DBB + Partnering, 15 MSEK):
    Merupakan satu-satunya proyek dengan pendekatan partnering. Meski menghadapi risiko, kolaborasi intens antara klien dan kontraktor berhasil menekan biaya akhir. Partnering terbukti mendukung manajemen risiko proaktif.

H2: Temuan Kunci: Kapan dan Siapa yang Mengelola Risiko?

H3: Fase Manajemen Risiko yang Sering Terlewat

  • Fase program (perencanaan awal) adalah fase paling kritis namun paling jarang difokuskan. Justru di fase ini, potensi mitigasi risiko terbesar bisa dicapai.
  • Fase produksi (konstruksi) cenderung menjadi pusat perhatian risiko, meskipun banyak risiko sudah dapat dicegah lebih awal.

H3: Peran Aktor Proyek

  • Klien: Memiliki pengaruh dominan dalam fase awal dan pengambilan keputusan risiko makro.
  • Kontraktor: Lebih aktif dalam fase produksi, namun partisipasi mereka pada fase awal (dalam DB dan partnering) meningkatkan efektivitas risiko.
  • Konsultan: Sayangnya, dalam banyak kasus, peran mereka dalam manajemen risiko cenderung terbatas, terutama dalam pendekatan DBB.

H2: Analisis Kritis: Hambatan & Pendorong Efektivitas Manajemen Risiko

H3: Hambatan Utama

  • Kurangnya iterasi proses risiko – Risiko tidak dikelola secara berkelanjutan.
  • Komunikasi antar aktor yang buruk – Informasi risiko tidak mengalir efektif.
  • Kontrak kaku dan budaya penghindaran risiko – Aktor cenderung melempar risiko ke pihak lain.

H3: Pendorong Keberhasilan

  • Keterlibatan semua pihak sejak awal
  • Komunikasi terbuka dan saling percaya
  • Dokumentasi risiko dan transparansi berbasis pengalaman

H2: Implikasi Industri: Mengapa Temuan Ini Relevan untuk Proyek Global?

Meskipun konteksnya adalah Swedia, temuan Osipova sangat aplikatif di konteks global, khususnya:

  • Untuk proyek publik: Pentingnya pengadaan yang transparan dan kolaboratif.
  • Untuk proyek besar dengan banyak pemangku kepentingan: Partnering dapat menghindari silo dan konflik.
  • Untuk pasar negara berkembang: Mengadopsi pendekatan DB atau partnering dapat membantu menghindari kegagalan proyek yang diakibatkan oleh desain buruk dan komunikasi lemah.

H2: Rekomendasi Strategis bagi Praktisi Konstruksi

  1. Gunakan model manajemen risiko yang berulang dan terdokumentasi – Tidak cukup hanya mengidentifikasi risiko di awal proyek.
  2. Libatkan kontraktor sejak fase desain – Memberikan mereka insentif untuk mendeteksi risiko lebih dini.
  3. Dorong pendekatan partnering – Khususnya untuk proyek kompleks dan bernilai tinggi.
  4. Tingkatkan pelatihan dan kesadaran risiko lintas fungsi – Bukan hanya manajer proyek, tapi seluruh tim.

H2: Perbandingan dengan Literatur Lain

Paper ini memperkuat temuan dari Chapman & Ward (2003) bahwa proses manajemen risiko harus bersifat proaktif dan kolaboratif. Namun, keunggulan Osipova adalah pendekatan empiris langsung pada proyek nyata dan keterlibatan lintas aktor, sesuatu yang jarang ditemukan dalam studi manajemen risiko sebelumnya.

H2: Kesimpulan: Manajemen Risiko Bukan Tambahan, Tapi Inti dari Strategi Proyek

Ekaterina Osipova memberikan kontribusi besar pada pemahaman hubungan antara metode pengadaan dan efektivitas manajemen risiko. Penelitiannya menyiratkan bahwa manajemen risiko yang sukses tidak tergantung pada metode kontrak semata, tetapi pada kualitas hubungan antar aktor, keterlibatan sejak dini, dan pola pikir kolaboratif.

Dalam era proyek-proyek infrastruktur besar seperti Ibu Kota Nusantara (IKN) atau smart city global, integrasi antara kontrak, komunikasi, dan manajemen risiko harus menjadi prioritas utama.

Sumber Asli

Osipova, Ekaterina. Risk Management in Construction Projects: A Comparative Study of the Different Procurement Options in Sweden. Luleå University of Technology, 2008.