Mengapa Multi-Hazard dan Multi-Risk Semakin Penting di Era Modern?
Di tengah perubahan iklim, urbanisasi masif, dan globalisasi ekonomi, risiko bencana tidak lagi bisa dipandang sebagai ancaman tunggal yang berdiri sendiri. Fenomena seperti banjir yang memicu longsor, gempa yang diikuti tsunami, atau kebakaran hutan yang memperparah polusi udara adalah contoh nyata bagaimana satu bencana dapat memicu, memperkuat, bahkan berinteraksi dengan bencana lain. Inilah yang mendorong lahirnya paradigma multi-hazard dan multi-risk dalam manajemen risiko bencana.
Handbook “Multi-hazard, Multi-Risk Definitions and Concepts” dari proyek MYRIAD-EU (Gill et al., 2022) menjadi salah satu referensi paling komprehensif dalam membangun fondasi pemahaman, terminologi, dan indikator untuk pendekatan multi-hazard dan multi-risk. Artikel ini mengupas secara kritis isi, studi kasus, angka-angka kunci, serta relevansi dan tantangan implementasinya di ranah global dan Indonesia.
Evolusi Konsep: Dari Single Hazard Menuju Multi-Risk
Keterbatasan Pendekatan Tradisional
- Single Hazard: Selama puluhan tahun, kebijakan dan riset bencana cenderung fokus pada satu jenis ancaman (misal, hanya banjir atau hanya gempa).
- Dampak: Pendekatan ini sering gagal menangkap interaksi antar bencana, sehingga mitigasi yang dilakukan bisa menimbulkan “asynergies”—misal, bangunan tahan banjir tapi rentan gempa.
Paradigma Baru: Multi-Hazard dan Multi-Risk
- Multi-Hazard: Melibatkan identifikasi dan penanganan berbagai ancaman utama yang dapat terjadi secara simultan, beruntun, atau saling mempengaruhi.
- Multi-Risk: Tidak hanya memperhitungkan interaksi antar hazard, tetapi juga dinamika kerentanan (vulnerability), eksposur, dan kapasitas masyarakat yang berubah seiring waktu.
Kerangka Dasar: Definisi dan Tipe Interaksi Multi-Hazard
Definisi Kunci
- Multi-Hazard: “Seleksi beberapa hazard utama yang dihadapi suatu wilayah, termasuk konteks di mana peristiwa hazard dapat terjadi bersamaan, beruntun, atau kumulatif, dengan mempertimbangkan efek interaksi antar hazard.”
- Multi-Risk: Risiko yang dihasilkan dari berbagai hazard dan interaksinya, termasuk perubahan pada tingkat kerentanan.
Tipe Interaksi Multi-Hazard
- Triggering Relationships: Satu hazard memicu hazard lain (contoh: gempa memicu longsor).
- Amplification Relationships: Satu hazard meningkatkan kemungkinan atau dampak hazard lain (contoh: kekeringan memperbesar potensi kebakaran hutan).
- Compound Relationships: Dua atau lebih hazard terjadi bersamaan di satu wilayah/waktu, dengan dampak yang bisa lebih besar dari jumlah dampak masing-masing hazard.
Studi Kasus: Kompleksitas Multi-Hazard di Dunia Nyata
1. Gempa dan Tsunami di Aceh 2004
- Rangkaian Peristiwa: Gempa besar memicu tsunami, yang kemudian diikuti epidemi penyakit dan kerusakan infrastruktur vital.
- Dampak: Lebih dari 230.000 korban jiwa, kerugian ekonomi miliaran dolar, dan perubahan sosial-ekonomi jangka panjang.
- Pelajaran: Penanganan bencana tidak bisa hanya fokus pada satu jenis hazard, tetapi harus mengantisipasi efek domino dan kebutuhan lintas sektor.
2. Banjir dan Longsor di Eropa
- Data CRED (2000–2020): Frekuensi bencana hidrometeorologi meningkat hingga 343 kejadian per tahun secara global, dengan kerugian ekonomi rata-rata USD 16,3 miliar per tahun.
- Studi Glenwood Springs, Colorado: Analisis zona rawan longsor, banjir, dan kebakaran hutan menunjukkan bahwa zona eksposur tinggi sering tumpang tindih, sehingga mitigasi harus mempertimbangkan kombinasi risiko.
3. Infrastruktur dan Multi-Risk di Australia
- Analisis Mackay: Kerusakan pada satu infrastruktur (listrik) dapat memicu kerusakan sistemik pada air, komunikasi, dan logistik.
- Dampak: Komunitas bisa lumpuh total dalam hitungan jam jika tidak ada mitigasi multi-sektor.
Angka-Angka Kunci: Skala dan Kompleksitas Risiko
- Jumlah istilah kunci: Handbook MYRIAD-EU merangkum 140 istilah, 102 di antaranya terkait multi-hazard dan multi-risk.
- Literatur: Dari 2015–2021, ditemukan 660 definisi terkait lebih dari 300 istilah dalam literatur multi-hazard.
- Frekuensi bencana hidrometeorologi: Hampir 343 per tahun (CRED, 2000–2020).
- Kerugian ekonomi Eropa akibat bencana (2004): >120 miliar Euro, korban jiwa global >180.000.
Indikator Multi-Hazard dan Multi-Risk: Menuju Pengukuran yang Adaptif
Fungsi dan Manfaat Indikator
- Menyederhanakan informasi kompleks untuk memantau perubahan risiko dan efektivitas mitigasi.
- Membantu membandingkan tingkat risiko antar wilayah dan waktu.
- Menjadi dasar pengambilan keputusan berbasis data.
Contoh Indikator
- Urban Disaster Risk Index (UDRi): Mengukur kerusakan fisik dan kerentanan sosial.
- INFORM Risk Index: Menggabungkan hazard, eksposur, kerentanan, dan kapasitas coping.
- Disaster Resilience Scorecard: Menilai kesiapan kota dalam 10 aspek utama, mulai dari tata kelola, keuangan, hingga infrastruktur.
Draft Indikator Multi-Risk MYRIAD-EU
- Karakterisasi Multi-Risk: Kesadaran terhadap hazard, skenario risiko, dan dinamika kerentanan.
- Efektivitas Tata Kelola: Adanya kebijakan lintas hazard, koordinasi antar lembaga, dan mekanisme komunikasi vertikal-horisontal.
- Kesiapsiagaan Multi-Risk: Integrasi konsep multi-hazard dalam perencanaan, kapasitas coping lintas sektor, dan pendanaan publik untuk riset multi-risk.
Analisis Kritis: Keunggulan, Tantangan, dan Perbandingan
Keunggulan Handbook MYRIAD-EU
- Komprehensif: Merangkum terminologi, indikator, dan kerangka kerja multi-hazard secara lintas disiplin.
- Berbasis Konsensus Internasional: Mengadopsi terminologi dari UNDRR, IPCC, WHO, WMO, dan lembaga global lain.
- Fleksibel: Didesain sebagai dokumen “living” yang dapat diperbarui sesuai perkembangan ilmu dan kebutuhan proyek.
Tantangan Implementasi
- Keterbatasan Data: Banyak negara berkembang belum memiliki data resolusi tinggi dan historis yang memadai.
- Kompleksitas Teknis: Harmonisasi peta dan indikator lintas hazard memerlukan SDM dan perangkat lunak canggih.
- Evolusi Terminologi: Banyak istilah baru yang belum sepenuhnya disepakati secara internasional, sehingga perlu adaptasi dan sosialisasi berkelanjutan.
Perbandingan dengan Studi Lain
- ARMONIA Project: Fokus pada harmonisasi peta risiko lintas hazard di Eropa, menekankan pentingnya integrasi spasial dan temporal.
- FEMA (AS): HAZUS-MH sebagai perangkat penilaian risiko multi-hazard, namun masih terbatas pada tiga hazard utama.
- World Bank Hotspots: Indeks risiko multi-hazard global, namun kurang detail di level lokal dan interaksi hazard.
Implikasi Praktis dan Relevansi untuk Indonesia
Tantangan di Indonesia
- Keragaman Bencana: Gempa, tsunami, letusan gunung api, banjir, dan longsor sering terjadi bersamaan atau beruntun.
- Keterbatasan Data dan SDM: Banyak daerah belum punya peta risiko terintegrasi dan tenaga ahli multi-hazard.
- Efek Domino: Gempa dan tsunami Aceh 2004 memicu longsor, epidemi, dan kerusakan infrastruktur vital.
Rekomendasi Strategis
- Penguatan Sistem Data dan GIS: Integrasi data multi-hazard dari BNPB, BMKG, BIG, dan instansi terkait.
- Penyusunan Peta Risiko Terintegrasi: Prioritaskan kawasan rawan bencana sebagai dasar tata ruang dan investasi.
- Kolaborasi Multi-Sektor: Libatkan akademisi, pemerintah, swasta, dan masyarakat dalam pengumpulan dan validasi data.
- Penerapan Indikator Multi-Risk: Gunakan indikator MYRIAD-EU untuk memantau efektivitas kebijakan dan kesiapsiagaan daerah.
Tren Global: Digitalisasi, Kolaborasi, dan Adaptasi
- Digitalisasi dan Big Data: Pemanfaatan data satelit, IoT, dan machine learning untuk prediksi dan pemetaan risiko semakin masif.
- Pendekatan Komunitas: Partisipasi masyarakat dalam pengumpulan data dan validasi risiko terbukti meningkatkan efektivitas mitigasi.
- Integrasi Kebijakan: Negara-negara maju mulai mensyaratkan multi-risk assessment dalam setiap proyek infrastruktur dan tata ruang.
- Lifelong Learning: Pendidikan dan pelatihan berkelanjutan bagi pengelola risiko bencana menjadi kunci adaptasi.
Opini dan Kritik: Menjawab Tantangan Masa Depan
Handbook MYRIAD-EU berhasil menempatkan multi-hazard dan multi-risk sebagai fondasi baru mitigasi bencana. Namun, tantangan terbesar adalah implementasi di lapangan, terutama di negara berkembang yang masih terkendala data, kapasitas SDM, dan koordinasi lintas sektor. Di Indonesia, adopsi metodologi ini harus disesuaikan dengan karakteristik lokal, ketersediaan data, dan kesiapan institusi.
Kritik utama terhadap pendekatan multi-hazard adalah potensi “over-kompleksitas” yang bisa menghambat adopsi di level daerah. Untuk itu, diperlukan pelatihan, simplifikasi model untuk daerah dengan sumber daya terbatas, dan pengembangan perangkat lunak open source yang ramah pengguna. Selain itu, penguatan peran masyarakat dan pelibatan sektor swasta sangat penting untuk mempercepat transformasi menuju manajemen risiko yang lebih adaptif.
Kesimpulan: Multi-Hazard dan Multi-Risk, Pilar Ketangguhan Masa Depan
Paradigma multi-hazard dan multi-risk bukan sekadar tren, melainkan kebutuhan strategis di era bencana kompleks dan perubahan iklim. Handbook MYRIAD-EU menawarkan fondasi terminologi, indikator, dan kerangka kerja yang dapat diadaptasi lintas negara dan sektor. Indonesia dan negara berkembang lain dapat mengambil pelajaran penting: investasi pada data, teknologi, dan kolaborasi lintas sektor adalah kunci untuk membangun masyarakat yang lebih tangguh menghadapi bencana.
Sumber
Gill, J.C., Duncan, M., Ciurean, R., Smale, L., Stuparu, D., Schlumberger, J., de Ruiter, M., Tiggeloven, T., Torresan, S., Gottardo, S., Mysiak, J., Harris, R., Petrescu, E. C., Girard, T., Khazai, B., Claassen, J., Dai, R., Champion, A., Daloz, A. S., … Ward, P. 2022. MYRIAD-EU D1.2 Handbook of Multi-hazard, Multi-Risk Definitions and Concepts. H2020 MYRIAD-EU Project, grant agreement number 101003276, pp 75.