Menyeimbangkan Lean, Agile, dan Resilience dalam Rantai Pasok untuk Ketahanan

Dipublikasikan oleh Dewi Sulistiowati

21 Februari 2025, 14.56

unplash.com

Pendahuluan

Paper ini, yang ditulis oleh Maryam Lotfi, ManMohan Sodhi, dan Canan Kocabasoglu-Hillmer, membahas bagaimana usaha untuk mencapai resiliensi dapat selaras atau bertentangan dengan praktik lean dan agile dalam rantai pasok. Studi ini penting karena perusahaan sering menghadapi dilema antara efisiensi, fleksibilitas, dan ketahanan.

Definisi dan Kerangka Konseptual

Paper ini mengidentifikasi tiga elemen utama dalam manajemen rantai pasok:

  • Leanness (Keringkasan) – Fokus pada efisiensi dan pengurangan pemborosan.
  • Agility (Kelincahan) – Kemampuan merespons cepat terhadap perubahan pasar.
  • Resilience (Ketahanan) – Kapasitas untuk bertahan dan pulih dari gangguan besar.

Penelitian ini menyoroti potensi konflik antara lean dan resilience, di mana strategi lean yang terlalu ekstrem dapat membuat rantai pasok lebih rentan terhadap guncangan eksternal.

Studi Kasus: Dampak Gangguan Global terhadap Rantai Pasok

Paper ini menyoroti beberapa contoh gangguan yang menunjukkan pentingnya keseimbangan antara lean, agile, dan resilience:

  • Pandemi COVID-19 – Mengungkap kelemahan rantai pasok yang terlalu lean, menyebabkan keterlambatan pasokan hingga 252% di beberapa sektor.
  • Gempa Jepang 2011 – Menghentikan produksi Toyota global hingga 30%, menunjukkan risiko dari rantai pasok yang terlalu ramping.
  • Krisis Keuangan 2008 – Menyebabkan penurunan produksi industri sebesar 42,3% di sektor transportasi dan 40,3% di manufaktur logam dasar.

Studi ini menemukan bahwa kombinasi lean, agile, dan resilience dapat menciptakan rantai pasok yang lebih seimbang dan tangguh.

Strategi Meningkatkan Integrasi Lean, Agile, dan Resilience

1. Menghindari Lean yang Berlebihan

  • Menjaga buffer stock minimal untuk menghadapi lonjakan permintaan mendadak.
  • Memperkuat hubungan dengan pemasok alternatif guna mengurangi risiko keterlambatan pasokan.

2. Mengadopsi Agility untuk Fleksibilitas

  • Peningkatan sistem digitalisasi untuk mempercepat pengambilan keputusan berbasis data real-time.
  • Diversifikasi jaringan pemasok untuk mengurangi ketergantungan pada satu sumber.

3. Membangun Resilience untuk Stabilitas Jangka Panjang

  • Investasi dalam teknologi pemantauan risiko untuk mengidentifikasi potensi gangguan lebih awal.
  • Strategi dual sourcing guna memastikan ketersediaan bahan baku dari berbagai lokasi.

Metrik Keberhasilan Integrasi Lean, Agile, dan Resilience

Paper ini mengidentifikasi beberapa KPI utama dalam mengukur efektivitas strategi rantai pasok:

  • Inventory Turnover – Efisiensi dalam pengelolaan persediaan.
  • Lead Time Variability – Konsistensi waktu pengiriman dan produksi.
  • Supplier Reliability Index – Keandalan pemasok dalam memenuhi permintaan.
  • Business Continuity Readiness – Kesiapan perusahaan dalam menghadapi gangguan besar.

Kritik dan Evaluasi

Meskipun paper ini memberikan wawasan mendalam, terdapat beberapa aspek yang dapat diperbaiki:

  • Kurangnya studi empiris berbasis data kuantitatif – Sebagian besar temuan berasal dari tinjauan literatur.
  • Minimnya eksplorasi teknologi AI dan blockchain – Teknologi ini dapat meningkatkan ketahanan rantai pasok secara signifikan.
  • Fokus utama pada sektor manufaktur – Studi lebih lanjut diperlukan untuk sektor lain seperti e-commerce dan jasa.

Kesimpulan

Paper ini menegaskan bahwa usaha untuk mencapai resiliensi harus selaras dengan strategi lean dan agile agar tidak menciptakan ketidakseimbangan dalam rantai pasok. Dengan pendekatan yang tepat, perusahaan dapat mengurangi risiko gangguan, meningkatkan efisiensi operasional, dan mempertahankan daya saing di pasar global.

Sumber Artikel:

  • Lotfi, M., Sodhi, M., & Kocabasoglu-Hillmer, C. (2024). How Efforts to Achieve Resiliency Fit with Lean and Agile Practices. Cass Business School, London.