Mengapa Data Berkualitas Menjadi Kunci Revolusi Industri 4.0?
Dalam dunia manufaktur modern, inovasi seperti machine learning sering digambarkan sebagai solusi segala masalah. Namun, banyak perusahaan industri yang mengalami kegagalan implementasi teknologi ini. Mengapa? Satu jawaban yang terus mengemuka adalah kualitas data. Data yang buruk tak hanya menghambat hasil prediksi, tapi bisa menyesatkan keputusan bisnis.
Melalui tesisnya, Teoman Duran Timocin membongkar persoalan ini secara sistematis, menyusun framework yang relevan untuk perusahaan manufaktur yang ingin sukses mengintegrasikan machine learning ke dalam proses operasionalnya.
Tantangan Nyata di Lapangan: Bukan Soal Kurangnya Data, Tapi Kualitasnya
Ironisnya, industri manufaktur sebenarnya tidak kekurangan data. Dengan adopsi sistem kontrol, sensor, dan log digital selama dua dekade terakhir, data tersedia dalam jumlah besar. Tapi seperti kata pepatah: “Garbage in, garbage out.”
Beberapa tantangan data utama yang diidentifikasi antara lain:
- Data yang tidak lengkap dan tidak dapat diakses (misalnya akibat koneksi sensor yang buruk).
- Format data yang tidak konsisten, misalnya perbedaan timestamp atau ID produk antar sistem.
- Duplikasi, kesalahan input, hingga data tidak terpercaya akibat perangkat yang rusak.
- Masalah semantik ketika data dari mesin yang berbeda berbicara "bahasa" yang berbeda.
Studi Kasus: Siemens dan Tantangan Realitas Data di Industri
Tesis ini merujuk pada studi nyata di Siemens Energy yang menemukan bahwa:
- Banyak data sensor hilang karena kerusakan alat.
- Format waktu dan ID produk tidak seragam, menyulitkan integrasi data.
- Data sering tidak bisa dipercaya karena noise tinggi atau perangkat yang tidak terkalibrasi.
Ini mengakibatkan waktu dan biaya ekstra dalam membersihkan data sebelum bisa digunakan dalam model machine learning. Dalam banyak kasus, ini bahkan menghambat implementasi teknologi secara keseluruhan.
Framework Kualitas Data untuk Machine Learning di Manufaktur
Berdasarkan literatur dan wawancara dengan para ahli, Timocin menyusun kerangka kerja yang membagi kualitas data ke dalam empat dimensi utama:
1. Intrinsic Quality
- Akurasi
- Kepercayaan
- Bebas dari kesalahan dan duplikasi
2. Contextual Quality
- Keterkinian
- Kelengkapan
- Relevansi terhadap tujuan penggunaannya
3. Representational Quality
- Konsistensi format
- Interpretabilitas
- Standarisasi semantik
4. Accessibility
- Aksesibilitas fisik dan logis
- Privasi dan keamanan
- Ketersediaan data saat dibutuhkan
Dengan framework ini, perusahaan dapat mendiagnosis kondisi datanya secara sistematis sebelum mengadopsi machine learning.
Machine Learning Tidak Akan Optimal Tanpa Data Berkualitas
Istilah “machine learning is only as good as its data” menjadi dasar argumentasi Timocin. Model tidak bisa belajar dengan benar jika:
- Data pelatihan tidak representatif
- Data uji mengandung bias
- Data produksi terlalu banyak noise
Dalam industri manufaktur, ini berakibat pada:
- Prediksi kerusakan mesin yang meleset
- Kesalahan klasifikasi produk cacat
- Overfitting karena data yang bias atau tidak lengkap
Studi Perbandingan: Framework Lain vs Pendekatan Kontekstual
Framework klasik seperti Wang & Strong (1996) masih banyak digunakan, tapi kurang kontekstual untuk manufaktur. Framework milik Gudivada et al. (2017) mulai menyentuh aspek machine learning, tapi belum mempertimbangkan konteks industri secara mendalam.
Kontribusi Timocin adalah menggabungkan:
- Kebutuhan struktural dari industri manufaktur
- Kebutuhan data teknis untuk machine learning
- Perspektif pengguna dan engineer lapangan
Hasilnya adalah framework yang tidak hanya teoritis, tapi siap digunakan di lapangan.
Praktik Baik untuk Memulai: Saran dari Wawancara Lapangan
Wawancara dengan praktisi memberikan insight tambahan, antara lain:
- Data governance adalah langkah awal mutlak.
- Automasi pembersihan data harus diintegrasikan dalam sistem sejak awal.
- Standardisasi format data lintas sistem mempercepat integrasi.
Sebagian besar responden juga mengakui bahwa perusahaan terlalu cepat mengadopsi machine learning tanpa memahami kesiapan data mereka.
Kritik dan Refleksi: Framework Ini Bukan Satu-satunya Jawaban
Meski framework ini kuat, tetap ada tantangan:
- Belum semua perusahaan memiliki data culture yang mendukung inisiatif ini.
- Implementasi memerlukan kolaborasi lintas fungsi, yang kadang sulit dilakukan.
- Masih ada keterbatasan jumlah studi empiris dari industri yang sangat spesifik.
Namun, dibanding pendekatan "template satu untuk semua", kerangka ini lebih fleksibel dan relevan untuk perusahaan manufaktur yang sedang berada di ambang transformasi digital.
Implikasi Praktis: Dari Diagnosis ke Strategi Data
Framework ini bisa dijadikan dasar:
- Audit kualitas data tahunan atau kuartalan
- Prioritisasi investasi IT (sensor, sistem, tenaga ahli data)
- Strategi roadmap machine learning berdasarkan kesiapan data
Bahkan bisa menjadi basis pelatihan tim data atau quality engineer agar mereka paham bahwa pekerjaan mereka adalah prasyarat utama keberhasilan machine learning.
Penutup: Data Adalah Bahan Bakar, Tapi Harus Dimurnikan Dulu
Teoman Duran Timocin lewat tesis ini menunjukkan bahwa keberhasilan machine learning dalam industri manufaktur bukan hanya soal model atau algoritma, tapi kesiapan data yang digunakan. Framework yang ia tawarkan mengisi celah besar dalam literatur dan praktik: yaitu kebutuhan akan pendekatan kontekstual terhadap kualitas data di ranah industri.
Kalau Anda adalah manajer produksi, data engineer, atau CTO, pertanyaan besar yang perlu ditanyakan bukan “kapan kita adopsi machine learning?”, tapi “apakah data kita sudah siap?”
Sumber
Timocin, T. D. (2020). Data Quality in the Interface of Industrial Manufacturing and Machine Learning. Master’s Thesis, Uppsala University.