Meningkatkan Kinerja K3 di Proyek Konstruksi: Evaluasi Implementasi SMK3 pada Pembangunan Gedung

Dipublikasikan oleh Sirattul Istid'raj

06 Mei 2025, 11.27

pexels.com

Pendahuluan: Keselamatan Bukan Pilihan, Tapi Kebutuhan

Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) dalam proyek konstruksi bukan sekadar formalitas regulasi, tetapi kebutuhan fundamental untuk menjamin keberlangsungan proyek, keselamatan tenaga kerja, dan citra perusahaan. Artikel karya Muhammad Iqbal, Rosdiana Rahim, dan Abdul Rahman mencoba mengangkat urgensi ini melalui studi mendalam terhadap implementasi Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) dalam sebuah proyek pembangunan gedung.

Tujuan dan Relevansi Penelitian

Penelitian ini bertujuan mengevaluasi sejauh mana penerapan SMK3 mampu meningkatkan kinerja K3 pada proyek konstruksi, dengan mengambil studi kasus pada proyek pembangunan gedung milik instansi pemerintah di Kota Kendari. Dalam konteks meningkatnya angka kecelakaan kerja sektor konstruksi di Indonesia, topik ini menjadi sangat relevan.

Menurut data BPJS Ketenagakerjaan, industri konstruksi menyumbang sekitar 30% dari total kecelakaan kerja nasional. Oleh karena itu, penting untuk mengkaji efektivitas sistem yang dirancang untuk mengurangi risiko tersebut, yaitu SMK3.

Metodologi Penelitian: Kombinasi Data Lapangan dan Regulasi

Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kuantitatif dengan teknik pengumpulan data melalui observasi langsung, wawancara dengan pihak terkait, dan penyebaran kuesioner kepada para pekerja dan pengelola proyek.

Instrumen evaluasi SMK3 didasarkan pada Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2012, yang menjadi acuan nasional dalam pelaksanaan SMK3. Aspek-aspek utama yang dianalisis meliputi:

  • Kebijakan dan komitmen manajemen

  • Perencanaan K3

  • Pelaksanaan program K3

  • Evaluasi dan tindakan korektif

  • Dokumentasi dan pengendalian dokumen

Temuan Utama: Implementasi SMK3 dalam Realita Proyek

1. Komitmen Manajemen: Masih Sebatas Administrasi

Salah satu temuan penting adalah bahwa meskipun terdapat dokumen formal mengenai kebijakan K3, implementasinya masih lemah di lapangan. Banyak pekerja tidak memahami isi kebijakan tersebut karena minimnya sosialisasi dan pelatihan berkelanjutan.

2. Program K3 Berjalan, Namun Belum Optimal

Program seperti safety induction dan penggunaan alat pelindung diri (APD) memang dijalankan. Namun berdasarkan observasi, tingkat kedisiplinan dalam pemakaian APD masih fluktuatif. Sebagian pekerja bahkan menganggap penggunaan APD menghambat pekerjaan.

3. Evaluasi dan Tindak Lanjut: Belum Terstruktur

Evaluasi berkala terhadap penerapan K3 masih kurang sistematis. Tidak ditemukan dokumentasi lengkap mengenai pelaporan near-miss atau insiden kecil, yang justru bisa menjadi indikator awal potensi kecelakaan besar.

Analisis Tambahan: Kesenjangan antara Regulasi dan Praktik

Meskipun regulasi SMK3 sudah cukup komprehensif, implementasi di lapangan seringkali menemui kendala:

  • Kurangnya SDM Ahli K3: Banyak proyek masih belum memiliki personel bersertifikat K3.

  • Budaya Kerja yang Abai terhadap Keselamatan: Tekanan waktu dan biaya sering membuat pengawas lebih fokus pada progres fisik ketimbang keselamatan kerja.

  • Kepatuhan Formalitas: Banyak perusahaan menjalankan program K3 hanya untuk memenuhi syarat tender, bukan karena kesadaran risiko.
     

Studi ini mencerminkan realitas tersebut, dan menjadi cerminan banyak proyek lainnya di Indonesia

Studi Perbandingan: Bagaimana Negara Lain Menangani K3?

Sebagai perbandingan, Australia memiliki sistem bernama “Safe Work Method Statement (SWMS)” yang mewajibkan dokumentasi metode kerja aman untuk setiap aktivitas konstruksi berisiko tinggi. Pelanggaran terhadap SWMS dapat dikenai denda besar, mendorong pelaksanaan K3 yang lebih disiplin.

Ini menunjukkan bahwa komitmen terhadap keselamatan harus dibangun tidak hanya dari kebijakan, tetapi juga dari sistem reward-punishment yang tegas dan budaya kerja kolektif.

Studi Kasus: Proyek Gedung Pemerintah di Kendari

Pada proyek yang dijadikan studi kasus, tercatat:

  • Sebanyak 78% pekerja telah mendapatkan pelatihan K3 dasar, namun hanya 55% yang mengaku rutin menggunakan APD.

  • Mayoritas pekerja (65%) menyatakan tidak mengetahui SOP tanggap darurat, padahal ini adalah aspek vital dalam SMK3.

  • Sarana keselamatan seperti jalur evakuasi dan pemadam api portabel tersedia, namun tidak semua pekerja tahu cara menggunakannya.
     

Temuan ini menyoroti pentingnya edukasi berkelanjutan dan simulasi situasi darurat secara berkala.

Implikasi Praktis dan Rekomendasi

Penelitian ini memberikan beberapa rekomendasi penting:

  1. Penguatan Pelatihan dan Edukasi K3
    Pelatihan tidak boleh berhenti di awal proyek. Harus ada refresh training berkala dan inspeksi mendadak (spot check).

  2. Penunjukan Petugas K3 Bersertifikat di Setiap Proyek
    Bukan sekadar formalitas, tetapi dengan peran aktif dalam pengawasan dan pelaporan risiko.

  3. Penerapan Sistem Reward dan Sanksi
    Misalnya, pemberian bonus bagi tim dengan nol kecelakaan kerja selama periode tertentu.

  4. Audit SMK3 Berkala oleh Pihak Independen
    Audit dari pihak luar akan memberikan evaluasi yang lebih objektif dan menghindari bias internal.
     

Kritik dan Evaluasi Penelitian

Secara umum, paper ini menyajikan kerangka yang baik dan data yang memadai. Namun, ada beberapa catatan kritis:

  • Kurangnya visualisasi data: Grafik atau tabel akan membantu memperjelas temuan lapangan.

  • Tidak membahas anggaran K3: Padahal, alokasi biaya sering menjadi faktor kunci dalam keberhasilan implementasi SMK3.

  • Tidak menjelaskan ukuran keberhasilan secara kuantitatif: Seperti target zero accident atau penurunan angka insiden.

Namun, kontribusi penelitian ini tetap penting sebagai gambaran realistis pelaksanaan SMK3 di proyek gedung berskala menengah.

Kesimpulan: Menuju Konstruksi yang Aman dan Berkelanjutan

Implementasi SMK3 adalah kunci dalam mewujudkan proyek konstruksi yang tidak hanya sukses dari sisi fisik, tetapi juga aman dan berkelanjutan dari sisi manusia. Paper ini menunjukkan bahwa meskipun kebijakan sudah ada, implementasi masih menghadapi tantangan besar.

Ke depan, sinergi antara pemerintah, kontraktor, dan pekerja sangat diperlukan untuk membangun budaya K3 yang kuat dan efektif. Dengan demikian, sektor konstruksi Indonesia tidak hanya maju dalam pembangunan fisik, tetapi juga dalam perlindungan tenaga kerja.

Sumber Artikel

Muhammad Iqbal, Rosdiana Rahim, dan Abdul Rahman. Implementasi Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) dalam Peningkatan Kinerja K3 pada Proyek Pembangunan Gedung. Jurnal Ilmiah Teknik Sipil CENDEKIA, Volume 19, No. 1, 2023.
Link ke jurnal (jika tersedia):