Asia Tengah, wilayah yang bergantung pada dua sungai besar Amudarya dan Syrdaryamenghadapi krisis tata kelola air yang kompleks. Artikel karya Abdullaev et al. (2025) mengupas bagaimana konflik politik, perubahan iklim, dan lemahnya kapasitas riset lokal memperumit pengelolaan air lintas negara. Lebih dari sekadar isu teknis, krisis ini mencerminkan ketegangan antara warisan Soviet, kepentingan nasional, dan kebutuhan akan tata kelola kolaboratif berbasis sains.
Konteks Regional: Sungai yang Membelah Negara dan Kepentingan
Amudarya dan Syrdarya mengalir melintasi lima negara: Kazakhstan, Kyrgyzstan, Tajikistan, Turkmenistan, dan Uzbekistan. Sungaisungai ini menjadi sumber utama irigasi dan energi, namun juga menjadi sumber konflik. Proyek bendungan di hulu seperti Rogun di Tajikistan dan rencana pembangunan di Sungai Naryn oleh Kyrgyzstan memicu kekhawatiran negara hilir akan berkurangnya pasokan air.
Kasus penting:
Pada 2024, Afghanistan memulai pembangunan kanal irigasi besar yang diperkirakan akan menyedot hingga 30% aliran Amudarya, mengancam pertanian di Uzbekistan dan Turkmenistan. Ini menambah tekanan pada sistem yang sudah rapuh akibat perubahan iklim dan eksploitasi berlebih.
Dinamika Politik dan Reformasi: Antara Kolaborasi dan Ketegangan
Meski konflik potensial tinggi, Asia Tengah menunjukkan resiliensi politik melalui berbagai perjanjian dan forum seperti International Fund to Save the Aral Sea (IFAS). Uzbekistan, sejak 2017, mendorong kerja sama regional, termasuk kesepakatan pembangunan PLTA Kambarata I bersama Kazakhstan dan Kyrgyzstan.
Namun, reformasi sektor air masih didominasi pendekatan teknokratis dan efisiensi, bukan ketahanan jangka panjang. Tajikistan telah menjalankan reformasi selama 9 tahun, Kazakhstan membentuk kementerian air baru, dan Uzbekistan memisahkan kementerian air dari pertanian serta memperluas irigasi tetes. Tapi, resiliensi kelembagaan dan adaptasi terhadap ketidakpastian iklim masih minim.
Studi Kasus: Bencana dan Ketegangan Sosial
- Banjir akibat jebolnya Bendungan Sardoba (Uzbekistan, 2020) menunjukkan lemahnya infrastruktur dan koordinasi lintas negara.
- Kekeringan ekstrem di Kazakhstan (2021) dan banjir salju di 2024 memperlihatkan dampak nyata perubahan iklim.
- Kanal QoshTepa oleh Taliban menjadi titik panas baru, memicu kekhawatiran geopolitik dan ketegangan diplomatik.
Peran Riset dan Pendidikan Tinggi: Potensi yang Belum Dioptimalkan
Artikel ini menyoroti bahwa kapasitas riset lokal masih tertinggal. Banyak universitas dan lembaga riset di Asia Tengah belum mengalami reformasi signifikan sejak era Soviet. Keterbatasan dana, ketergantungan pada donor asing, dan minimnya literatur dalam bahasa lokal menjadi hambatan utama.
Catatan penting:
- Sebagian besar materi ajar masih dalam bahasa Rusia, sementara literatur terbaru tersedia dalam bahasa Inggris.
- Kapasitas dosen dan peneliti lokal terbatas, baik dari sisi metodologi maupun akses terhadap jaringan global.
- Kolaborasi antara universitas, lembaga riset, dan sektor kebijakan masih lemah, menghambat inovasi dan transfer pengetahuan.
SciencePolicy Interface: Jembatan yang Masih Rawan
Meski ada lembaga seperti Interstate Commission for Water Coordination (ICWC) dan pusat informasinya (SIC), integrasi antara riset dan kebijakan masih terbatas. Hambatan utama:
- Kurangnya data dasar yang dapat diakses bersama
- Ketakutan negara untuk berbagi data karena potensi disalahartikan
- Durasi proyek internasional yang pendek, sehingga tidak membangun kepercayaan jangka panjang
Inisiatif baru:
Usulan pembentukan Central Asian Expert Platform on Water Security, Sustainable Development, and Future Studies sebagai wadah kolaborasi lintas negara dan institusi untuk menyusun agenda riset jangka panjang dan menghasilkan kebijakan berbasis bukti.
Kritik dan Rekomendasi: Dari Efisiensi ke Ketahanan
Penulis mengkritik bahwa pendekatan dominan masih berfokus pada efisiensi teknis dan pasar, bukan pada resiliensi sistemik. Untuk menjawab tantangan iklim dan geopolitik, dibutuhkan :
- Reformasi kurikulum pendidikan tinggi agar lebih interdisipliner dan kontekstual
- Investasi jangka panjang dari negara, bukan hanya donor asing
- Integrasi pengetahuan lokal dan warisan Soviet dengan pendekatan modern
- Peningkatan literasi kebijakan berbasis sains di kalangan pembuat keputusan
Kesimpulan: Menuju Tata Kelola Air yang Tangguh dan Inklusif
Artikel ini menyajikan gambaran menyeluruh tentang kompleksitas tata kelola air di Asia Tengah. Dari konflik lintas negara hingga lemahnya kapasitas riset, dari reformasi teknokratis hingga kebutuhan akan pendekatan adaptif—semuanya menunjukkan bahwa air bukan hanya soal sumber daya, tapi juga soal politik, pengetahuan, dan masa depan bersama.
Dengan membangun jembatan antara sains dan kebijakan, memperkuat pendidikan tinggi, dan mendorong kolaborasi regional, Asia Tengah memiliki peluang untuk mengubah krisis menjadi momentum transformasi.
Sumber : Abdullaev, I., Assubayeva, A., Bobojonov, I., Djanibekov, N., Dombrowsky, I., Gafurov, A., Hamidov, A., HerrfahrdtPähle, E., JanuszPawletta, B., Ishangulyyeva, R., Kasymov, U., Mirkasimov, B., Petrick, M., Strobehn, K., & Ziganshina, D. (2025). Current challenges in Central Asian water governance and their implications for research, higher education, and sciencepolicy interaction. Central Asian Journal of Water Research, 11(1), 47–58.