Pendahuluan
Laporan Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) tahun 2007 merupakan tonggak penting dalam peta kesehatan nasional Indonesia. Laporan ini tidak hanya menyajikan data mentah, melainkan menggambarkan realita kesehatan masyarakat secara menyeluruh. Dalam edisi Provinsi Banten, laporan ini menjadi cermin awal bagi daerah yang saat itu masih tergolong muda secara administratif. Dengan populasi yang besar, heterogen, dan tersebar di wilayah urban dan rural, Banten menjadi medan penting bagi analisis epidemiologi dan kebijakan kesehatan.
Melalui resensi ini, kita akan mendalami beberapa temuan utama, implikasi kebijakan, dan potensi pengembangan layanan kesehatan berbasis data Riskesdas 2007.
Profil Umum Kesehatan di Banten
Berdasarkan laporan, jumlah rumah tangga yang dijadikan sampel di Provinsi Banten adalah 1.108, terdiri dari berbagai kabupaten/kota. Pendekatan statistik digunakan untuk menyajikan prevalensi penyakit, status gizi, gaya hidup, dan akses terhadap pelayanan kesehatan.
Beberapa indikator kunci:
-
Persentase rumah tangga dengan sanitasi layak: hanya 38,4%
-
Proporsi rumah tangga dengan akses air bersih: 57,9%
-
Prevalensi merokok pada laki-laki dewasa: lebih dari 60%
-
Cakupan imunisasi dasar lengkap anak usia 12–23 bulan: masih di bawah 70%
Angka-angka ini menunjukkan tantangan besar yang harus dihadapi, terutama dalam pelayanan dasar kesehatan, promotif dan preventif.
Masalah Gizi
Gizi buruk masih menjadi sorotan dalam laporan ini. Dari hasil penimbangan balita:
-
Balita dengan status gizi buruk (berdasarkan indeks BB/U) mencapai 5,4%
-
Balita pendek (stunted) berdasarkan TB/U sebesar 25,1%
-
Balita kurus (wasting) berdasarkan BB/TB sekitar 14,5%
Situasi ini menandakan bahwa problem malnutrisi di Banten saat itu belum hanya disebabkan oleh kemiskinan, tetapi juga pola asuh, pengetahuan ibu tentang gizi, serta akses terhadap makanan bergizi dan layanan kesehatan dasar.
Sangat menarik jika kita kaitkan dengan Program 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) yang baru mulai didorong setelah 2010. Data ini seharusnya menjadi dasar kebijakan lebih awal terhadap penanggulangan stunting yang kini menjadi prioritas nasional.
Perilaku Kesehatan
Riskesdas 2007 mencatat angka merokok sangat tinggi pada kelompok pria dewasa di Banten. Hampir 2 dari 3 pria merokok secara rutin, bahkan sebagian di antaranya mulai merokok sejak usia <15 tahun.
Perilaku ini menjadi faktor risiko utama penyakit tidak menular seperti:
-
Hipertensi
-
PPOK (penyakit paru obstruktif kronik)
-
Stroke
-
Kanker paru
Selain itu, praktik Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) juga masih rendah. Hanya sebagian kecil rumah tangga yang mencuci tangan dengan sabun setelah buang air besar atau sebelum makan, menunjukkan lemahnya edukasi promotif dari Puskesmas pada waktu itu.
Penyakit Tidak Menular dan Akses Layanan Kesehatan
Sebagai bagian dari transisi epidemiologis, Provinsi Banten mulai menunjukkan peningkatan angka hipertensi dan diabetes. Meski deteksi dini belum optimal, laporan ini menyebutkan:
-
Hipertensi terdeteksi sebesar 15% pada kelompok usia >18 tahun
-
Sebagian besar penderita tidak menyadari kondisi kesehatannya karena minimnya pemeriksaan rutin
Akses layanan kesehatan masih menjadi masalah klasik:
-
50,7% rumah tangga mengakses Puskesmas sebagai fasilitas utama
-
Sebanyak 23,6% memilih berobat ke dukun atau tokoh tradisional
-
Persalinan oleh tenaga kesehatan hanya sekitar 67%
Data ini menjadi refleksi bahwa walaupun infrastruktur medis mulai membaik, barrier budaya dan ekonomi masih signifikan dalam menentukan akses layanan.
Studi Kasus
Salah satu contoh konkret bisa dilihat di Kabupaten Pandeglang yang pada tahun itu tercatat sebagai wilayah dengan prevalensi tertinggi status gizi buruk. Hal ini berkorelasi erat dengan:
-
Tingkat pendidikan ibu yang rendah
-
Jarak terhadap fasilitas layanan kesehatan yang bisa mencapai lebih dari 5 km
-
Rendahnya konsumsi protein hewani
Intervensi seperti program Posyandu Aktif, Pemberian Makanan Tambahan (PMT), dan edukasi gizi berbasis komunitas baru dijalankan intensif pasca-Riskesdas 2007, menjadikan data ini sebagai acuan awal perencanaan berbasis bukti.
Kritik dan Analisis Tambahan
Laporan Riskesdas 2007 memang monumental, namun tidak lepas dari sejumlah keterbatasan:
-
Tidak semua indikator menggunakan pendekatan longitudinal, sehingga sulit memetakan tren jangka panjang
-
Data perilaku seperti konsumsi makanan tidak dilengkapi dengan informasi frekuensi dan kuantitas
-
Beberapa indikator layanan seperti kepuasan pasien atau mutu layanan kesehatan belum dikaji
Meski demikian, laporan ini tetap memberikan pondasi yang solid untuk menyusun RPJMD bidang kesehatan dan strategi operasional di tingkat kabupaten/kota.
Relevansi Saat Ini dan Tantangan Masa Depan
Menariknya, sebagian permasalahan yang ditemukan pada Riskesdas 2007 masih relevan hingga kini. Misalnya:
-
Stunting tetap menjadi isu nasional
-
Perilaku merokok masih belum tertangani optimal
-
Akses air bersih dan sanitasi layak menjadi fokus program SDGs Tujuan 6
Laporan ini menyadarkan kita bahwa penanganan isu kesehatan tidak bisa parsial. Harus ada sinergi antara data, kebijakan, edukasi masyarakat, serta penguatan layanan primer dan rujukan.
Kesimpulan
Riskesdas Banten 2007 adalah dokumen penting yang tidak hanya memotret kesehatan masyarakat saat itu, tetapi juga menjadi kompas untuk arah pembangunan kesehatan jangka panjang. Ia memperlihatkan betapa tantangan mendasar seperti gizi buruk, PHBS rendah, dan keterbatasan akses masih menjadi pekerjaan rumah yang belum usai.
Kini, ketika Indonesia memasuki era digital dan kesehatan berbasis teknologi, laporan ini tetap memiliki nilai strategis sebagai titik awal perbaikan. Mengabaikannya sama saja dengan menutup mata pada sejarah dan gagal belajar dari data.
Sumber
Penelitian ini dapat diakses dalam Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Provinsi Banten Tahun 2007 yang diterbitkan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan Republik Indonesia.